Mengintip Jualan Anti Korupsi Capres

id mengintip jualan, anti korupsi capres

Mengintip Jualan Anti Korupsi Capres

Oleh Desca Lidya Natalia

"Dalam hal jaminan hukum, kami berkomitmen untuk mencapai pemerintahan yang bersih dari korupsi dan dengan demikian melestarikan demokrasi dan ujungnya membawa kesejahteraan," kata calon presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pernyataan pembuka dalam debat pertama capres-cawapres, Senin (9/6).

"Kepastian hukum negara artinya siapapun harus taat dan menaati hukum, syarat kepastian hukum adalah menghormati sesama manusia, penegakkan Hak Asasi Manusia, tanpa itu kita tidak dapat melaksanakan hukum dengan benar," kata calon wakil presiden Jusuf Kalla saat ditanya mengenai visi dan misinya mengenai kepastian hukum.

Kepastian hukum, demokrasi, maupun pemerintahan yang bersih oleh pasangan nomor urut satu Probowo Subianto-Hatta Rajasa maupun nomor urut dua Joko Widodo-Jusuf Kalla menjadi salah satu "jualan" yang menjanjikan banyak suara.

Hal itu karena sebagian besar rakyat Indonesia menantikan ksatria yang dapat menumpas korupsi seperti hasil survei dari International Foundation for Electoral System (IFES) bersama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Februari 2014 lalu yang menunjukkan harapan agar para anggota legislatif adalah mereka yang jujur/bebas korupsi berada di urutan paling atas (36 persen).

Namun benarkah kedua pasangan capres-cawapres tersebut sungguh-sungguh berniat memerangi korupsi? Niat tersebut setidaknya dapat dilihat dari visi-misi kedua pasangan.

Visi-Misi

Dalam dokumen visi dan misi pasangan pertama Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sepanjang sembilan halaman, keduanya memasukkan agenda "Membangun Pemberintah yang melindungi rakyat, bebas korupsi dan efektif melayani" dalam butir kedelapan alias terakhir.

Penjelasannya adalah mereka bertekad mencegah dan memberantas korupsi, kolupsi dan nepotisme (KKN) dengan menerapkan manajemen terbuka dan akuntabel; memperkuan peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menambah tenaga penyidik dan fasilitas penyelidikan; dan penguatan peranan KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi secara sinergis.

Tekad itu juga tampak dalam debat capres-cawapres. Prabowo misalnya menilai bahwa korupsi terjadi karena adanya kebocoran kekayaan negara.

"Kebocoran terjadi secara sistemik sehingga tidak ada sumber daya yang cukup untuk menjaga kualitas hidup aparatur negara, artinya korupsi terjadi di Indonesia karena pejabat yang berkuasa takut masa depannya, takut pensiun," ungkap Prabowo.

Ia mengungkapkan bahwa gaji bupati misalnya hanya Rp6 juta--Rp7 juta, padahal bupati tersebut sudah menghabiskan hingga Rp15 miliar saat kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Akibatnya dia lalu mengambil dari APBD, menteri-menteri juga begitu karena gajinya kalau tidak salah hanya Rp18 juta padahal tanggung jawabnya sangat besar. Sistem demokrasi kita yang liberal juga mewajibkan pemimpin politik untuk mencari uang dalam berkampanye politik sehingga mengandalkan kadernya di DPR sehingga menjadi sumber masalah bangsa," tambah Prabowo.

Sehingga Prabowo mengusulkan agar aparat penegak hukum harus ditingkatkan kesejahteraannya demi memberantas korupsi.

"Hakim, polisi, jaksa, semua penegak hukum, semua pejabat dan PNS (Pegawai Negeri Sipil) di tempat-tempat penting harus dijamin hidupnya. Strategi kami adalah memperbaiki kebocoran, karena itu penegak hukum harus ditingkatkan kemampuan manajerial, teknis, pendidikan dan investasi yang besar, kemudian rekrutmennya juga harus merekrut orang-orang terbaik dengan transparansi," jelas Prabowo.

Hatta Rajasa bahkan mengutip strategi pemberantasan korupsi yang diusulkan KPK dalam Buku Putih berisi 8 agenda antikorupsi bagi presiden 2014--2019 yang diserahkan KPK kepada kedua capres pada 3 Juni 2014 lalu.

"Pemberantasan korupsi harus dilakukan misalnya dengan mendukung 8 kebijakan KPK, kemudian mendukung sitem pencegahan korupsi, membangun sistem monitoring, setiap sitem harus dipertanggungjawabkan semuanya," ujar Hatta menambahkan pernyataan Prabowo.

