Pekanbaru (Antarariau.com) - Pemerintah Provinsi Riau mengharapkan dana perimbangan berupa bagi hasil minyak bumi dan gas tahun 2017 dari pusat segera disalurkan karena membuat struktur anggaran pada 2018 menjadi defisit.
"Ada kebijakan tunda bayar dan salur, kita berharap pemerintah pusat bisa menyalurkan semua bagi hasil tahun 2017 yang ada peraturan presidennya," kata Sekretaris Daerah Pemprov Riau, Ahmad Hijazi di Pekanbaru, Kamis.
Defisit anggaran Riau menurutnya mencapai Rp1 triliun yang di dalamnya sekitar Rp700-an miliar adalah dana perimbangan. Jikapun tidak bisa disalurkan karena adanya perubahan harga, dia berharap bisa diberi kepastian agar ini bisa menjadi potensi pendapatan pada 2019.
Hal ini, kata dia, juga untuk mewaspadai jika terjadi tidak bisa bayar pada pihak ketiga tahun ini. Sehingga potensi pendapatan tunda salur dana perimbangan tersebut bisa ditunggu.
Meski begitu, dia mengatakan defisitnya anggaran ini menunjukkan bahwa realisasi APBD di Riau sekarang sudah lancar. Ini berbeda dengan tiga tahun lalu dimana Riau dikesankan tidak bisa belanja sehingga selalu mempunyai sisa anggaran (Silpa) berjumlah triliunan.
Justru kondisi sekarang ini kebalikan dari tahun-tahun sebelumnya. Saat ini menurutnya pendapatan asli daerah tidak signifikan kenaikannya dan di sisi lain ada penurunan bagi hasil migas dan pajak serta ditambah lagi penundaan penyalurannya.
"Ini berbanding terbalik, dulu belanja tak lancar, pendapatan normal, tak ada tunda salur, dan punya Silpa besar. Silpa ini jadi cadangan besar yang juga menghasilkan pendapatan seperti selalu akhir tahun dari deposito dan giro dapat manfaat pendapatan lain sampai setengah triliun. Sekarang karena tidak ada silpa, tak ada lagi pendapatan dari deposito dan giro," ungkap sekda.
APBD Riau tahun 2018 ini sebelumnya ditetapkan senilai Rp10,019 triliun dengan asumsi sisa lebih anggaran (silpa) 2017 senilai Rp1 triliun. Namun realisasinya silpa hanya tersisa Rp58 miliar akibat tidak tercapainya PAD dan tunda salur dana perimbangan dari pemerintah pusat.