Jakarta, (Antarariau.com) - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia mengatakan jika depresiasi kurs rupiah terhadap dolar AS terus terjadi berkepanjangan dapat saja menganggu kecukupan liabilitas, karena perusahaan asuransi jiwa penjual polis dalam dolar AS akan melakukan reasuransi ke luar negeri.
"Namun memang tidak banyak produk polis dalam dolar AS, hanya sekitar 20 persen dari portofolio," kata Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim di Jakarta, Kamis.
Hendrisman mengklaim depresiasi rupiah yang telah terjadi selama ini dan menyebabkan kurs rupiah stagnan di kisaran Rp13.000/dolar AS belum berdampak negatif bagi kinerja perusahaan asuransi jiwa.
Namun, dia meminta pemerintah dan Bank Indonesia tidak membirkan depresiasi terus terjadi dan berupaya untuk menjaga nilai fundamental kurs rupiah.
Menurutnya, jika depresiasi rupiah terus terjadi atau melebihi kisaran batas toleransi Rp16.000/dolar AS, dampak negatif akan menyerang industri asuransi jiwa.
"Artinya baru akan jadi masalah jika (depresiasi) terus belanjut dan menemus batas toleransi," ujar dia.
Dia menjelaskan perusahaan asuransi jiwa akan terbebani dengan pembayaran nilai tertanggung dari polis asuransi dalam dollar AS.
Hal itu karena dengan tren terus menguatnya nilai dolar AS akan membuat perusahaan asuransi jiwa membayar nilai klaim polis tersebut jauh lebih tinggi dibanding perolehan pendapatan premi dari nasabah tertanggung.
"Pada waktu pembayaran, premi untuk dolar AS misalnya kursnya Rp12.000/dolar AS, tapi sewaktu pembayaran klaim dolarnya Rp15.000, nah itu kan menjadi masalah, karena nanti dibayaranya ada yang dalam bentuk rupiah," ujar dia.
Selain itu, dia mengingatkan masih banyak perusahaan asuransi yang melakukan penyebaran risiko dengan upaya reasuransi ke luar negeri.
Menurut dia, perusahaan asuransi jiwa biasanya membayar premi reasuransi ke luar negeri dalam rentang per triwulan. Begitu juga perusahaan reasuransi domestik yang kembali menyebarkan risikonya ke perusahaan reasuransi luar negeri karena kapasitas yang tidak memadai.
"Biasanya pembayaran premi reasuransi untuk triwulan I 2015 akan dibayarkan pada akhir Mei 2015. Maka dari itu kita harus lihat kurs rupiah saat itu," ujar dia.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara pada Rabu (18/3) kemarin mengakui pelemahan nilai tukar rupiah saat ini memang sudah berlebihan di bawah level fundamentalnya (under value).
"Kalau ditanya apakah pelemahannya sudah "under value", memang iya. Mata uang kita melemahnya sebenarnya sudah berlebihan juga," ujar Mirza saat diskusi di Jakarta, Rabu.
Mirza menjelaskan, faktor eksternal yang membuat rupiah terdepresiasi yakni rencana kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika The Fed pada tahun ini.
Selama beberapa pekan terakhir, kurs rupiah terus terjerembab di kisaran Rp13.000/dolar AS. Namun, pada Rabu (18/3), setelah pengumuman kebijakan stimulus ekonomi oleh pemerintah, kurs rupiah terus menujukkan tren penguatan, meskipun masih berada di level Rp13.000.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis pagi, bergerak menguat sebesar 116 poin menjadi Rp13.039 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.155.