Sedangkan untuk menghindari rongrongan partai politik mitra koalisi yang menginginkan jabatan, Hatta berharap agar para menteri tidak tunduk dalam partai koalisi.

"Kita jangan menempatkan pemilihan baik menteri maupun pejabat penting kepada alokasi partai politik, ini harus tegas siapapun presidennya, berikan kesempatan pada putra putri terbaik menjabat, alias kabinet ahli," tambah Hatta.

Sementara itu, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam dokumen visi-misi sepanjang 42 halaman menunjukkan niat untuk memberantas korupsi dalam butir keempat agenda prioritas yaitu dengan memprioritaskan pemberantasan korupsi dengan konsisten dan terpercaya; pemberantasan mafia peradilan dan penindakan tegas terhadap korupsi di lingkungan peradilan; pemberantasan tindakan penebangan, perikanan dan penambangan liar, pemberantasan tindak kejahatan perbankan dan kejahatan pencucian uang.

Dalam paparan langsungnya Jokowi menyatakan bahwa ia berniat untuk membangun dua hal dalam upaya memerangi korupsi.

"Pertama adalah pembangunan sistem, sistem dilakukan dan dibuktikan saat saya menjadi gubernur dan wlaikota yaitu dengan melakukan e-budgeting, e-purchasing, e-catalog, e-auditing dan lainnya yang penerapannya bisa dinasionalkan bila kami nanti menjabat," kata Jokowi pada debat pertama capres-cawapres Senin (9/6).

Selanjutnya ia juga berniat untuk menerapkan sistem seleksi dan promosi terbuka sehingga orang yang memegang kementerian maupun lembaga dilakukan dengan pola seleksi terbuka dan bukan karena senang dan tidak senang.

Jusuf Kalla pun sependapat dengan perlunya untuk menguatkan KPK.

"KPK sebagai unsur penegak hukum harus kuat untuk menjaga negara dari korupsi. KPK harus diperkuat stafnya, disiplinnya, anggarannya. Polisi dan kejaksaan pun harus singkron atas semua itu. Selanjutnya perlu ada DPR yang baik yang menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dalam membuat hukum. Dan pelakananya adalaah pemimpin itu sendiri, dengan itu demokrasi yang baik akan berjalan dengan pemerintahan yang bersih untuk melaksanakan demokrasi yang bersih," ungkap JK.

8 Agenda KPK

Niat para capres-cawapres untuk memberantas korupsi sesungguhnya sejalan dengan delapan agenda antikorupsi yang diajukan oleh KPK.

"Buku itu isinya merupakan refleksi dari pengetahuan dan pengalaman terbaik KPK selama 10 tahun di bidang pemberantasan korupsi. Pada buku itu dirumuskan tantangan faktual yang sedang dihadapi dan usulan agenda aksi yang diprioritaskan bagi presiden 2014--2019," kata Bambang.

Namun Bambang menilai bahwa ada satu persoalan utama yang tidak tuntas dalam visi-misi capres-cawapres dan dapat berakibat pada ketidakmampuan untuk menjalankan agenda pembangunan.

"Pada dokumen visi-misi tidak dibahas secara tuntas dari mana pembiayaan seluruh program. Sekotr pajak sebagai salah satu penerimaan negara terbesar luput dari isu utama padahal penerimaan sektor pajak terus turun kendati jumlah wajib pajak meningkat sehingga siapapun capresnya, bila tidak mampu meningkatkan penerimaan pajak dan gagal mengatasi indikasi korupsi sektor pajak akan gagal melaksanakan program pembangunan," ungkap Bambang.

Adapun delapan agenda dalam Buku Putih itu, pertama adalah reformasi birokrasi dan perbaikan administrasi kependudukan.

KPK menilai jalan paling mendasar untuk menata birokrasi adalah melalui reformasi birokrasi misalnya reformasi pengelolaan APBN dan APBD yang bertujuan untuk memastikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap pengelolaan APBN dan APBD dilakukan secara akuntabel, transparan, dan berkeadilan serta meminimalisasi kebocoran anggaran.

Kedua, agenda pengelolaan sumber daya alam dan penerimaan negara. Berdasarkan penelitian dan pengkajian KPK, terdapat tiga sektor yang harus mendapatkan perhatian besar presiden mendatang, yakni pertambangan (khususnya mineral dan batubara), kehutanan, serta perikanan dan kelautan.

