Jelajah sumber minyak bumi Sumbar

id Chevron

Jelajah sumber minyak bumi Sumbar

Peserta lagi memerhatikan batuan di sebuah daerah di Sumbar. (ANTARA/)

Pekanbaru (ANTARA) - Pagi itu minggu pertama Desember 2019, akhirnya tim yang terdiri dari belasan wartawan asal Riau, PT. Chevron Pasifik Indonesia ( CPI ) dengan SKK Migas, melakukan "Geology Field Trip" ke Sumatera Barat. Walau sempat nyaris tertunda karena dipertanyakan dari segi keselamatan peserta, di tengah musim hujan yang melanda daerah Sumbar yang rawan longsor itu, akhirnya kegiatan itu berlangsung juga dengan menelusuri jejak minyak bumi di daerah Minang Kabau.

Field Trip atau wisata karya ditaja Chevron untuk memberikan proses pendidikan bagi jurnalis lewat alam nyata guna melihat cara dan proses terbentuknya sebulirminyak bumi pada ratusan juta tahun lalu, hingga lapisan dan faktor pendukung adanya sumber minyak bumi.

Walau melelahkan, perjalanan darat selama tiga hari itu sungguh luar biasa karena memberikan pengalaman pertama bagi jurnalis serta menciptakan kekaguman mendalam bagi Sang Pencipta atas karyaNya yang tidak terperi untuk umat manusia. Kesimpulannya ternyata sebulir minyak yang dihasilkan dan kini dinikmati manusia, butuh waktu ratusan bahkan jutaan tahun lamanya untuk bisa diuraikan oleh alam di perut bumi. Tidak salah ahli geologimenyatakan migas adalah sumber daya alam yang tidak bisa dibaharui.

"Ini adalah bentuk ucapan terimakasih Chevron dengan hubungan selama ini bersama media, selain itu untuk memberikan ilmu kepada jurnalis tentang pembentukan bumi dan migas," kata Manager Corporate Communication PT CPI Sonitha Poernomo.

Sonita mengaku perjalanan ke laboratorium geologialam tersebut juga pengalaman pertamanya selama bertugas di Chevron. Ia bahkan menemukan banyak kenangan baru dari rangkaian perjalanan itu.

"Lewat acara ini kita lebih dekat lebih baik, saya dapat pengalaman daribelasan wartawan Riau yang ikut field trip, semoga tajaan Chevron menelusuri jejak minyak bumi di Sumatera Barat bermanfaat," imbuh dia.

Ia berharap "Geology Field Trip" ini akan membawa ilmu baru bagi jurnalis, karena langsung mendapatkan pengetahuan yang belum pernah terjangkau sebelumnya langsung dari orang yang ahli di bidangnya.

"Sehingga teman-teman wartawan bisa menanyakan hal yang ditemukannya ke orang yang tepat dan mendapatkan jawaban yang pas," ujar Sonita.

Sumbar laboratorium geology

Exploration Geologist Chevron, Agus Susianto sebagai pemandu "Geology Field Trip" menjelaskan Sumbar adalah laboratorium gelogialam yang tersedia di Sumatera. Sebagai wilayah yang lengkap dengan petunjuk nyata singkapan sumber minyak bumi. Apa yang ada di dalam perut bumi, lapisan batuan, cara pembentukannya, proses jutaan tahunnya bahkan model kejadiannya bisa dilihat secara nyata pada permukaan alam minang kabau itu.

"Awalnya, daratan Sumatera ini merupakan lautan. Karena terjadi tekanan akibat pergeseran lempeng tektonik, lapisan batuan bumi bisa terlipat, sehingga batuan yang semula ada di bawah laut atau bahkan di perut bumi kemudian bisa terdorong ke atas permukaan.

Proses selanjutnya terjadi sedimentasi ke daerah yg berbentuk cekungan dari daerah yang terangkat tinggi di permukaan.

Batuan landasan atau basemen pulau Sumatera tersusun oleh beberapa pecahan lempeng benua tua yang saling menyatu, termasuk pecahan lempeng yang berasal dari bagian Australia yang menempel membantu terbentuknya daratan Sumatera," terangnya.

Untuk mempelajari cekungan Sumatera Tengah sebagai tempat penghasil migas salah satunya di Riau, para ahli sudah melakukan pemetaan seismik dan pengeboran. Dimana cekungan dan reservoir memiliki bentuk tertentu dan sebagainya, walau hanya dapat dilihat lewat penginderaan citra satelit dan pengeboran.

Maka agar lebih leluasa mempelajari skala dan dimensi dari sebuah cekungan yang kini masih berada di kedalaman 3-4 kilometer di bawah permukaan bumi, bahkan lebih dalam lagi para jurnalis bisa melihat langsung di tempat asalnya Sumbar.

"Yang terjadi di Sumbar adalah model yang mirip, konfigurasi dan sejarah geologinya dari cekungan yang ada di Riau namun dia sudah terangkat ke permukaan oleh proses tektonik, sehingga bisa kita amati dan rasakan langsung batuan induk, bahkan sebagai basement atau bantuan landasan cekungan juga ada," tuturnya.

Kondisi di Sumbar bisa menggambarkan lebih akurat untuk memperkirakan apa yang ada di bawah perut bumi Riau karena mirip dengan yang ada di permukaan Sumatera Barat.

"Sumbar bahkan laboratorium geologi alam di sana tersedia singkapan-singkapan, mulai dari batuan landasan, wadah dari cekungan, batuan induk, contoh reservoar, jebakan, batuan tudung dan proses terjadinya cekungan, lengkap," imbuhnya.

