Pengembangan Riset Kelautan Tunjang Visi Poros Maritim

id pengembangan riset kelautan tunjang visi poros maritim

Pengembangan Riset  Kelautan Tunjang Visi Poros Maritim

Jakarta (Antarariau.com) - Inovasi merupakan salah satu kata yang kerap didengungkan di dalam era digitalisasi seperti sekarang ini, di mana perubahan tren kerap terjadi tidak lagi dalam hitungan tahun.

Tidak heran bila sejumlah negara maju juga kerap mengalokasikan pos anggaran yang signifikan jumlahnya, di dalam pengembangan bidang riset yang dapat memunculkan beragam inovasi dan kreativitas baru.

Begitu pula dengan Indonesia, dengan visi poros maritim dunia yang telah dicanangkan Presiden Jokowi, maka pemerintah juga terus mendorong hilirisasi dari dunia riset perikanan nasional dapat semakin banyak yang diterapkan di dalam pengembangan industri kelautan agar dapat menghasilkan produk bernilai tambah.

"Hal ini penting karena inovasi sains di negara-negara maju adalah penggerak pembangunan," kata Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenrisdikti Jumain Appe, dalam acara bertajuk "Kebangkitan Riset Kelautan dan Perikanan" di Gedung Mina Bahari III, Kantor KKP, Jakarta, Selasa (9/10).

Menurut dia, pemerintah Indonesia sudah bertekad bahwa inovasi dan sains akan menjadi mesin pendorong pembangunan pengelolaan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut.

Ia mengingatkan bahwa berbagai pihak perlu mendorong kreativitas, berinovasi guna melakukan perubahan yang dibutuhkan, serta perlu ada skema bisnis atau kewirausahaan yang berkesinambungan guna mengembangkannya.

Pemerintah, lanjutnya, juga telah memperkuat riset antara lain dengan memberikan insentif, baik fiskal maupun nonfiskal kepada peneliti dan dunia industri.

Sedangkan untuk sektor kelautan dan perikanan, menurut Jumain, bidang tersebut dinilai memiliki potensi yang sangat besar seperti dari segi pangan hingga pariwisata.

Sementara itu, Kepala Badan Riset dan SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja menginginkan bangsa Indonesia dapat mengubah paradigma dari dominasi daratan menjadi berfokus kepada lautan, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo.

Menurut Sjarief, saat ini sebagian kalangan masih menganggap laut sebagai daerah yang gelap dan berbahaya, sehingga juga menimbulkan mitos di sejumlah daerah adanya kekuatan gaib yang mengelola lautan Nusantara.

Sebenarnya bangsa Indonesia pada zaman dahulu, ujar dia, sudah menjadi kekuatan adidaya di bidang kelautan, dimana nenek moyang Nusantara telah berhasil mengarungi lautan hingga Madagaskar, jauh berabad-abad lebih dahulu sebelum adanya pelaut kenamaan dari Barat seperti Christopher Colombus.

"Di masa lalu kita sudah tampil sebagai negara maritim yang hebat," kata Kepala Badan Riset dan SDM KKP itu.

Ia menambahkan, bangsa ini harus menggali kembali kekuatan masa lalu untuk menjadi kekuatan nasional saat ini.

Sjarief berpendapat bahwa paradigma Indonesia beralih dari maritim ke daratan, sejak masuknya kolonialisasi Belanda pada tahun 1596, yang bercokol sangat lama dan berabad-abad sehingga sangat berdampak kepada berbagai aspek kehidupan.

Ia memaparkan, salah satu upaya pengejawantahan visi dan misi KKP dalam penengakan kedaulatan ekonomi dan NKRI diarahkan kepada paradigma pembangunan berbasis kelautan, di mana peran dan dukungan hasil penelitian sosial-ekonomi menjadi penting sebagai akselerator pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang lestari.

Kepala Badan Riset KKP juga mengingatkan bahwa pelaku usaha perikanan nasional bahwa peluang untuk mengisi pasar domestik sangatlah besar dan saat ini belum digarap optimal.

Menurut dia, sebenarnya pasar terbesar yang bisa digarap adalah di dalam negeri dan bukannya ekspor ke luar negeri.

Sjarief mengingatkan bahwa populasi Indonesia sekitar 263 juta jiwa dengan konsumsi ikan hingga 32 kg per kapita per tahun.

Riset inovasi

Dalam acara bertajuk "Kebangkitan Riset Kelautan dan Perikanan" di Kantor KKP itu, Sjarief mengharapkan para peneliti bidang kelautan dan perikanan dapat meningkatkan riset inovasinya sehingga juga bisa membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di sektor tersebut.

"Kepada para peneliti saya berharap dapat terus berperan meningkatkan riset inovasi yang dibutuhkan dunia usaha atau dunia industri dan masyarakat, sehingga mendukung percepatan hilirisasi di Indonesia," katanya.

Menurut dia, peneliti perlu meningkatkan kerja sama dengan mitra industri, yang juga merupakan salah satu cara sinergi pemerintah dan akademisi untuk menghasilkan inovasi kelautan dan perikanan.

