Nasib Koperasi Pasca-Kelahiran BUMDES

id nasib koperasi pasca-kelahiran bumdes

Nasib Koperasi Pasca-Kelahiran BUMDES

Jangan Khawatir

Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Marwan Jafar justru mengatakan Permen ini menjadi penting mengingat Nawa Kerja prioritas kementerian yang dikomandaninya ini adalah Pembangunan dan Pengembangan 5.000 BUMDes.

Jika idealnya setiap desa memiliki BUMDes, berarti masih ada sekitar 69.000 BUMDes lagi yang perlu diwujudkan.

Secara teknis, BUMDes yang ada sekarang masih mengacu kepada Permendagri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa.

"Permendagri tersebut sudah tidak memadai lagi dengan perkembangan desa dan BUMDes saat ini pascalahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa," ujar Marwan.

Itulah sebabnya, kata Marwan, Peraturan Menteri Desa tentang Badan Usaha Milik Desa harus segera diterbitkan.

"Melalui Permendesa ini, desa melalui BUMDes mendapat peluang yang lebih besar untuk meningkatkan perannya dalam pengembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Marwan.

Permendesa tersebut akan mengatur ketentuan tentang BUMDes. Di antaranya, desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUMDes yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Usaha yang dapat dijalankan BUMDes yaitu usaha di bidang ekonomi dan atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pendirian BUMDes disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.

BUMDes juga diharapkan mampu menjadi motor penggerak kegiatan ekonomi di desa yang juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan komersial. Sebagai lembaga komersial, BUMDes bertujuan mencari keuntungan untuk meningkatkan pendapatan desa.

"Dengan peran BUMDes sebagai akselerator perekonomian desa ini, saya optimis di desa-desa akan segera tercipta berbagai peluang usaha dan lapangan kerja baru, warga desa juga makin banyak punya kegiatan usaha, punya pendapatan jelas, pengangguran berkurang drastis, dan kesejahteraan desa akan meningkat pesat," kata Menteri Marwan.

Saling Melengkapi

Pada praktiknya koperasi dan BUMDes diharapkan bisa hadir bersamaan dan saling melengkapi.

Pasca-lahirnya BUMDes bukan berarti akhir bagi perjalanan koperasi sebab BUMDes sejatinya juga masih memiliki kelemahan.

Pakar antropologi Yunanto dalam makalahnya Police Paper Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) menjelaskan ada sejumlah kelemahan yang secara inheren ada pada BUMDes, yaitu penataan kelembagaan desa belum berjalan secara maksimal sehingga BUMDes pun belum dilembagakan dalam format kepemerintahan dan perekonomian desa.

Selain itu keterbatasan kapasitas sumber daya manusia di desa untuk mengelola dan mengembangkan BUMDes yang akuntabel dan berkinerja baik.

"Rendahnya inisiatif lokal untuk menggerakkan potensi ekonomi lokal bagi peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi warga desa," katanya.

Ia juga menyoroti soal belum berkembangnya proses konsolidasi dan kerja sama antar pihak terkait untuk mewujudkan BUMDes sebagai patron ekonomi yang berperan memajukan ekonomi kerakyatan.

Kurangnya responsivitas Pemda untuk menjadikan BUMDes sebagai program unggulan untuk memberdayakan desa dan kesejahteraan masyarakat.

Secara substansial, UU No 6 tahun 2014 mendorong desa sebagai subjek pembangunan secara emansipatoris untuk pemenuhan pelayanan dasar kepada warga, termasuk menggerakan aset-aset ekonomi lokal.

Oleh karena itu BUMDes diposisikan menjadi lembaga yang memunculkan sentra-sentra ekonomi di desa dengan semangat ekonomi kolektif.

Jadi, Yunanto berpendapat bedanya BUMDes dengan lembaga masyarakat lainnya termasuk koperasi sebenarnya tidak ada yang perlu dipertentangkan.

"Semuanya saling melengkapi untuk menggairahkan ekonomi desa. Namun, BUMDes merupakan lembaga yang unik dan khas sepadan dengan keunikan desa," katanya.

Yunanto menjelaskan keunikan BUMDes yakni merupakan sebuah usaha desa milik kolektif yang digerakkan oleh aksi kolektif antara pemerintah desa dan masyarakat.

BUMDes merupakan bentuk "public and community partnership" atau kemitraan antara pemerintah desa sebagai sektor publik dengan masyarakat setempat.

BUMDes lebih inklusif dibanding dengan koperasi, usaha pribadi maupun usaha kelompok masyarakat yang bekerja di ranah desa.

Koperasi memang inklusif bagi anggotanya, baik di tingkat desa maupun tingkat yang lebih luas, namun koperasi tetap ekslusif karena hanya untuk anggota.

Namun BUMDes bukan lantas menjadi babak akhir bagi perjalanan koperasi di Indonesia. Keduanya haruslah seiring sejalan untuk menyejahterakan bangsa.