Banyak kesalahan umum saat praktik CSR, Jefry Noer ingatkan perusahaan di Riau

id Jefry noer, csr riau, masalah csr

Banyak kesalahan umum saat praktik CSR, Jefry Noer ingatkan perusahaan di Riau

Jefry Noer saat bertemu dengan mantan Pj Bupati Kampar Firdaus dan petinggi SKK Migas belum lama ini. (ANTARA/dok)

Pekanbaru (ANTARA) - Tokoh masyarakat Riau, Jefry Noermenilai ada banyak persoalan dalam penyaluran Program Corporate Social Responsibility (CSR) oleh perusahaan-perusahaan di Riau sehingga terkesan masih belum sesuai dengan Undang-Undang 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).

"Masalah ini yang harus diselesaikan karena sejak ditetapkannya Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 40 Tahun 2007, kesadaran perusahaan-perusahaan di Indonesia akan urgensi pelaksanaan CSR meningkat," kata Jefry lewat sambungan telepon di Pekanbaru, Jumat.

Mantan Bupati Kampar dua periode ini mengungkap, pasal tersebut mewajibkan setiap Perseroan Terbatas untuk melakukan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

Patut diketahui, TJSL adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

Komitmen yang dititikberatkan pada keberlanjutan dalam memberikan manfaat untuk masyarakat seringkali dipahami sebagai sebuah program yang bersifat hit and run.

Program-program yang dilaksanakan dari dana anggaran untuk CSR menurut Jefry tidak memiliki karakteristik keberlanjutan, melainkan hanya sebuah bantuan-bantuan yang instan dan tidak meningkatkan kualitas hidup masyarakat sasaran program.

"Misalnya, bantuan dalam bentuk pendanaan untuk modal UMKM yang hanya disalurkan satu kali tanpa adanya pendampingan kepada pelaku UMKM tersebut," kata Jefry.

Menurut dia, kesalahan dalam memahami konsep CSR tidak hanya berada pada pelaksanaan dan dampaknya untuk masyarakat, namun juga dalam perencanaannya.

"Jadi sebenarnya masih banyak perusahaan yang belum menjalankan program CSR-nya sesuai dengan undang-undang. Mereka hanya membuat program CSR asal-asalan saja untuk memenuhi tanggung jawab," kata Jefry.

Malahan, menurut dia, masih banyak perusahaan yang menjalankan program CSR tanpa ada 'goal' yang jelas, tidak seratus persen memikirkan kebutuhan atau kepentingan masyarakat.

Menurut Jefry Noer, ada banyak penyebab hingga program CSR perusahaan di Riau masih belum maksimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Visi kabur

Salah satunya menurut Jefry, perusahaan belum memiliki visi yang jelas dalam menjalankan Program CSR sehingga peranannya menjadi minim dan dampaknya tidak begitu signifikan.

"Malahan banyak proyek-proyek CSR perusahaan yang akhirnya tidak termanfaatkan masyarakat, kesannya mubazir," kata Jefry.

Kemudian masalah lainnya adalah banyak perusahaan tidak menyadari skala perubahan yang diperlukan untuk menjalankan Program CSR.

"Penekanan pada dampak yang diberikan dari program-program CSR perusahaan-perusahaan selalu kerugian, padahal CSR adalah bagian dari tanggung jawab dan juga investasi iklim perusahaan. Nah mereka tidak paham itu," kata Jefry.

Selanjutnya, CSR dilakukan oleh pekerja yang berada pada level manajemen yang kurang strategis sehingga perusahaan memiliki pemahaman yang kurang dalam mengenai strategi bisnis dan manajemen dalam perusahaan.

Oleh karena itu, lanjutJefry, CSR yang dilakukan seringkali tidak mencerminkan nilai perusahaan ataupun hanya menerapkan program yang mengatasi permasalahan dasar dari kondisi sosial dan lingkungan masyarakat sehingga tidak mampu mengatasi permasalahan kualitas hidup masyarakat.

"Masalah lainnya adalah sering kali perusahaan menggabungkan antara risiko dan peluang. Sementara salah satu pandangan strategis dari CSR adalah memilih kegiatan yang perlu dilindungi melalui praktik yang lebih bertanggung jawab dan manajemen peluang dari aktivitas-aktivitas yang mampu CSR ciptakan di masa depan," katanya.

Masalah kelima, menurut Jefry, adalah ketidakmampuan perusahaan dalam mendengarkan suara dari luar, bahkan beberapa perusahaan tidak menyukai kritik dan masukan dari pihak luar yang sebenarnya mampu mengembangkan Program CSR mereka.

"Makanya banyak Program CSR justru tidak memberi dampak apa-apa pada masyarakat. Perusahaan-perusahaan lebih dengarkan beberapa pihak stakeholders saja," kata dia.

Selanjutnya, banyak perusahaan mempertahankan sistem atau manajerial yang kuno, mereka tidak mampu memahami dan merespon kebutuhan dan peluang di masa depan.

Perusahaan, menurut dia, juga gagal dalam memandang CSR sebagai sebuah inovasi, padahal CSR yang baik adalah CSR yang mampu menjadi inovasi perusahaan dalam mengelola model bisnis perusahaan.

"Jadi banyak perusahaan harus dievaluasi program-program CSR-nya," demikian Jefry.