DPR: Presiden minimalisasi konflik Aparat-Warga

id dpr presiden, minimalisasi konflik aparat-warga

Pekanbaru, (ANTARARIAU News) - Anggota Komisi III DPR RI (Bidang Hukum dan HAM), Bambang Soesatyo (Fraksi Partai Golkar), mengatakan, pihaknya di Parlemen meminta Presiden segera meminimalisasi konflik berdarah yang melibatkan aparat kontra warga.

"Kami minta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak boleh 'minimalis' dalam menyikapi konflik berdarah yang terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini," katanya kepada ANTARA Pekanbaru, melalui jejaring komunikasi, Senin.

Ia mengatakan itu, terkait konflik-konflik berdarah terkini yang banyak membuat warga sipil jadi korban tewas.

Yakni, antara lain di Abepura, Papua (pembubaran upacara bendera Bintang Kejora), Timika, Papua (pembubaran unjuk rasa buruh Freeport), tragedi Mesuji, Sumatra (pembubaran petani sawit) serta Bima berdarah (pembubaran rakyat dari Pelabuhan Sape).

"Harus ada upaya dan inisiatif dari presiden meminimalisasi konflik berdarah antarwarga, apalagi warga versus aparat keamanan," tandasnya.

Dikatakannya, berbagai kalangan prihatin, karena intensitas tindak kekerasan berdarah yang muncul dalam konflik antarwarga, maupun warga kontra aparat, cenderung meningkat.

"Sesudah beberapa kekerasan berdarah di Papua, masyarakat dikejutkan oleh pembantaian di Mesuji," ujarnya.

Lalu, lanjutnya, ketika tim pencari fakta (TPF) masih mendalami Kasus Mesuji, konflik berdarah yang melibatkan warga versus aparat, terjadi lagi di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (24/12) lalu.

"Konflik di Bima menyebabkan pula beberapa korban dari warga sipil tewas. Ironisnya, puluhan lainnya ditetapkan sebagai tersangka pelaku (kerusuhan)," ungkapnya.

Ia menambahkan, inti keprihatinannya, ialah, selalu saja ada korban tewas, baik karena tindak kekerasan antarwarga, maupun karena bentrok warga kontra aparat, sebagaimana di Bima maupun Mesuji.

"Kalau sudah ada korban jiwa yang tewas, persoalan siapa salah, siapa benar, bukan lagi yang utama," katanya

Bambang berpendapat, jika sudah begini, persoalan utamanya, ialah, mengapa nyawa manusia harus dikorbankan, sementara setiap permasalahan bisa diselesaikan melalui dialog, musyawarah atau proses hukum?.

"Kalau kecenderungan ini tidak segera dikendalikan, saya khawatir akan menjadi preseden. Dalam arti, kelompok-kelompok masyarakat menghalalkan tindak kekerasan, termasuk membunuh, untuk menyelesaikan setiap persoalan yang mengemuka di ruang publik," tegasnya.

Kecenderungan ini, menurutnya, sangat berbahaya. "Karena itu, Presiden Yudhoyono harus menunjukkan kepeduliannya," tuturnya.

Dikatakan, rentang waktu antara kekerasan di Papua, Mesuji dan Bima terbilang terlalu pendek.

"Tidak bijaksana jika presiden minimalis. Rangkaian peristiwa kekerasan berdarah itu barangkali akan menggejala di mana-mana. Sebagai kepala pemerintahan, presiden harus merespons gejala negatif itu," tandasnya.

Menyikapi rangkaian presiden berdarah itu, lanjutnya, presiden tidak boleh lepas tangan karena alasan otonomi daerah.

"Sebaliknya, presiden justru harus pro aktif berkomunikasi dengan kepala-kepala daerah yang menjadi lokasi peristiwa berdarah itu," kata Bambang Soesatyo.