Gorontalo, (Antarariau.com) - Pengamat Politik Universitas Gorontalo, La Husen Zuada mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota atau dikenal Perpu Pilkada, sifatnya hanya sementara.
Menurut Husen, Sabtu, perppu yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini bakal memunculkan berbagai dinamika politik lagi di DPR-RI.
Perppu tersebut sangat rawan untuk digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) dan putusan lembaga yudikatif tersebut bisa saja menguatkan Undang-Undang Pilkada.
Langkah Presiden SBY mengeluarkan Perppu dalam rangka mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat hanya menenangkan sesaat saja, dan tentu bisa mempermanenkan UU Pilkada itu.
"Perppu memang menjadi hak subjektivitas presiden ketika terjadi kegentingan yang memaksa," kata La Husen.
Perppu kata Husen, mulai diundangkan sejak presiden menanda tanganinya dan tak perlu mendapat persetujuan DPR-RI
untuk diberlakukan, akan tetapi Perppu sifatnya hanya sementara atau terbatas, sebab setelah diundangkan Perppu harus segera diajukan ke DPR-RI untuk dibahas.
Khusus untuk Perppu Pilkada Nomor 1 Tahun 2014, kata La husen masih bisa ditolak atau disetujui oleh DPR-RI sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 22 ayat 3 dan jika disetujui maka akan dijadikan Undang-Undang namun sebaliknya jika tidak dicabut.
"Peluang penolakan lebih besar dibanding disetujui, jika prosesnya kembali melalui voting di DPR, sebab perhitungan secara politik, koalisi merah putih mendominasi DPR-RI," kata La Husen.
La Husen menambahkan, kalaupun Partai Demokrat mendukung, hal itu tak mampu mengalahkan koalisi merah putih, terkecuali jika Partai Persatuan Pembangunan (PPP) diajak bergabung ke kubu pro perppu itu.
Akan tetapi peluang PPP untuk menerima Perpu tersebut kata La Husen, sangat kecil karena sejak awal pembahasan UU Pilkada dibahas, merekalah yang mengusulkan Pilkada dikembalikan ke DPRD, berbeda dengan PAN, Golkar, serta Gerindra yang masih ragu-ragu ketika itu.
" Penolakan oleh DPR-RI ini akan berkonsekuensi pada kevakuman hukum pengaturan UU Pilkada," kata Husen. (*)
Berita Lainnya
Pengamat: Khofifah dinilai lebih punya modal jaringan politik ketimbang Risma
29 April 2024 14:52 WIB
Pengamat menilai PKB akan perkuat politik islam dalam pemerintahan Prabowo-Gibran
26 April 2024 13:49 WIB
Pengamat: Koalisi besar bertujuan untuk muluskan pemerintahan Prabowo
25 April 2024 13:09 WIB
Pengamat sebut biaya hidup tinggi jadi faktor menurunnya jumlah pendatang
18 April 2024 12:46 WIB
Peluang Ridwan Kamil lebih besar di Jabar daripada Jakarta
11 April 2024 23:27 WIB
Pengamat minta pemerintah untuk arahkan pemudik motor pakai kapal laut
01 April 2024 15:35 WIB
Pengamat yakin transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi ke Prabowo berjalan mulus
20 March 2024 12:13 WIB
Pengamat sebut rekonsiliasi seluruh parpol jalan terbaik untuk membangun bangsa
16 March 2024 16:02 WIB