Kakek Pembantai Harimau Meninggal Sebelum Ditahan

id kakek pembantai, harimau meninggal, sebelum ditahan

Pekanbaru, 13/7 (ANTARA) - Wiryo Asmadi, kakek berusia 92 tahun yang menjadi tersangka pembantai harimau Sumatera di Provinsi Riau, meninggal dunia sebelum sempat ditahan pihak berwajib.

"Kakek itu meninggal pada awal Juli lalu, sebelum sempat diserahkan ke kejaksaan untuk menjalani proses hukum," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Trisnu Danisworo ketika dihubungi ANTARA dari Pekanbaru, Selasa.

Kakek yang akrab disapa Pak Jenggot itu para bulan Maret lalu ditetapkan sebagai tersangka pembunuh harimau. Kakek yang berasal dari Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, itu tertangkap tangan dengan barang bukti kulit dan kerangka harimau yang berjumlah tiga karung.

Tersangka diringkus dengan barang bukti selembar kulit, tulang hingga rangka tengkorak harimau yang beratnya sekitar sembilan kilogram. Tersangka mengakui harimau tersebut dijeratnya di Kawasan Suaka Margasatwa Kerumutan, Indragiri Hulu.

Petugas juga menyita alat jerat yang dipasang tersangka. Dari hasil pemeriksaan petugas, Pak Jenggot mengaku telah membunuh lebih dari 50 ekor harimau. Tersangka telah membunuh harimau Sumatera di Riau sebanyak 44 ekor sejak tahun 1960. Sedangkan, sisanya hasil buruan di Sumatra Barat dan harimau Jawa yang kini sudah punah.

Dalam pemeriksaan, Pak Jenggot juga mengakui melakukan perburuan harimau karena adanya pemesanan dari pembeli di Singapura.

Trisnu mengatakan sebelumnya BBKSDA Riau akan memproses sanksi pidana pada tersangka berdasarkan pasal tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yakni penjara lima tahun dan denda Rp 100 juta.

"Karena usianya sudah lanjut, maka tersangka mendapat penangguhan penahanan. Tapi sebelum berkas pemeriksaan diserahkan ke kejaksaan, ternyata dia sudah meninggal dunia," ujarnya.

Berdasarkan data WWF Riau, telah ada sebanyak 46 ekor harimau ditemukan mati akibat konflik dengan manusia dan perburuan selama kurun waktu 1998 hingga 2009. Artinya, bisa dikatakan rata-rata sebanyak tujuh ekor harimau mati di Riau setiap tahun.

Namun, terjadi ketimpangan dalam proses pengusutan hukum terhadap pembunuhan satwa yang dilindungi di Riau. Hal itu dibuktikan karena hanya ada tiga kasus terkait perburuan harimau yang berakhir di pengadilan dalam periode waktu yang sama.

Kasus perburuan dan pembunuhan harimau pernah disidangkan di Riau antara lain pada tahun 2001, 2004 dan 2009. Pada kasus terakhir, persidangan kasus perburuan dan pembunuhan harimau bertempat di Pengadilan Negeri Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir. Tapi bisa dikatakan hukuman yang dijatuhkan hakim tidak menimbulkan efek jera, karena semua vonis kepada pelaku hanya penjara selama setahun.

"Sebelumnya kami mengusulkan agar Pak Jenggot diberdayakan untuk membongkar jaringan perdagangan harimau internasional. Pertimbangannya karena dia sudah sangat lanjut usia," kata Humas WWF Riau, Syamsidar.