Imajinasi Ekonomi Riau Untuk Kesejahteraan Rakyat? bagian III-Habis

id imajinasi ekonomi, riau untuk, kesejahteraan rakyat, bagian iii-habis

Imajinasi Ekonomi Riau Untuk Kesejahteraan Rakyat? bagian III-Habis

Masih menyambung pernyataan bijak Einstein, "imajinasi adalah segalanya, imajinasi adalah penarik masa depan, dan imajinasi lebih penting daripada pengetahuan".

Imajinasi itu masih dituangkan oleh ekonom Universitas Riau Ediyanus Herman Halim. Kali ini melalui aspek peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) para pelaku usaha kecil menengah dan perajin lokal.

Pada aspek sumber daya manusia, Ediyanus, Senin (24/9), berimajinasi bagaimana agar mereka (UKM/perajin kecil) mendapatkan pembimbingan dan pelatihan serius terkait 'skill' dan teknis agar mereka bisa menghasilkan ragam produk yang memiliki kualitas baik dan memiliki daya saing pasar yang optimal.

"Hal demikian yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan dan keunggulan tersendiri bagi para perajin dan pelaku usaha kecil itu sendiri," katanya.

Menurut Ediyanus, saat ini untuk mendorong teralisasinya imajinasi itu, Riau juga telah memiliki fasilitas dan dana yang bermuasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memadai.

Seperti Balai Latihan Kerja (BLK) yang selalu ada di tiap daerah kabupaten/kota. Sebenarnya kalau difungsikan untuk meningkatkan kualitas para pelaku UKM dan perajin dengan maksimal, maka imajinasi ini akan segera terjawab.

Riau dengan sendirinya menurut dia akan mampu memunculkan perajin-perajin dan para pekerja kecil yang andal dan memberikan kontribusi positif bagi daerah ini.

Wakil Presiden Boediono sebelumnya di Jakarta juga telah meminta pemerintah daerah untuk mengoptimalkan fungsi BLK, sehingga bisa memberikan peluang kerja bagi generasi muda.

"Saya mengerti berbagai daerah ada BLK, saya mengerti tidak semua dioptimalkan. Atasi, gunakan 'resources' ini," kata Boediono dalam pengantar rapat kerja pemerintah 2012 di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, pemerintah daerah bisa menjalin kerja sama dengan berbagai industri di daerah untuk mengoptimalkan BLK. Optimalisasi BLK, katanya, harus diprioritaskan untuk menampung tenaga kerja usia muda.

Jumlah angkatan kerja usia muda di Indonesia cukup banyak. Menurut Boediono, mereka belum mendapat perhatian yang cukup.

Boediono menegaskan, permasalahan lapangan kerja sangat terkait dengan permasalahan kemiskinan. Tingkat kemiskinan bisa ditekan jika lapangan kerja bisa memberikan manfaat kepada rakyat.

Pemerintah, kata Boediono, terus melakukan sejumlah program pengurangan kemiskinan secara nasional. Bahkan, pemerintah telah membentuk tim khusus untuk menjalankan program tersebut.

"Di tingkat daerah masing-masing sudah diminta untuk membentuk tim serupa. Tim daerah ini akan menjadi suatu jaringan dengan tim nasional," katanya.

Pemerintah saat ini sudah memiliki data penduduk miskin secara nasional. Data itu mencakup 40 persen penduduk yang masuk dalam kategori miskin.

"Jadi ini merupakan informasi yang bisa digunakan bersama untuk merumuskan sasaran dari program yang tujuannya untuk mengentaskan kemiskinan," katanya.

Program Prioritas

Pemerintah Pusat melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2012 ini mengutamakan program pembenahan terhadap sebanyak 237 BLK milik Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, termasuk Riau.

Proses pembenahan 237 BLK milik pemda tersebut akan mengacu pada model pembangunan dan pengembangan 11 BLK milik Kemenakertrans yang selama ini telah berhasil menjadi proyek percontohan di Indonesia.

Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kemnakertrans Abdul Wahab Bangkona beberapa waktu lalu di Jakarta mengatakan pembenahan BLK-BLK milik pemerintah daerah (pemda) ini dilakukan juga sebagai upaya menekan angka pengangguran yang tersebar di daerah-daerah.

"Keberadaan BLK-BLK terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan dan kompetensi para pencari kerja. Rata-rata lulusan BLK langsung diserap pasar kerja bahkan tak sedikit lulusan BLK yang mampu membuka lapangan kerja baru dengan berwirausaha," kata Abdul Wahab Bangkona.

Abdul Wahab mengatakan salah satu faktor timbulnya pengangguran adalah tidak terserapnya lulusan pendidikan oleh dunia industri karena mereka tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan pasar kerja.