Bahkan contoh cekungan yang ada bisa digambarkan karena ada modelnya yakni Danau Singkarak, yang merupakan danau moderen yang cukup menggambarkan apa yang terjadi 30-40 juta tahun lalu di cekungan Sumatera Tengah Riau.

Dari napak tilas "Geology Field Trip" singkapan yang bisa dijadikan laboratorium geology alam dimulai dari Bangkinang perbatasan dimana terdapat contoh tudung atau seal, sebagai penutup organisme migas agar tidak menguap ke permukaan.

Lalu di Koto Panjang, dekat PLTU tim menemukan batuan landasan. Kemudian di Tanjung Balik ada reservoar, grup sihapas. Payakumbuh, tepatnya Kecamatan Harau ditemukan endapan yangsetara dengan grup pematang. Lalu di Sawah Lunto, Ombilin, Solok terdapat batuan induk dan Gubuk Chino ditemukan batuan granit, terakhir model cekungannya ditemukan pada Danau Singkarak.
Suasana perjalanan ke Sumbar. (ANTARA/)


Empat faktor

Agus Susianto menjelaskan ada empat elemen yang membentuk minyak bumi dan gas (Migas) yakni Charge artinya pengisian atau sumber, Reservoir atau reservoar berupa batuan untuk wadah, Seal batuan tutup, dan Trap atau Jebakan.

Elemen-elemen tersebut harus lengkap untuk menentukan ada tidak sebuah akumulasi hidrokarbon minyak dan gas di sebuah daerah atau sebuah cekungan sedimenter, jika tidak maka bulir minyak tidak bisa terbentuk.

Elemen pertama sebagai sumber charge atau pengisian terdiri dari 3 subelemen, Source Rock atau batuan induk. Batuan induk adalah batuan yg kaya akan material organik dari sisa organisme hidup pada masa diendapkannya batuan itu. Umumnya batuan induk diendapkan di lingkungan danau atau laut.

Di sini diartikan sebagai bahan yang akan menjadi migas. Ini bisa didapat jika dia berbentuk cekungan untuk wadah endapanatau sedimen air yang mengalirkan fosil mikro organis dan tumbuhan.

Dalam teori, migas terbentuk dari sisa makhluk hidup, maka cekungan yang ada pada kondisi tertentu jika dipenuhi tumbuhan serta hewan air hidup maka tercipta lingkungan yang sangat kaya sumber pembentuk minyak.

"Minyak dan gas bumi dipercaya diperoleh dari sisa makhluk hidup, yang kondisi idealnya terendapkannya sisa tumbuhan air seperti ganggang, lumut, plankton, ikan, jasad organik juga tanaman tingkat tinggi seperti paku-pakuan, rumput, kayu, yang tumbuh di rawa, danau atau laut. Jika pada saatnya mati, maka akan terendapkan di dasar cekungan," ujar Agus.

Selanjutnya jika proses ini terus- menerus terbentuk hingga ratusan tahun bahkan jutaan, maka akan tercipta lapisan sedimen yang kaya akan organik. Seiring waktu jika lapisan ini segera ditutup oleh batuan berbutir halus berupa lempung atau serpih, atau seal maka dia akan terlindungi dari oksidasi atau pembusukan oleh oksigen dalam air dan itu yang jadi syarat proses tahapan penguraian menjadi migas.

Proses itu terjadi berulang hingga lama dan terbentuk batuan induk yang tebal, lalu diikuti oleh cekungan yang alami penurunan atau pendalaman karena sebuah kejadian gerekan bumi, sehingga makin dalam lalu di tutup lagi. Semakin dalam letak lapisan organik tadi ke perut bumi umumnya akan mengalami peningkatan suhu, lapisan tadi karena mengalami pemasanan dari landasan perut bumi, selama jutaan tahun organisme akan mengalami pematangan untuk menjadi bulir minyak bumi atau Maturation.

"Seperti memasak santan menjadi minyak kelapa butuh pemanasan untuk menguapkan air, dalam hal migas butuh jutaan tahun lamanya untuk menghasilkan bulir minyak," urainya.

Agar menjadi batuan induk yang baik dalam memanaskan lapisan organik bisa matang dibutuhkan perbandingan

Satu ton batuan induk dengan 10 kg sedimen atau endapan organik.

Setelah menjadi minyak maka terjadi Migration atau perpindahan minyak dan gas dari batuan induk ke reservoar hingga menuju ke posisi jebakannya.

Reservoirmerupakan rumah bagi akumulasi hidrokarbon minyak dan gas.Batuan reservoir umumnya berupa sedimen batupasir dan batugamping. Jenis batuan lain bisa juga bisa menjadi reservoar, namun volumenya lebih kecil. Kunci penentu sebuah batuan bisa menjadi reservoir atau tidak yakni porositas batuan tersebut.

Agar tidak menguap ke pemukaan ada seal yakni batuan tudung atau penutup. Untuk mencegah hidrokarbon minyak dan gas lolos ke permukaan karena sifatnya yg lebih ringan dari air, maka diperlukan tutup penahan. Batuan tudung umumnya terbentuk dari batuan sedimen berbutir halus seperti batuserpih (shale), arau batulempung (clay) atau bisa juga lapisan garan (salt).

Terakhir minyak bisa bertahan harus dalam Trap atau jebakan. Jebakan diperlukan untuk menghentikan pergerakan migas sebelum kemudian ditemukan lalu dieksplorasi.