Oleh Hardisoesilo
Jakarta, (Antarariau.com) - Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tengah berupaya keras mewujudkan ambisi besar berswasembada pangan, khususnya beras, jagung, dan kedelai, paling lambat dalam kurun waktu tiga tahun pertama masa pemerintahannya.
Memang menjadi sebuah ironi bahwa Indonesia sebagai negara agraris dan mempunyai kekayaan akan hasil alam yang melimpah. Namun, ternyata bangsa ini tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya sehingga pemerintah masih harus mengimpor dari negara lain.
Oleh karena itu, dalam tiga tahun ke depan semua perhatian dan sumber daya yang ada akan terfokus untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan. Dana puluhan triliun rupiah pun dikucurkan pemerintah untuk membangun 24 waduk di 12 provinsi, mencetak ribuan hektare lahan persawahan baru, serta memperbaiki saluran-saluran irigasi yang pada saat ini sebanyak 52 persen saluran irigasi rusak parah.
Sepintas tidak ada yang salah dengan langkah-langkah pemerintah untuk membangun kembali kemandirian pangan bangsa demi memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Namun, jika ditelusuri lebih jauh, pengembangan sejumlah komoditas lain yang tidak kalah strategis dengan beras menjadi terabaikan.
Salah satu komoditas strategis yang seolah dilupakan itu adalah kelapa (Cocos nucifera L.). Padahal, tanaman kelapa ini merupakan komoditas sosial kedua setelah padi. Hal ini didukung sejumlah alasan, yaitu sebagian besar pengusahaan kelapa dilakukan oleh rakyat. Lebih dari 98 persen perkebunan kelapa merupakan perkebunan rakyat.
Lantaran memiliki daya adaptasi yang luas, tanaman kelapa ini juga bisa menyebar di seluruh daerah di wilayah Indonesia dan telah menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat sejak lama. Hal ini karena ada banyak kegunaan kelapa dengan beragam produk turunannya sebagai bahan dasar untuk menghasilkan makanan, minuman, perawatan tubuh, kesehatan, kerajinan, peralatan rumah tangga, dll. Kelapa dapat diolah menjadi 1.600 produk akhir, mulai dari pemanfaatan akar, batang, daun, hingga buahnya, dapat diolah menjadi produk-produk turunan bernilai guna tinggi.
Alasan lain kelapa adalah komoditas sosial strategis kedua setelah padi adalah secara kultural kelapa ini juga merupakan simbol tunas generasi muda yang menjadi harapan bangsa sekaligus sebagai simbol kerukunan dalam rumah tangga.