Dengan demikian, lanjutnya, hal tersebut juga dinilai akan semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Berdasarkan data dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tingkat pencapaian hilirisasi riset inovasi di industri di Indonesia masih sekitar 3-5 persen, terpaut jauh dengan tingkat keberhasilan China (25 persen) ataupun Amerika Serikat dan Eropa (10-15 persen).

Rendahnya kesuksesan itu, ujar dia, berkaitan dengan minimnya kerja sama antarlembaga penelitian dengan industri.

Dalam acara tersebut, Badan Riset KKP juga meluncurkan sejumlah produk inovasi, antara lain Mini AIS (Automatic Identification System), yakni transponder AIS berukuran kecil untuk meningkatkan keselamatan nelayan ketika sedang melaut, khususnya nelayan kecil.

Selain itu, juga dilaksanakan penandatangan kerja sama antara unit teknis riset dengan sejumlah mitra dalam pengembangan inovasi riset yang dihasilkan.

Penandatangan tersebut antara lain mengenai pengembangan riset dan peningkatan kesejahteran masyarakat KP dan Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara BRSDM dengan Pemkab Majene, perihal pengembangan riset dan SDM KP.

Badan Riset KKP juga melakukan penandatanganan kerja sama pralisensi, yang meliputi kerja sama dengan PT Martina Berto perihal produk kosmetik dan obat tradisional berbasis bahan aktif dari laut.

Kemudian, kerja sama dengan PT Sanbe Farma/PT Caprifarmindo perihal Vaksin Hydrogalaksi, dengan PT Biocon Natural Indonesia perihal Pengembangan Magot, dan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara Provinsi Jawa Barat.

Wakatobi-AIS

KKP juga terus memopulerkan hasil riset perikanan Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM) yaitu Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi (Wakatobi AIS) dan Aplikasi Laut Nusantara.

Kepala BRSDM KKP Sjarief Widjaja mengatakan, Wakatobi AIS diciptakan atas identifikasi terhadap tiga masalah utama yang dihadapi nelayan dalam melaut.

Permasalahan pertama adalah kurangnya kesiapan operasi nelayan dalam hal penguasaan informasi mengenai kondisi meteorologi di area target penangkapan ikan.

Kemudian, persoalan kedua adalah perlunya peningkatan keterpantauan armada-armada nelayan tradisional oleh otoritas di darat untuk mendukung ekstraksi sumber daya alam yang berkelanjutan, sekaligus sebagai data penting dalam proses penyelamatan saat para nelayan mengalami musibah di laut.

Sedangkan masalah ketiga adalah sulitnya nelayan tradisional dalam mengabarkan kondisi darurat yang mereka alami akibat terbatasnya moda komunikasi di laut sehingga tertundanya upaya penyelamatan.

Kepala BRSDM mengapresiasi pengembangan Wakatobi AIS yang memang dirancang khusus sesuai karakteristik nelayan kecil Indonesia, sehingga bentuk dan ukurannya juga dirancang sederhana mungkin agar tidak menyulitkan nelayan tradisional.

Setiap unit AIS yang berbentuk kotak berdimensi 14,5x13x20 cm dan berbobot 0,6 kg didesain dapat bekerja secara portabel dengan baterai sebagai sumber tenaga yang bisa diisi ulang setiap 20 jam pemakaian, dengan pengoperasian yang cukup mudah.

Wakatobi AIS juga dirancang untuk dapat terkoneksi ke sistem pemantauan lalu lintas kapal (VTS) yang biasa terdapat pada pelabuhan-pelabuhan dan otoritas pelayaran.

Dengan dikembangkannya Wakatobi AIS diharapkan kecelakaan laut yang sering terjadi di seluruh Indonesia seperti kapal hanyut, nelayan hilang atau kapal tenggelam dapat dihindari.

Sementara itu, Aplikasi Laut Nusantara memuat informasi lainnya seperti jarak posisi ke lokasi tujuan, konsumsi BBM, jumlah hasil tangkapan, jenis ikan tangkapan, hingga "contact person" dalam aplikasi tersebut.

Aplikasi Laut Nusantara ditargetkan untuk nelayan kecil dengan kapal di bawah 30 gross tonnage (GT).

Berbasis sistem android, aplikasi ini dapat diunduh secara gratis melalui toko aplikasi di dalam ponsel untuk mengakses informasi yang tersedia di seluruh wilayah Indonesia.

Selain itu, kalangan industri perikanan nasional diajak meningkatkan kerja sama serta memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan paten yang telah dihasilkan oleh berbagai pusat riset KKP.

"Kami harapkan hasil-hasil paten kami ke depannya bisa lebih dikerjasamakan dengan pihak industri," kata Sjarief Widjaja.

Menurut dia, pihak KKP mendorong "research center" atau pusat riset menjadi lembaga independen yang berorientasi untuk menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat melalui pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki di Nusantara.

Sjarief memaparkan, saat ini terdapat 47 pusat riset yang rata-rata memiliki luas lahan masing-masing sekitar 10-120 hektare, serta potensi yang luar biasa untuk dapat dimanfaatkan guna pengembangan penelitian perikanan.