Washington (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Suriah Asaad al-Shaibani, Jumat (19/9) mengibarkan bendera di Gedung Kedutaan Besar Suriah di Washington, D.C. untuk pertama kalinya dalam lebih dari sepuluh tahun.
Upacara tersebut dihadiri komunitas Suriah-Amerika yang menyebut momen itu sebagai hari bersejarah bagi rakyat Suriah dan awal dari babak baru hubungan bilateral, sembilan bulan setelah jatuhnya Bashar al-Assad.
Baca juga: Pemilu Bersejarah! Suriah Gelar Pemilu Parlemen Pertama Usai Rezim Assad
Pengibaran bendera tersebut berlangsung menjelang kunjungan Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa ke New York untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB, yang akan menjadi kunjungan pertama seorang presiden Suriah ke Amerika Serikat dalam waktu 58 tahun terakhir.
“Tentu saja ini adalah momen bersejarah,” kata Shaibani kepada Anadolu setelah upacara berlangsung, seraya menambahkan bahwa momen itu mencerminkan perjuangan rakyat Suriah selama 14 tahun perang saudara.
Raghad Bushnaq (55), warga AS keturunan Suriah asal Damaskus yang sudah tinggal di Amerika sejak 1989, menyebut hari itu tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
“Saya ingat terakhir kali berada di sini sekitar 15 tahun lalu, duta besar memotret kami dari dalam gedung untuk dilaporkan ke Assad. Saat itu banyak teman saya menutupi wajahnya. Kini kami bisa hadir dengan bahagia. Ini momen bersejarah. Anda bisa mencium aroma kebebasan di Suriah,” ujarnya.
Bushnaq juga menyampaikan terima kasih kepada Turki dan semua negara yang telah membantu serta mendukung rakyat Suriah.
Sementara itu, Ameer Alsamman, warga Suriah-Amerika sekaligus pendiri program podcast Syria Speaks, menyebut hari itu sebagai awal nyata dari babak baru hubungan AS-Suriah.
“Hari ini adalah awal baru. Semoga Damaskus dan Washington bisa membangun hubungan yang jauh lebih baik. Menurut saya, ini pertanda bahwa keadaan bergerak ke arah yang benar,” katanya.
Terkait isu pencabutan permanen sanksi AS terhadap Suriah, Alsamman mengatakan banyak pihak, termasuk dirinya, menginginkan hal itu. “Saya ingin sanksi Suriah dicabut. Banyak anggota Kongres juga berpendapat sama. Presiden Donald Trump sudah menyampaikannya. Saya optimistis,” ujarnya.
Selama kunjungannya, Shaibani bertemu sejumlah anggota parlemen dan pejabat senior AS, termasuk Wakil Menteri Luar Negeri Christopher Landau serta Utusan Khusus AS untuk Suriah Tom Barrack.
Menurut pemerintah AS, pembicaraan di Departemen Luar Negeri mencakup masa depan Suriah, hubungan Suriah-Israel, serta perjanjian 10 Maret antara Damaskus dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF).
Perjanjian yang diumumkan oleh kepresidenan Suriah awal tahun ini memuat rencana integrasi SDF ke dalam institusi negara, menegaskan kembali integritas teritorial, serta menolak agenda separatis.
Kunjungan Shaibani ke Washington pada Kamis menandai lawatan pertama seorang menteri luar negeri Suriah ke AS dalam lebih dari 25 tahun.
Kunjungan bersejarah itu berlangsung di tengah upaya Damaskus memperluas keterlibatan diplomatik setelah bertahun-tahun terisolasi akibat perang saudara dan runtuhnya rezim Bashar al-Assad.
Baca juga: Indonesia Kutuk Serangan Israel di Suriah, Desak Perdamaian Segera di Suwayda
Assad, yang memimpin Suriah hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia pada akhir 2024, mengakhiri dominasi Partai Baath yang telah berkuasa sejak 1963.
Pada Januari, pemerintahan transisi baru dipimpin Presiden Ahmad al-Sharaa resmi dibentuk di Suriah.
Sumber: Anadolu