Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menilai pembatasan operasi perusahaan e-commerce asing di Indonesia dapat melemahkan pasar domestik, padahal kehadiran mereka seharusnya bisa mendorong e-commerce meningkatkan layanan dan produk.
"Ada anggapan bahwa perusahaan e-commerce asing selalu dapat menjual barang dengan harga lebih murah. Hal ini seharusnya disikapi positif. Pemerintah perlu memastikan ketersediaan bahan baku yang digunakan UMKM supaya kualitas produknya meningkat dan mampu bersaing di pasar domestik dan juga internasional," katanya lewat keterangannya di Jakarta, Jumat.
Pingkan menyebut harga yang didapat dengan mengurangi biaya produksi yang tidak efisien adalah sebuah proses wajar untuk mendorong efisiensi dalam skala yang lebih besar.
Sebaliknya, pemerintah dinilai perlu memberikan dukungan terhadap UMKM, salah satunya dengan mengurangi hambatan masuk ke pasar digital bagi mereka.
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali persyaratan Surat Izin Usaha Perdagangan Elektronik (SIUPMSE) bagi penjual online akan sangat memudahkan mereka.
"Dukungan untuk UMKM dengan tidak mewajibkan mereka dari persyaratan SIUPMSE adalah strategi yang jauh lebih dapat dibenarkan untuk membantu mereka mengembangkan bisnis dan meningkatkan produktivitas mereka," imbuh Pingkan.
Penelitian CIPS merekomendasikan, Kementerian Perdagangan perlu merevisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 terkait sanksi administratif untuk bisnis online informal dan membebaskan UMKM online dengan situs web bisnis mereka sendiri dari persyaratan Surat Izin Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUPMSE).
Kemudahan ini akan mendorong UMKM untuk memasuki pasar digital dan mendapatkan manfaat dari transformasi ekonomi menuju digital.
Pingkan menambahkan, upaya untuk formalisasi bisnis online melalui PP 5/2021, PP 5/2019 dan Permendag 50/2021 harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengakibatkan migrasi penjual ke platform yang kurang aman, seperti berjualan melalui media sosial, yang dapat merugikan konsumen.
"UMKM yang menjalankan website mereka sendiri juga dapat dibebaskan dari kewajiban untuk mendapatkan SIUPMSE. Kegagalan mendapatkan SIUPMSE akan berdampak pada UMKM, yang biasanya memang menunjukkan kesadaran yang lebih rendah akan kewajiban perizinan," kata Pingkan.
SIUPMSE untuk UMKM dapat ditawarkan sebagai lisensi non-wajib.
Menurut Pingkan, Kementerian Perdagangan misalnya, dapat memberikan insentif berupa pemberian "label" atau sertifikat terdaftar atau bersertifikat bagi mereka yang bersedia memperoleh SIUPMSE untuk membantu branding digital mereka.
Baca juga: Hutama Karya dorong UMKM dapat naik kelas melalui Program PUMK
Baca juga: PHR gandeng Politeknik Bengkalis tingkatkan kualitas UMKM
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB