Mengintai Pengemplang Pajak Dengan Pesawat Tanpa Awak

id mengintai pengemplang, pajak dengan, pesawat tanpa awak

Mengintai Pengemplang Pajak Dengan Pesawat Tanpa Awak

Oleh Dolly Rosana

Palembang, (Antarariau.com) - Seorang wajib pajak nakal (pengemplang) selalu mencari cara agar sumbangsih yang diberikan kepada negara sekecil mungkin.

Kondisi ini mengharuskan Direktorat Jenderal Pajak beradu ide kreatif melawan pengemplang pajak untuk menjaga hak negara atas warganya seperti yang diatur dalam Undang-Undang.

Di tengah, agreasifitas Ditjen Pajak dalam menggenjot penerimaan pada era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, ide kreatif pun muncul, salah satunya menggunakan pesawat tanpa awak (drone) untuk mengukur luas lahan garapan pengusaha perkebunan dan pertambangan.

Kepala Kantor Ditjen Pajak Wilayah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung Samon Jaya mengatakan di Palembang, Jumat (10/4), penggunaan alat ini untuk menggali potensi pajak yang tersembunyi dan mengungkap laporan wajib pajak perusahaan perkebunan dan pertambangan yang tidak sesuai.

"Pesawat "drone" ini digunakan untuk mengintai dan mengetahui kondisi sebenarnya suatu perkebunan sawit dan karet, serta pertambangan (batu bara dan timah) yang terkadang secara luas mencapai ratusan hektare," ungkap dia.

Ia menerangkan, sektor ini dibidik lantaran tidak dapat dipungkiri terdapat sejumlah pengusaha yang mengemplang pajak dengan melakukan manipulasi luas lahan garapan.

Hal ini dapat dinyakini sebagai suatu kebenaran menurut Samon karena jumlah penerimaan pajak dari sektor ini terbilang tidak rasional dibandingkan dengan luas area perkebunan dan pertambangan di Sumsel dan Babel.

Keadaan ini, ia menambahkan tidak dapat dibiarkan karena terdapat unsur ketidakadilan di masyarakat.

"Jika perusahaannya mengemplang pajak, sementara karyawannya justru membayar pajak dengan benar (PPh), artinya ada unsur ketidakadilan di sini, ini yang salah satu melatari mengapa fokus membenahi sektor ini" tukasnya.

Ia melanjutkan, dengan menggunakan pesawat tanpa awak ini, maka wajib pajak perusahaan tidak dapat mengelak atas kecurangan yang dilakukan karena teknologi yang ada pada drone dapat membaca luas area dengan mendekati kebenaran 99 persen.

"Sementara ini pesawat drone sudah digunakan untuk menjajal potensi pajak di Babel dengan objek pajak dari perusahaan tambang timah, kurang lebih satu bulan. Ke depan tentunya akan digunakan juga untuk wilayah Sumatera Selatan, saat ini sedang uji coba," ucap dia.

Ditjen Pajak Wilayah Sumsel dan Babel menggenjot penerimaan sektor pertambangan pada 2015, karena pada bidang ini dinyakini telah terjadi kebocoran hebat, menyusul penemuan KPK bahwa pemilik usaha pertambangan banyak yang tidak memiliki nomor pemilik wajib pajak (NPWP).

Menurut Samon, meski 80 persen perusahaan tambang di Sumsel tercatat sebagai wajib pajak DKI Jakarta, namun tidak semestinya sektor pajak utama hanya berkontribusi 9,48 persen.

"Ini yang akan dikejar, saat ini petugas sedang memetakan wilayah Sumatera Bagian Selatan untuk mendapatkan informasi yang valid," kata dia.

Berdasarkan penerimaan pajak 2014, sektor pertambangan dan penggalian hanya berkontribusi 9,48 persen atau terendah dari sektor lain, industri pengelolahan (17,36 persen), perdagangan besar dan eceran (17,36 persen), konstruksi (11.03 persen), administrasi pemerintahan (10,61 persen), sektor lainnya 34,16 persen.

Ditjen Pajak Sumsel dan Babel mencatat penerimaan sebesar Rp10,110 triliun pada 2014 atau tercapai seratus persen dari target sebesar Rp10,024 triliun.

Pada tahun ini, Ditjen Pajak Wilayah Sumsel dan Babel harus bekerja ektra keras karena dibebani target Rp15,5 triliun atau meningkat 50 persen, seiring dengan visi misi Presiden Joko Widodo yang menggenjot penerimaan pajak sekitar 40 persen untuk menunjang APBN.

Bersambung .....