Kisah Marni berjuang 35 hari melawan COVID-19

id marni, protokol kesehata, berita pekanbaru,corona pekanbaru,corona riau, covid pekanbaru

Kisah Marni berjuang 35 hari melawan COVID-19

Sejumlah dokter memeriksa hasil rontgen pasien terduga COVID-19 di Poli Pinere RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (9/7/2020). (ANTARA/FB Anggoro)

Pekanbaru (ANTARA) - Bagi Marni, karyawan swasta di salah satu perusahaan BUMN di Kota Pekanbaru, yang tinggal di Kecamatan Tampan, mau tak mau harus menahan sesak di dada, terhimpit depresi sesaat ia dideteksi telah terpapar COVID-19. Mau menangis sepertinya air matanya tidak akan bisa keluar, apalagi menangis pun tidak akan bisa merubah keadaan dirinya yang sudah terpapar virus menyeramkan itu.

Menurut Marni (nama samaran), dirinya mulai terpapar COVID-19 saat akan berangkat ke Pekanbaru dari Medan. Pada saat itu, pukul 04.00 WIB, ia sudah di bandara karena harus terbang pukul 07.00 WIB. Padahal, malam sebelum Marni ke Pekanbaru, ia nongkrong bersama teman-temannya hingga jam 12 malam. Setelah sampai di Pekanbaru, pukul 15.00 WIB Marni harus masuk kerja.

Menurut gadis berusia 23 tahun ini, kurangnya istirahat dan imun yang lagi rendah menjadi penyebab dirinya mudahnya terpapar virus corona.

"Kemungkinan karena baru pulang jam 12 malam, dan harus udah ke bandara jam 4 paginya, sampai di Pekanbaru pun langsung kerja," katanya.

Kebetulan, setelah Marni mulai bekerja lagi, kantornya memfasilitasi tes usap. Ia mengikuti tes usap tersebut walaupun sebelumnya sudah tes cepat untuk persyaratan terbang ke Pekanbaru. Betapa kagetnya ketika hasilnya keluar, Marni dinyatakan positif COVID-19.

Awal saat terpapar COVID-19, Marni sama sekali tidak merasakan gejala apapun, dan ia disarankan untuk isolasi di rumah saja.

"Senin aku dites usap, Selasa terasa demam, dan Rabunya udah lebih baik. Pada Rabu itu juga hasil tes usap saya keluar, saat itu langsung dikontak atasan untuk disuruh pulang karena hasilnya positif," cerita Marni.

Marni kembali mengisahkan dirinya pada hari keenam saat menjalani isolasi di rumah, dan saat itu Marni pun mulai merasakan tidak bisa merasakan bau, batuk dan susah bernafas. Ia langsung menghubungi dokter dan segera dirujuk ke RSD Madani Kota Pekanbaru.

Di rumah sakit itu, Marni langsung diberi penanganan saturasi oksigen (SO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen yang diikat hemoglobin di dalam aliran darah. Hal itu berfungsi juga untuk mengetahui tingkat kecukupanoksigen. Bisa jadi oksigen di dalam tubuh tidak sampai ke otak, faktor itulah yang dapat menyebabkan pasien COVID-19 tak sadarkan diri untuk sementara hingga selamanya.

Selain itu, ia juga dirontgen paru-parunya, cek darah untuk mengetahui ada virus atau penyakit lain selain COVID-19, dan juga tes usap ulang.

"Tes usap ulang perlu dilakukan untuk memastikan apakah sudah negatif selama tujuh hari isolasi mandiri di kos, setelah itu dokter mengajukan untuk dirawat atau diisolasi di rumah sakit karena hasil cek oksigen menunjukkan oksigen dalam tubuhku tidak cukup sehingga langsung diberikan penanganan. Hasil rontgen di paru-paru ternyata memang ada infeksi akibat si COVID-19 itu tadi sehingga ada lendir. Dokter juga kasih obat-obatan untuk itu," katanya dengan suara bergetar menahan kesedihan.

Saat diisolasi di rumah sakit, Marni merasakan gejala baru di tubuhnya, dadanya menjadi sesak dan kulitnya gatal-gatal hingga meninggalkan bekas merah. Berikutnya ia pun diberi vitamin dan injeksi obat-obatan untuk mengurangi virus. Selain itu, Marni juga rutin olahraga ringan agar meningkatkan daya tahan tubuhnya.

Isteri dokter Oki Alfin menangis di kursi roda saat melepas jenazah suaminya yang meninggal akibat COVID-19, di RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Sabtu (12/9/2020). Almarhum dokter Oki terpapar Virus Corona dari pasien yang dirawatnya di Puskesmas Gunung SahilanI, Kabupaten Kampar, dan kemudian turut menularkan virus ke isterinya. (ANTARA/FB Anggoro)


Dukungan kerabat

Selama ia berjuang melawan COVID-19 keluarga dan teman-temannya selalu memberinya dukungan melalui telepon maupun video call. Bahkan sesekali teman-temannya menjenguknya di rumah sakit walaupun hanya bisa melihat dari jendela ruang isolasi.

Setelah 14 hari diisolasi di RSD Madani Kota Pekanbaru dan sudah tes usap kelima atau terakhir, hasilnya dirinya dinyatakan sudah negatif COVID-19 dan diperbolehkan untuk pulang tetapi tetap isolasi mandiri selama 14 hari.

"Sepertinya saya harus tetap disiplin dan tidak bisa meremehkan lagi virus yang mengerikan ini. Semua berawal dari mengabaikan protokol kesehatan, atau tidak jaga jarak fisik aman. Olehnya, hindari keramaian, cuci tangan dengan hand sanitizer, bersihkan badan, ganti pakaian setelah ke luar rumah, dan pakai masker agar tidak terpapar COVID-19 lagi," katanya sebagai self reminder serta mengingatkan sebagian masyarakat yang masih membandel di luar sana.

Secara terpisah, Direktur Utama RSD Madani dr Mulyadi mengatakan hal efektif untuk mencegah terpapar corona adalah disiplin menerapkan protokol kesehatan. "Kalau tidak ada hal penting lebih baik di rumah saja," kata dr Mulyadi yang juga Jubir Gugas COVID-19 Kota Pekanbaru.

Lebih jauh dia mengatakan, untuk penyediaan obat-obatan pasien COVID-19 rumah sakit dibantu oleh Pemrov Riau, Kemenkes RI, dan dari APBD Kota Pekanbaru sesuai dengan gejala yang dialami pasien positif COVID-19 dan standarisasi yang diarahkan Kementerian Kesehatan RI.

Pengalaman Marni sudah seharusnya menjadi pengalaman berharga agar masyarakat lainnya agar tidak mengabaikan protokol kesehatan. Banyak anggapan orang berusia muda tidak mudah terpapar terpapar COVID-19 karena memiliki imunitas tinggi. Hal itu sangatlah tidak tepat. Sudah banyak contohnya. Warga biasa bahkan seorang dokter di Riau meninggal dunia akibat COVID-19 saat berusia muda.

Hingga Juamt (25/9), jumlah kasus terkonfirmasi positif di Riau sebanyak 6.314 orang, yang terinci 1.385 orang isolasi mandiri, 852 orang sembuh, 2.946 sembuh dan 131 meninggal dunia.

Tentunya, kita tidak ingin menjadikan data itu bertambah, terlebih lagi menjadi bagian di angka yang terakhir. Mari disiplin berprotokol kesehatan dan tetap berdoa.