Oleh karena itu, Kemenakertrans terus melakukan proses pelatihan, sertifikasi dan penempatan untuk para pencari kerja dan masyarakat umum sehingga nantinya lulusan BLK langsung dapat terserap pasar kerja.

Abdul Wahab menjelaskan ada tiga komponen penting dalam menjalankan revitalisasi BLK, yakni orientasi dan kurikulum yang jelas, infrastruktur bangunan dan peralatan pelatihan yang memadai serta instruktur yang berkualitas.

Optimalisasi BLK

Agar keberadaan BLK lebih optimal, katanya, perencanaan awal harus dilakukan dengan matang serta tujuan dan programnya terukur. Sedangkan tahapan lainnya adalah memaksimalkan fungsi BLK melalui analisa orientasi kebutuhan dan potensi yang ada di daerah-daerah.

Nantinya akan ditekankan pada jenis pelatihan sesuai yang dibutuhkan di daerah masing-masing. Seperti pelatihan keterampilan kejuruan otomotif, las, bangunan kayu dan batu, elektonik, komputer, teknologi informasi, menjahit, kerajinan tangan, pertanian dan perkebunan, serta lainnya.

Data Kemenakertrans tahun 2011, jumlah BLK yang sedang beroperasi adalah 237 balai milik Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota terdiri dari 195 Balai Latihan Kerja Industri, 18 Balai Latihan Ketransmigrasian dan 24 Balai Pengembangan Produktivitas.

Sedangkan Kemenakertrans mengelola 18 Balai Latihan yang terdiri dari 11 Balai Latihan Kerja Industri, enam Balai Latihan Ketransmigrasian dan satu Balai Pengembangan Produktivitas.

Di samping itu, saat ini sedang dibangun 58 BLK yang belum beroperasi karena menunggu kesiapan infrastruktur terutama kelengkapan gedung workshop, peralatan pelatihan dan instruktur.

Dengan demikian apabila seluruh BLK yang telah dibangun dan beroperasi maka seluruhnya akan menjadi 313 Balai Latihan. Pelatihan kerja juga diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan jumlah lebih dari 3.000 lembaga.

Diharapkan, imajinasi peningkatan ekonomi ini juga mampu menyejahterakan rakyat khususnya untuk wilayah Riau yang memang memiliki segalanya.

Pemanfaatan Agribisnis

Masih imajinasi Ekonom Universitas Riau (UR) Ediyanus Herman Halim bahwa peningkatan ekonomi kerakyatan di Riau dan berbagai wilayah Tanah Air juga dapat dengan memanfaatkan terminal agribisnis.

Sesuai dengan fungsinya, terminal agribisnis diharapkan mampu mendistribusikan ragam hasil produk kerajinan dan para pelaku usaha kecil dan menengah di "Bumi Lancang Kuning" itu hingga ke berbagai wilayah nusantara bahkan hingga menembus pasar internasional.

"Terminal agribisnis, jangan justru difungsikan sebaliknya. Hanya untuk menampung produk impor yang pada akhirnya menyudutkan perekonomian rakyat," katanya.

Sebaiknya, kata Ediyanus, terminal agribisnis mampu menjadi wadah yang sangat kompeten dan sangat baik untuk pengembangkan perekonomian rakyat di masa mendatang.

Saat ini Riau juga telah memiliki terminal agribisnis yang bertempat di sekitar wilayah Pelabuhan Kota Dumai, suatu daerah yang juga dikenal dengan sebutan "Mutiara Timur Pantai Sumatra".

Terminal agribisnis yang sebelumnya dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Pembangunan Dumai Bersemai itu, terhitung sejak bulan Mei 2011 telah kembali ditangani Pemda Kota Dumai.

Pengalihan pengelolaan aerminal agribisnis ini juga berdasarkan penilaian dan audit perjalanan kinerja perusahaan yang nyata-nyata tidak mampu menghidupkan fungsi terminal. Sehingga, Pemkot Dumai bersama Pemprov Riau menyimpulkan pengelolaan terminal itu harus dikaji ulang dan dilakukan pembenahan.

Untuk mencari formula yang tepat dalam hal mengelola dan mengembalikan fungsi terminal agribisnis itu, Pemkot Dumai akan membuka kesempatan kepada pihak ketiga yang berkompeten dan mampu meyakinkan bisa menyemarakkan kembali potensi dan fungsi terminal yang dibangun dengan "budget sharing" Pemkot Dumai dan Pemprov Riau tersebut.

Namun sampai saat ini, terminal agribisnis Dumai kenyataannya belum juga berfungsi sebagaimana mestinya. Kekosongan masih tampak di berbagai ruang yang tersedia di terminal dengan arsitektur modern itu.

Lagi-lagi, upaya peningkatan ekonomi kerakyatan di Riau masih sebatas imajinasi. Entah kapan akan terealisasi sebelum ditelan keserakahan investor yang makin tahun terus menjamur. (habis)