Harga Pulp Sentuh Titik Tertinggi

id harga pulp, sentuh titik tertinggi

Jakarta, 29/8 (ANTARA) - Harga komoditas bubur kertas (pulp) dan kertas serat pendek mencapai level US$900 per ton, atau berada di titik tertinggi dalam 3 tahun terakhir.

Karena itu, pelaku industri bubur kertas dan kertas meminta pemerintah segera menciptakan iklim usaha yang kondusif dan bebas tudingan negatif dari LSM lingkungan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Pulp dan Kertas (APKI) M. Mansyur menegaskan tanpa upaya itu, sektor ini tidak akan menikmati harga komoditas yang sedang tinggi.

"Biasanya harga pulp serat pendek berkisar pada angka US$670--US$850 per ton kawasan Asia. Kenaikannya sekarang cukup tajam, sehingga menguntungkan bagi industri pulp dan kertas di Tanah Air," ungkap Mansyur seperti dilansir Harian Bisnis Indonesia, Selasa.

Mansyur mengharapkan pemerintah tetap mendukung pertumbuhan industri pulp dan kertas yang selalu menjadi sasaran kampanye negatif sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing yang melakukan kampanye terselubung.

"LSM asing itu menyerang keberadaan industri pulp dan kertas di Indonesia yang sangat prospektif dan menjadi terbesar di dunia. Ini adalah potensi yang ditakuti industri pulp dan kertas dunia lainnya."

Menurutnya, pemerintah harus mengambil sikap tegas terhadap kelompok LSM yang berulangkali melontarkan kecaman terhadap perkembangan industri hilir perkebunan kelapa sawit tersebut.

"Pemerintah harus bersikap tegas agar tidak memercayai sepenuhnya apa yang dilontarkan tuduhan LSM asing yang seolah-olah industri pulp dan kertas merusak kawasan hutan di Tanah Air."

Mansyur menyebutkan industri pulp dan kertas nasional pada 1970-an tercatat tujuh pabrik dengan kapasitas produksi 50.000 ton per tahun.

Namun sekarang, pabrik serupa sudah mencapai 80 unit perusahaan dengan kapasitas produksi mencapai 13 juta ton pulp dan kertas. Indonesia menempati peringkat 11 produsen kertas dunia dan peringkat ke-9 produsen pulp.

"Berdasarkan data yang ada di APKI, 40% produksi kertas dan 50% produksi pulp telah diekspor dengan nilai berkisar US$5 miliar hingga US$6 miliar per tahun."

Di sisi lain, fakta di lapangan me-nunjukkan kasus pembalakan liar masih terus terjadi. Pekan lalu, dugaan 3.300 batang kayu ilegal hinggap di log pond perusahaan ke-hu-ta-nan besar, PT Sumalindo Jaya Lestari.

Selain 3.300 batang log, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan juga mengungkapkan temuan kayu ilegal sebanyak 30.000 batang yang dipasok untuk tiga perusahaan, yaitu PT Sumalindo, PT Harimas, dan PT Segara Timber.

Dampak moratorium

Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) meminta pemerintah tidak memberlakukan ketentuan moratorium terhadap permohonan atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) yang telah mendapatkan rekomendasi bupati dan gubernur.

"Kiranya permohonan perizinannya dapat diperoleh persetujuan se-be-lum akhir 2010," ujar Ketua Umum APHI Sugiono dalam suratnya kepada Menteri Kehutanan kemarin.

Pernyataan itu disampaikan setelah para pengusaha sektor kehutanan memperoleh sosialisasi LoI Indonesia-Norwegia tentang kebijakan REDD+ pada 4 Juni 2010 yang disampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Prinsipnya, ungkap Sugiono, APHI memberikan dukungan sepenuhnya terhadap upaya mengatasi perubahan iklim dam pemanasan global di sektor kehutanan berkaitan dengan kesepakatan yang dituangkan dalam LoI tersebut pada 26 Mei 2010 di Oslo.

Wakil Ketua Umum APHI Bidang Hutan Alam Nana Suparna mengatakan proses permohonan izin IUPHHK yang telah memperoleh rekomendasi dari bupati dan gubernur membutuhkan waktu dan investasi yang tidak kecil.

"Prosesnya saja memakan waktu dan membutuhkan dana yang tidak sedikitnya untuk memenuhi ketentuan teknis dalam pemotretan udara dan lain sebagainya. Jadi jika hal itu tidak dipertimbangkan, para pengusaha sektor kehutanan sangat dirugikan."

Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengatakan APHI tidak perlu mengkhawatirkan kesepakatan itu karena ketentuan menyangkut moratorium hanya diperuntukkan bagi konversi kawasan hutan.

"Kemenhut tetap mendukung sepenuhnya seluruh surat permohonan untuk membangun kehutanan, kecuali konversi kawasan hutan untuk keperluan di luar sektor kehutanan." (Bisnis Indonesia)