Pekanbaru (Antarariau.com) - Penerapan LPG 3 kilogram untuk masyarakat miskin butuh komitmen bersama dan sadar subsidi agar tepat sasaran serta tidak membuat negara merugi akibat membengkaknya subsidi.
Namun apa yang dicita- citakan bagi perbaikan harkat hidup warga miskin belum bisa tercapai sebab sejak konversi minyak tanah ke gas LPG 3 kilogram diberlakukan Pemerintah Provinsi Riau hingga kini permasalahan salah sasaran dan tidak tepat peruntukannya.
Untuk itu diperlukannya satu gerakan yang sama dari stakeholder terkait yakni pemerintah, Pertamina, hiswana migas, agen serta pangkalan dan masyarakat untuk mendukung program gerakan subsidi agar LPG 3 kg dapat disalurkan dengan tepat sasaran.
Aturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2009 terkait distribusi terbuka LPG 3 kilogram dipersepsikan berbeda - beda oleh daerah. Padahal Pasal 20 ayat (2) Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2009 jelas mengatur bahwa LPG bersubsidi 3 kg diperuntukkan hanya bagi rumah tangga miskin dan usaha mikro.
Diperlukannya proses seleksi dan selektif saat penjualan pembelian tabung LPG 3 kg untuk jadi perhatian untuk memastikan apakah yang menerima adalah benar yang berhak. Selain itu, masyarakat juga perlu memiliki kesadaran bahwa LPG 3 kg merupakan barang bersubsidi sehingga pihak yang mampu tidak membeli dan sadar peruntukannya.
Sebagai bentuk pengawasan, Pertamina mengatur penggunaan log book sebagai bentuk kontrol penjualan. Selain log book, pangkalan juga diharuskan membuat laporan bulanan yang harus disetorkan secara berkala dan tidak boleh terlambat. Terakhir, harga penjualan gas bersubsidi ini juga dikontrol. Caranya adalah dengan mewajibkan pangkalan memberikan kuitansi untuk setiap pembelian.
Selain itu diperlukannya pengawasan pemakaian LPG 3 kg di tingkat pemerintahan. Misalkan Kota Pekanbaru walau sejauh ini dalam proses pendistribusian LPG 3 kilogram sudah menerbitkan Surat Edaran Wali Kota tentang larangan penggunaan LPG 3 kilogram bagi pegawainya pada 2015, namun sampai saat ini masih diperlukan pengawasan dalam realisasinya.
"Walikota Pekanbaru tegas melarang ASN Pemko Pekanbaru menggunakan LPG bersubsidi atau gas melon," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut.
Walau sudah ada edaran, pembangkangan disini masih sulit disanksi. Diperlukannya komitmen bersama agar penggunaan LPG 3 kg tepat sasaran tidak hanya sekedar himbauan.
"Pangkalan gas harus tegas dan memiliki alasan kenapa tidak menjual kepada ASN. Karena jelas LPG 3 kilogram bukan bagi masyarakat ekonomi mampu," tukasnya.
Senada yang disampaikan Kadisperindag Rohul Sariaman mengatakan harusnya kelangkaan tidak terjadi di wilayah itu jika pangkalan patuh, sebab setiap pangkalan sudah memiliki wilayah jual, dan tidak boleh melayani pembelian melebihi kebutuhan.
"Bila tetap membandel, maka Disperindag akan mengambil tindakan tegas dengan mencabut izin dan menutup pangkalan," tegas Sariaman.
Pihaknya juga berupaya tegas dan menghimbau pemilik rumah makan, kafe dan yang dinilai mampu agar menggunakan gas 5,5 KG. Karena, gas elpiji 3 kg hanya diperuntukkan bagi warga kurang mampu saja.
Keluhan langkanya elpiji bersubsidi juga pernah merambah wilayah Kelurahan Kualu, Kecamatan Tambang, Kampar. Masyarakat sering sulit mendapat gas. Kalaupun ada harus membeli dengan harga tinggi hingga Rp30.000/tabung LPG 3 kilogram, sementara HET hanya Rp18.000/tabung.
