Pekanbaru (ANTARA) - Sempat mangkir pada panggilan pertama, mantan Kepala Dinas PendidikanProvinsi Riau, Rudyanto memenuhi "surat cinta" penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau terkait dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Pendidikan Riau.
"Iya, ada (pemeriksaan Rudyanto)," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Hilman Azizi saat dikonfirmasi terkait pemeriksaan Rudyanto, Kamis.
Rudyanto diperiksa terkait dugaan rasuah kegiatan pengadaan media pembelajaran perangkat lunak berbasis Informasi Teknologi dan Multimedia untuk jenjang SMA di Disdik Riau. Dalam perkara itu, Rudyanto masih berstatus sebagai saksi.
Rudyanto sejatinya diperiksa pada Senin (13/7) kemarin. Namun saat itu, Staf Ahli Bidang Pembangunan dan Infrastruktur Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Riau itu memilih mangkir. Penyidik selanjutnya melayangkan surat cinta pemanggilan kedua.
Saat ditanya alasan Rudyanto tidak memenuhi pemanggilan pertama, Hilman mengaku belum menerima laporan dari penyidik.
"Yang penting dia (Rudyanto) sudah hadir," sebut mantan Kepala Kejaksaan NegeriPonorogo, Jawa Timur itu.
Dalam perkara ini pihaknya telah memeriksa belasan saksi. Mereka berasal dari kalangan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Disdik Riau, dan pihak swasta. Selanjutnya, penyidik masih menunggu hasil penghitungan kerugian keuangan negara (PKN) yang dilakukan auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kalau tak salah lebih 10 orang saksi," kata dia.
"Sebetulnya proses ini, kita lebih kepada ahli BPK," sambung Aspidsus.
Jika proses itu telah dilakukan, dia meyakini bahwa penyidik akan segera melakukan gelar perkara. Proses itu, kata dia, untuk penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
"Setelah itu (hasil audit PKN,red), Insya Allah akan dilakukan gelar perkara. Dalam waktu dekat ini akan ada penetapan tersangka," pungkas Hilman Azazi.
Untuk diketahui, kegiatan itu dikerjakan pada tahun 2018 lalu oleh Disdik Riau. Adapun dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau senilai Rp23,5 miliar.
Selain kegiatan tersebut, Korps Adhyaksa juga tengah mengusut dua kegiatan lainnya di Disdik Riau. Adapun kegiatan dimaksud adalah pengadaan komputer untuk pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Atas (SMA), dan di jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Pengusutan dugaan penyimpangan terhadap dua kegiatan tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
Dari informasi yang dihimpun, diduga terjadi praktik 'kongkalikong' dalam pembelian komputer/laptop melalui e-katalog. Barang elektronik itu sebagai persiapan peralatan UNBK di Disdik Riau. Kegiatan yang semestinya dilakukan secara independen oleh Disdik Riau terindikasi diatur oleh satu perusahaan. Dimana perusahaan tersebut mengatur dari mulai perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan.
Pembelian tahap pertama yang ditaksir sekitar Rp25 miliar, sudah berlangsung dan terindikasi menjadi 'bancakan' beberapa perusahaan dan juga dinas pendidikan. Deal-dealan tersebut, dilakukan sebelum kegiatan dilakukan oleh Disdik Riau. Pola yang dilakukan juga terbilang cukup baru dan rapi.
Disdik Riau seolah-olah melakukan pembelian secara online melalui perusahaan online shop yang sudah bekerjasama dengan LKPP. Pihak online shop kemudian membeli ke beberapa vendor yang berbeda. Sedangkan, harga yang dibuat telah disesuaikan dengan harga pasar.
PT BMD selaku salah satu perusahaan yang menandatangani kontrak dengan Disdik Riau. Selain itu, terdapat indikasi satu perusahaan sebagai penampung fee untuk beberapa perusahaan yang mengatur kegiatan tersebut.
Baca juga: Dugaan korupsi di Disdik Riau, Kejati tunggu audit kerugian negara
Baca juga: Kejati Riau panggil Sekdaprov Riau Yan Prana. Ada apa?