BMKG: Kabut Asap Sebabkan Riau Mendung

id bmkg kabut, asap sebabkan, riau mendung

Pekanbaru, 12/5 (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Pekanbaru menyatakan, kabut asap yang timbul dari peristiwa kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan cuaca di Provinsi Riau, Kamis, mendung.

"Cuaca di Riau sebenarnya cerah berawan, namun karena mengumpalnya kabut asap dari kebakaran lahan dan hutan sehingga terlihat cuaca menjadi mendung," kata analis BMKG Stasiun Meteorologi Pekanbaru, Aristya Ardhitama.

Seperti halnya di Kota Pekanbaru, lanjutnya, cuaca terlihat mendung berkabut sejak pagi hari dan kemudian mendung pada siang hari akibat tiupan angin yang membawa asap menuju dan melewati ibu kota Provinsi Riau itu sepanjang hari.

Pantauan BMKG Stasiun Meteorologi Pekanbaru menyebutkan, angin bertiup dari arah Tenggara dan dari arah Barat Daya menuju ke Timur Laut atau menuju ke Kota Dumai, Riau hingga Semenanjung Malaysia.

BMKG juga mencatat, cuaca mendung karena kabut asap itu terjadi hampir merata pada berbagai wilayah di Riau dengan suhu lebih rendah dibandingkan hari sebelumnya Rabu, (11/5), rata-rata mencapai 34,5 derajat Celcius.

Kondisi itu terjadi karena masih tingginya kosentrasi jumlah titik api di Riau, dibanding berbagai provinsi lain di Pulau Sumatera dengan jumlah sebanyak 46 titik, dari total 119 titik yang terpantau satelit NOAA pada Rabu, (11/5) sore.

Titik api terbanyak di Riau terdapat di Kabupaten Bengkalis dengan jumlah sembilan titik, kemudian disusul Kabupaten Kampar delapan titik, Rokan Hilir dan Indragiri Hulu masing-masing berbagai dengan jumlah tujuh titik api.

Kabupaten Pelalawan terdapat enam titik api, lalu Kabupaten Kuantan Singingi terdeteksi lima titik, Kota Dumai tiga titik dan Kabupaten Rokan Hulu terpantau satu titik api.

"Sedangkan selebihnya titik api tersebar di provinsi lain, diantaranya seperti Sumatera seperti Sumatera Selatan terpantau 20 titik, Sumatera Barat 16 titik, Sumatera Utara sebanyak delapan titik api," rincinya.

Bertambahnya jumlah titik api di Pulau Sumatera itu berpotensi terus terjadi, jika tidak ada upaya dari masyarakat dan pemerintah setempat menghentikan kegiatan membakar hutan dan lahan mengigat wilayah Sumatera mulai memasuki musim kemarau, jelas Ardhitama.