Namun sepekan lalu pemerintah daerah Kampar mulai geram dan mencoba memberlakukan aturan baru dalam pembelian LPG yakni dengan membawa KK sebagai bukti domisili.
Akhirnya sejumlah warga Kelurahan Kualu, Kecamatan Tambang, Kampar, Riau mengaku senang sejak diberlakukannya sistem distribusi tertutup dengan mensyaratkan Kartu Keluarga (KK) pada setiap pembelian LPG 3 kilogram di pangkalan setempat.
Darto (40) warga Kualu mengaku ini berlaku baru seminggu lalu, biasanya kalau beli gas antri di pangkalan banyak gerobak, becak dan keranjang yang jadi saingan.
"Sekarang kalau beli gas bawa KK kita jadi mudah dan tidak rebutan karena takut tak dapat, lagipula yang pakai keranjang dan gerobak sudah tidak ada lagi, " tuturnya gembira.
Pendapat Anggota Komisi II DPRD Kota Pekanbaru, Fathullah juga membenarkan bahwa dari koordinasi yang didapatnya dengan pihak Pertamina terkait kelangkaan gas elpiji belakangan ini belakangan ini itu akibat ulah agen-agen nakal.Mereka menyimpan stok gas dengan niat menjual diharga lebih mahal kepada pelaku lain, sehingga untuk masyakarat berkurang.
Karenanya Fathullah meminta agar pemberian izin kepada pengkalan juga diperketat, apalagi sekarang ini hanya bermodalkan izin dari camat orang sudah bisa buka pangkalan.
"Disperindag harus memperhatikan soal itu, penerbitan izin harus dilakukan Disperindag langsung," jelasnya.
Kedepan, Fathullah berharap Disperindag dan pihak Pertamina intens melakukan koordinasi, dan bekerjasama untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak) agar kondisi riil yang terjadi di lapangan cepat disikapi.
"Karena pelanggaran dan permainan di lapangan sangat mungkin terjadi oleh mereka yang tidak bertanggung jawab mencari keuntungan dengan berbuat curang. Coba cek juga ke rumah makan dan usaha-usaha lainnya, mereka gunakan LPG subsidi untuk rumah tangga atau tidak, ini perlu disikapi dengan serius," tegasnya.
Sebenarnya masih banyak lagi cara dan kebijakan masing-masing pemkab /pemko dalam mengatur distribusi gas di wilayahnya. Pada dasarnya semua baik dan bertujuan untuk menjaga agar barang bersubsidi tersebut tepat sasaran, tepat harga dan jumlah.
Masalahnya sejauh ini mereka stakeholder kabupaten/kota jalan sendiri-sendiri. Ibarat sapu lidi kalau hanya sebatang maka tidak akan berguna, tetapi jika disatukan diikat bisa membersihkan.
Sama halnya dengan penerapan kebijakan distribusi LPG bersubsidi ini kalau dilakukan serentak dan berkoordinasi sehingga bisa saling menjaga dan saling mengawasi ketika ada upaya pembangkangan akan memberikan efek jera yang luar biasa bagi pelaku.
Hal ini bisa dilakukan jika stakeholder terkait antar kabupaten/kota membangun jaringan komunikasi yang erat untuk menjaga peruntukan elpiji tepat sasaran. Lewat komitmen dari stakeholder Pemerintah, Pertamina, Hiswana Migas, Agen, Pangkalan, serta Masyarakat.
Seperti yang baru-baru ini dilakukan di Dumai tim gabungan melakukan inspeksi mendadak atau sidak penggunaan elpiji 3 kg, ke sejumlah usaha makanan.
Upaya ini karena ada dugaan pengusaha makanan non mikro juga menggunakan tabung gas subsidi bagi masyarakat. Tim mendapati pengusaha non mikro masih menggunakan tabung gas LPG 3 kg. Mereka menemukan 20 tabung gas subsidi di dua tempat yang mereka sidak.
Awalnya tim menemukan delapan tabung gas LPG 3 kg di Warung Soto Medan Syukur Nikmat, Jalan Sudirman, Kota Dumai.
Mereka juga menemukan belasan tabung gas LPG 3 kg di Kedai Kopi Arabika.