Sektor pertambangan, misalnya, memberikan kontribusi sekitar 9 persen terhadap total pajak dalam negeri padahal potensi penerimaan pajak dari sektor pertambangan dapat lebih besar dari 9 persen, termasuk tambang batubara.

Ketiga, agenda ketahanan dan kedaulatan pangan. Keseriusan pemerintah dalam upaya swasembada pangan tercermin dari besarnya anggaran swasembada pangan, misalnya pada 2014 senilai 8,28 triliun rupiah untuk lima komoditas utama. Bila tidak dikelola dengan baik, ini dapat memicu kerugian keuangan negara, baik dari aspek keuangan maupun non keuangan.

Kebijakan importasi komoditas pangan strategis dinilai tidak melindungi petani lokal. Kelemahan pada kebijakan tata niaga meliputi arah kebijakan yang tidak tepat yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingannya sendiri dengan merugikan negara dan kepentingan publik.

Keempat, agenda perbaikan infrastruktur. Hasil Survei Integritas Sektor Publik Indonesia tahun 2009 yang dilakukan oleh KPK, menunjukkan persepsi masyarakat pengguna layanan pada layanan publik di lingkungan Kementerian Perhubungan masih belum memuaskan.

Sebagai contoh, skor potensi integritas pada layanan Uji Tipe dan Penerbitan Sertifikat Uji Tipe Kendaraan Bermotor di lingkungan Ditjen Perhubungan Darat hanya mencapai 5,99 (peringkat 68), di bawah standar minimal KPK (6,0). Hal ini menunjukkan, masih terdapat kelemahan dalam sistem pelayanan publik pada layanan tersebut yang merupakan celah terjadinya pemerasan atau suap.

Kelima, agenda penguatan aparat penegak hukum. Proses penegakan hukum harus akuntabel. Ini berarti bahwa proses pelaksanaan penegakan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dengan berbasiskan pada adanya kemanfaatan hukum dan keadilan bagi publik.

Keenam, agenda dukungan pendidikan nilai integritas dan keteladanan. Akar penyebab korupsi adalah sistem yang buruk dan karakter individu yang cenderung korup. Buktinya adalah kasus tindak pidana korupsi yang semakin banyak dari tahun ke tahun karena orientasi kesuksesan hidup yang berdasar hanya pada materi, sehingga munculnya sikap permisif masyarakat dalam menghadapi kasus korupsi di lingkungannya.

Ketujuh, agenda perbaikan kelembagaan partai politik. Penguatan bisa dilakukan pada sistem rekrutmen, kaderisasi parpol dan sisi pendanaan. Presiden selaku kepala negara harus melakukan penguatan terhadap sistem pendukung parlemen.

Kedelapan, agenda peningkatan kesejahteraan sosial. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pemimpin terpilih, yaitu berhati-hati dalam menetapkan kebijakan jaminan pensiun dan membangun tata kelola jaminan ketenagakerjaan yang bersih, transparan, dan akuntabel untuk dana kelolaan di BPJS.

Sejatinya, masyarakat membutuhkan pemimpin yang dapat bekerja efektif memaksimalkan potensi kekayaan negara dan bukan membuang secara percuma apalagi memperkaya kantong sendiri maupun keluarga.

KPK sejak berdiri sejak 2004 hingga 2013 pun mengklaim telah menyelamatkan total kerugian negara sebesar Rp248,89 triliun. Uang negara sebesar itu terdiri atas perolehan dari upaya penindakan dan upaya pencegahan melalui penyelamatan kerugian negara sebesar Rp197,39 triliun. Juga, dari potensi penyelamatan kerugian negara dengan program pencegahan sebesar Rp51,5 triliun.

Dari uang yang dapat diselamatkan tersebut, bila dikonversikan, maka bisa digunakan bagi pembangunan 2,5 juta unit rumah sederhana gratis, atau memberikan susu gratis kepada anak rawan gizi sebanyak 22,6 miliar liter, atau memberikan sekolah gratis kepada 429 juta anak SD selama setahun.

Atau memberikan 29,3 miliar kilogram beras gratis bagi penduduk yang rawan pangan, atau membangun 1,9 juta unit ruang kelas SD, atau membangun 1,8 juta unit ruang kelas SMP, atau memberikan 49 juta unit komputer untuk sekolah-sekolah, atau memberikan bantuan modal usaha untuk 25 juta sarjana baru, atau memberikan modal pendirian 4,9 juta koperasi di tengah-tengah masyarakat.

Pada prinsipnya rakyat ingin pemimpin yang memerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Masyarakat berharap pemimpin terbaik yang terpilih.