Suku Kubu Terus Mengalami Eksploitasi

id suku kubu, terus mengalami eksploitasi

Indragiri Hulu, 28/3 (ANTARA) - Suku Kubu terus mengalami eksploitasi dari para pemodal sehingga mereka terpaksa bertahan hidup sampai ke Provinsi Riau, yang berjarak ratusan kilometer dari tempat tinggal asli mereka di pedalaman Provinsi Jambi.Hal itu terungkap setelah ANTARA tak sengaja bertemu dengan sekelompok Suku Kubu atau yang juga dikenal dengan Suku Anak Dalam, di perkebunan kelapa sawit di Desa Talang Bersemi Kecamatan Batang Cinaku, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, Sabtu (27/3) petang.Suku yang selama ini dikenal berasal dari rimba pedalaman Jambi itu diturunkan oleh sejumlah orang dari sebuah truk di perbatasan konsesi perkebunan kelapa sawit milik Sinar Mas Grup."Kami mau mencari jernang dan labi-labi," kata seorang perempuan Suku Kubu yang tak mau menyebutkan namanya.Kelompok tersebut terdiri dari 14 orang dan empat di antaranya adalah anak-anak. Para perempuan dalam kelompok itu terlihat hanya mengenakan kain untuk menutupi bagian bawah tubuh mereka. Sayangnya mereka tak mau berbicara banyak setelah terlihat turun dari truk.Warga Desa Talang Bersemi, Ameng, 45 tahun, mengatakan, kelompok Suku Kubu tersebut dipekerjakan oleh seorang pemodal (tauke) setempat. Mereka dibayar untuk mencari jernang (buah rotan), labi-labi, dan ular."Biasanya mereka tiga bulan di sini untuk mencari jernang, labi-labi dan ular. Setelah itu, hasil buruan ditukar uang oleh tauke," ujarnya.Berdasarkan data LSM pemberdayaan Suku Kubu, Warsi, populasi suku yang juga dikenal dengan sebutan Orang Rimba itu sekitar 4.000 jiwa. Khususnya di ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh, jumlahnya sekitar 434 jiwa.Koordinator Warsi, Dicky Kuarniawan, mengatakan, cukup banyak warga Suku Kubu yang hidupnya sangat tergantung kepada tauke karena terlilit hutang. Eksploitasi suku pedalaman itu tidak bisa dihindari, lanjut Dicky, akibat minimnya kepedulian dari pemerintah.Hingga kini, ujarnya, kondisi etnis tersebut umumnya masih terbelakang karena kawasan hidup dan sumber penghidupannya di hutan makin terancam karena pembukaan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan kelapa sawit. "Selama ini program Kementerian Sosial tahunya hanya membangun rumah, yang akhirnya tak ditinggali. Seharusnya pemerintah melakukan pemberdayaan agar mereka bisa bertahan hidup, seperti mengajari bercocok tanam dan meningkatkan pendidikan mereka," kata Dicky ketika dihubungi ANTARA.Menurut dia, sedikitnya sudah ada lima kelompok Suku Kubu yang terdeteksi telah dieksploitasi sebagai pekerja oleh tauke. Kondisi tersebut sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1998, namun pemerintah dinilai lamban melakukan antisipasi.Ia mengatakan, suku tersebut dikenal karena hidup nomaden (berpindah-pindah) di hutan Jambi. Namun, karena hutan tempat mereka bertahan hidup terus menyempit karena beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit dan akasia, kelompok Suku Kubu seringkali terlihat berada di Provinsi Riau.Mereka pernah terlihat pada tahun 2008 di Kabupaten Kampar, dan di Kuantan Singingi pada 2009.Menurut dia, selama ini para tauke terus memperalat Suku Kubu untuk mencari keuntungan. Para tauke memberikan modal awal untuk mencari jernang, namun kerapkali Suku Kubu tidak mampu melunasinya karena jernang makin sulit ditemukan akibat kawasan hutan makin sempit."Hidup Suku Kubu sangat tergantung pada tauke, dan mereka tetap miskin karena terlilit utang," ujarnya.Ia mengatakan, para tauke membeli jernang dari Suku Kubu sekitar Rp400 ribu per kilogram. Padahal, bahan dasar kosmetika dan farmasi itu dihargai belasan juta rupiah ketika diekspor ke negara lain.