Tim menemukan 12 tabung gas subsidi yang digunakan untuk usaha.
Sembilan tabung berada di bagian depan kedai kopi ternama di Dumai tersebut. Tiga tabung lagi mereka gunakan di dapur.
"Kami mengingatkan agar pemilik usaha tidak memakai tabung gas LPG 3 kg. Sebab tabung gas ini hanya untuk pemilik usaha ekonomi non mikro," terang Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan Dumai, Hermanto kepada pengelola usaha makanan.
Pihak pengelola beralasan mereka menggunakan itu saat mengawali bisnis kuliner. Mereka awalnya masih tergolong usaha mikro.
Hermanto menilai mereka bukan lagi golongan usaha mikro.
"Mereka termasuk usaha non mikro. Harusnya bisa beralih ke Gas Elpiji 12 kg atau 5,5 kg," terangnya.
Namun demikian peran serta masyarakat sebagai konsumen yang berhak dan tidak atas barang bersubsidi juga tidak boleh diabaikan, ketika masyarakat banyak dan pelaku usaha tidak sadar itu subsidi punya peruntukan khusus maka program tersebut tidak akan sukses.
Makanya semua pihak perlu menumbuhkan gerakan sadar subsidi, dan tidak menggunakan yang bukan haknya artinya yang ngak berhak jangan beli dan menggunakan.
Permintaan gas terus meningkat
Data Pertamina Wilayah Pemasaran Provinsi Riau menyatakan masyarakat di daerah tersebut menghabiskan 138.500 tabung gas LPG 3 kilogram setiap hari.
"Ini realisasi kebutuhan gas LPG bersubsidi di 12 kabupaten/kota se-Riau setiap harinya," kata Unit Manager Communication and CSR Pertamina MOR I, Rudi Ariffianto.
Rudi mengemukakan realisasi ini tergambar sejak Januari hingga April 2017. Jika dibandingkan tahun lalu, realisasi penggunaan gas tiga kilogram di Riau cenderung meningkat sekitar 14%.
"Di tiga bulan awal 2016 Riau menghabiskan 122.000 tabung gas LPG tiga kilogram," ujar Rudi.
Menurut dia, rata-rata permintaan gas tiga kilogram di tiap kabupaten/kota se-Riau berbeda-beda. Tapi kalau ditarik secara keseluruhan, pemakaian gas tiga kilogram di seluruh Riau mencapai 138.500 tabung, dengan konsumsi paling banyak di Kota Pekanbaru.
"Peningkatan melihat kondisi di lapangan. Pada hari besar keagamaan, konsumsi bisa naik," tuturnya.
Tingginya penggunaan LPG tiga kilogram di Riau karena beberapa faktor. Di antaranya bertambahnya jumlah penduduk dan muncul Usaha Mikro Kecil Menengah.
Rudi menyampaikan, persediaan gas bersubsidi di Riau mencukupi. Untuk keadaan tertentu, Pertamina Wilayah Riau berkoordinasi dengan pemerintah daerah apabila membutuhkan operasi pasar.
Berita Lainnya
Dua orang ini modifikasi tangki untuk timbun BBM bersubsidi di Pekanbaru
15 March 2024 20:10 WIB
BPH Migas gandeng TNI dan BIN untuk awasi distribusi BBM bersubsidi
07 November 2023 12:50 WIB
Kian mudah, petani di Riau cukup tunjukkan KTP untuk tebus pupuk bersubsidi
27 June 2023 10:11 WIB
SPBU Riau mulai terapkan QR Code untuk solar bersubsidi besok
27 March 2023 20:29 WIB
Stok pupuk bersubsidi untuk wilayah Jawa Barat, DKI dan Banten mencukupi
16 January 2023 17:02 WIB
Aplikasi digital MyPertamina berfungsi untuk mendata konsumen BBM bersubsidi
30 June 2022 16:24 WIB
Riau dapat jatah 9 ribu liter minyak goreng bersubsidi, untuk apa?
12 January 2022 19:53 WIB
Untuk Beberapa Hari Kedepan Pekanbaru Jadi Pusat Promosi Rumah Bersubsidi
12 July 2017 23:15 WIB