345 Ribu Hektar Lahan di Riau Bersengketa

id 345 ribu, hektar lahan, di riau bersengketa

Pekanbaru,(ANTARA) - Luas lahan yang bersengketa dalam kasus agraria di Provinsi Riau kini mencapai 345.619 hektar (ha), dan jumlah tersebut telah mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. "Luas lahan yang bersengketa naik secara signifikan setiap tahun," kata Direktur Eksekutif Scale Up (Sustainable Social Development Partnership), Ahmad Zazali, di Pekanbaru, Kamis. Berdasarkan kajian Scale Up selama tahun 2009, sekitar 175.619 ha lahan bersengketa pada 2009 merupakan konflik baru yang terjadi pada kurun waktu tersebut. Sedangkan, sisanya sekitar 170 ribu ha merupakan kasus lama yang belum terselesaikan sejak dua tahun lalu. Konflik agraria di Riau pada 2009 juga mengakibatkan jatuh korban, yakni tiga warga meninggal dunia dan 16 orang lainnya mengalami luka-luka setelah terjadi bentrokan antara PT. Sumatera Sylva Lestari dan masyarakat Huta Tangun, Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu, pada 28 Mei 2009. Menurut Zazali, terdapat sebanyak 45 konflik agraria yang memperebutkan 345.619 ha lahan di Riau selama tahun 2009. Jumlah kasus mengalami penurunan ketimbang tahun 2008 yang mencapai 96 kasus, yang memperebutkan sekitar 200.586 ha lahan. Sedangkan pada 2007, tercatat terjadi 35 konflik yang mempersengketakan 111.745 ha lahan di Riau. "Secara kuantitas jumlah konflik pada tahun 2009 lebih sedikit, tapi secara luasannya terjadi peningkatan signifikan sekitar 145 ribu hektar," katanya. Menurut dia, konflik di sektor kehutanan antara warga tempatan dan perusahaan menjadi yang tertinggi pada tahun ini. Sebabnya, dikarenakan kedua belah pihak memiliki dasar klaim atas kepemilikan atau pengusahaan tanah yang mereka sengketakan. Ia menilai ada pergeseran sumber konflik dari beberapa tahun sebelumnya yang biasanya didominasi oleh sektor perkebunan kelapa sawit. Namun, tahun ini yang lebih sering terjadi konflik pertanahan di sektor kehutanan. "Masyarakat tempatan mengklaim hak atas tanah ulayat, adat dan turun temurun dengan disertai surat keterangan tanah yang dikeluarkan pejabat setingkat desa, kelurahan atau kecamatan. Sedangkan perusahaan mengklaim penguasaan lahan atas dasar perizinan yang dikeluarkan pemerintah daerah atau pusat," katanya. Yang disayangkan, lanjutnya, kondisi tersebut terjadi setelah pemerintah pusat mengeluarkan ijin baru di sektor kehutanan terutama untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Trend sengketa pertanahan di Riau, diprediksi akan terus meningkat pada tahun 2010, jika pemerintah terus mengeluarkan perijinan baru untuk HTI. Sebabnya, pemerintah hingga kini belum memiliki sumber daya dan mekanisme yang baik dan relevan dalam penyelesaian konflik-konflik yang ada. "Pemerintah harus mengakui hak ulayat karena memang masih ada status tersebut di sejumlah daerah di Riau. Ini juga mengantisipasi klaim dari hak-hak ulayat yang tidak jelas," jelasnya. Selain itu, ia juga menyarankan agar pemerintah segera merivisi Tata Ruang Wilayah Riau yang saat ini belum selesai dilakukan sejak 2001 lalu.