Pekanbaru, (antarariau.com) - Warga Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau memilih untuk mengakhiri konflik dengan perusahaan industri kehutanan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang sudah berlangsung sekitar tiga tahun.
Tokoh pemuda Desa Mengkirau, Toyib, ketika dihubungi dari Pekanbaru, Sabtu, mengatakan mayoritas warga sudah menyadari bahwa selama ini mereka dipengaruhi oleh kelompok tertentu untuk melakukan penolakan terhadap perusahaan.
Kelompok yang diprovokasi oleh Serikat Tani Riau (STR) diakuinya menimbulkan konflik di tengah warga sendiri, dan menimbulkan kerugian bagi warga sendiri karena mengakibatkan perpecahan.
"Konflik ini hanya merugikan warga," kata Toyib.
Ia menjelaskan, kelompok dari STR saat itu kerap mengintimidasi warga yang menginginkan ada investasi masuk ke Pulau Padang. Bahkan, STR juga mengancam warga yang tidak bergabung ke pihak mereka sehingga warga ada yang dikucilkan.
"Gambaran parahnya saat itu, ketika ada hajatan pesta nikah maka warga yang pro RAPP tidak diundang. Begitu juga kalau warga itu mengundang hajatan, tidak ada warga yang kontra datang padahal kita awalnya satu saudara," katanya.
Meski begitu, ia mengatakan mayoritas warga sudah sadar untuk menyudahi perpecahan dan saat situasi Pulau Padang sudah kondusif kembali, warga berharap jangan ada pihak lain yang mencoba memperkeruh suasana.
Penyesalah terhadap konflik antarwarga juga disesalkan oleh warga yang dulu sangat menolak kehadiran RAPP di Pulau Padang.
Ketua Forum Komunikasi Kepala Desa se-Kecamatan Tasik Putri Puyuh, Sutrisno, mengatakan ia mengaku menyesal pernah menjadi salah satu penggerak dalam Forum Komunikasi Masyarakat Penyelamat Pulau Padang yang didukung STR.
Menurut dia, saat itu Sutrisno pernah membawa 250 kepala keluarga untuk mendemo Bupati Kepulauan Meranti untuk mengusir RAPP dari Pulau Padang. Namun, ia kini mengaku sadar bahwa keberadaan STR juga tidak membawa perubahan berarti bagi masyarakat selain perpecahan.
Tapi ternyata STR juga ditunggangi oleh kepentingan yang tidak jelas. Karena itu saya pilih ke luar dari forum," kata Sutrisno yang juga Kepala Desa Kudap.
Seorang warga lainnya, Aizan, menambahkan keberadaan perusahaan ternyata memberi manfaat karena membuka lapangan kerja baru.
Aizan kini mengaku usahanya di bidang perkapalan mulai membawa hasil, karena dia sudah memiliki dua kapal yang mampu menyerap 50 tenaga kerja lokal.
"Dulu saya tidak tahu apa-apa, lalu dibantu RAPP untuk dilatih tentang usaha, dan Alhamdulillah sudah punya dua kapal sekarang. Tentunya saya lebih memilih lebih baik membangun Pulau Padang dengan adanya investor yang masuk supaya perekonomian masyarakat meningkat, daripada kita saling bermusuhan yang hancur kita sendiri," katanya.
Sebelumnya, Menteri Kehutanan Zaulkifli Hasan memberi lampu hijau bagi RAPP untuk kembali beroperasi di Pulau Padang untuk pengembangan hutan tanaman industri setelah persoalan konflik dengan warga sudah selesai. Kemenhut pernah membekukan kegiatan perusahaan di konsesi seluas 40 ribu hektare di Pulau Padang akibat adanya konflik dengan masyarakat.
Menurut Menhut, keinginan masyarakat sudah diakomodir dengan mengeluarkan 15 ribu hektare dari konsesi untuk masyarakat.