Pekanbaru (ANTARA) - Pemerintah memberikanperhatian besar terhadap upaya pencegahan gangguan tumbuh kembang anak ataustunting, melalui peningkatan kesehatan mulai dari remaja sebagaicikal bakal keluarga.
Pengertian remaja adalah seseorang yang berada dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Menurut badan kesehatan dunia WorldHealthOrganization(WHO), masa remaja terjadi dalam rentang usia 10-19 tahun.
Sementara itu, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja merupakan penduduk yang berusia 10-18 tahun.Sedangkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.
Jadi, remaja adalah peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Mereka berada padamasa transisi dari anak-anak menuju dewasa.
Dalam kondisi demikian, pemerintah perlu mengawal dan memberikan pembekalan agar kelak ketika mereka berumah tangga bisa mewujudkan keluarga yang sejahtera, terhindar dari stunting.
Oleh karena itu,seluruh elemen bangsa Indonesia harus bergerak untuk kemaslahatan umat, menekan angka stunting, termasuk para ibu rumah tangga untuk meningkatkan pengasuhan, memberikan asupangizi yang cukup bagi anak-anaknya, karena ini menjadi faktor cukup menentukan mencegah stunting.
Bentuk Duta GenRe
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6% pada 2022 atau turun 2,8 poin dari tahun sebelumnya. Sedangkan prevalensi balita stuntingdi Provinsi Riau, berdasarkan data tersebut sebanyak 17 persen.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Riau terus mendorong daerah membentuk Duta Generasi Berencana (GenRe) per desa/kelurahan untuk mendukung upaya menurunkan prevalensi stuntingatau tengkes.
"Peran Duta GenRepenting dalam percepatan penurunan tengkes. Karena, melalui remaja, mereka bisa memotivasi para pendidik/konselor remaja menyiapkan remaja sebagai calon pasangan pengantin untukmembangun keluarga yang berkualitas dan melahirkan generasi berkualitas," kata Kepala BKKBN Provinsi Riau,Mardalena Wati Yulia.
Jumlah Duta GenRe di Riauberdasarkan data Direktorat Bina Ketahanan Remaja (Dithanrem) sebanyak 233 Duta GenRe dari 1.876 desa/kelurahan atau masih rendah (12,42 persen).
Untuk itu, jumlah Duta GenReakan terus ditingkatkan seperti dilakukan Kampung KBBinaan Dinas Pengendalian Penduduk (Disdalduk) KB Kota Pekanbaru yang mengukuhkan Duta GenRe untuk menjadi menjadi kekuatan percepatan penurunan prevalensi tengkes di Riau.
Pembentukan Duta GenRe barudi tingkat kabupaten dan kota perlu dimaksimalkan untuk menyebarkan nilai-nilai generasi berencana ke seluruh pelosok Riau hinggatingkat desa/kelurahan.
Sepasang Duta GenRe akan menjadi pendidik konselor sebaya. Jika anak yang menasehati adalah teman sebaya maka mereka akan mudah mengerti,sehingga mudah mengarahkan anak-anak seusianya.Mereka jauh lebih nyaman berbicara dengan teman sebaya.
Syarat menjadi Duta GenRe dari masing-masing desa/kelurahan adalah usia 10-24 tahun, belum menikah, bersedia menjadi duta secara sukarela.Duta GenRe akan terus menyosialisasikan secara masif terkait remaja menjaga kesehatan reproduksi, zero nikah dini, danantinarkoba.
Pembentukan Duta GenRe selama ini bisa melalui jalur pendidikan atau jalur masyarakat. Pengusulan mereka bisa dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) KB atau dari PKB di lapangan serta dari teman-teman PLKB yang membina mereka.
Jumat Barokah
BKKBN Perwakilan Provinsi Riau berkolaborasi dengan jajaran Polresta Pekanbaru berupaya menurunkan prevalensi tengkes (stunting) melalui program Jumat Barokah dan sedekah Rp1.000/hari melalui program "Seribu Berjuta Makna" dari seluruh anggota polisi.
Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol, Dr Pria Budi SIKMH, membuat program itu dengan cara mengumpulkan uang pada tiap Jumat Barokah, kemudian dibagikan kepada keluarga yang membutuhkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti kedai berbagi makanan gratis dan bantuan makanan bergizi untuk bumil dan balita berisiko tengkes.
Jajaran Polresta Pekanbaru melakukan juga "grebek" atau kunjungan lapangan kepada keluarga berpotensi dan beresiko tengkes di Kota Pekanbaru, seperti dilakukandi rumah balita Zaky Ramadhan, maupun ke rumah ibu hamil Nurbaiti di JalanGotong Royong yang berisiko tengkes.
Selain itu, kunjungan juga dilakukan ke rumah seorang balita Ghania Nuradiba di JalanDurianserta rumahbalita Zepanyadi Jalan Budi Utomo IIIyang juga berisiko tengkes.
Pria Budi mengatakan, bantuan tersebut bersumber dari sedekahuntuk pembelian beras serta makanan bergizi seperti telur, ayam dan ikan, bagi ibu hamil dan balita berisiko tengkes.
Upaya untuk menurunkan prevalensi tengkes di Pekanbaru harus dilakukan keroyokan. Sebab, sesuai target Presiden Jokowi untuk menekan prevalensi tengkes hingga 14 persen pada tahun 2024, maka perlu sinergi dan kolaborasi berbagai pihak.
Polresta Pekanbaru melalui program "Seribu Berjuta Makna" atau sedekah Rp1.000 per hari. Jika ada 1.100 anggota polisi di seluruh Kota Pekanbaru maka terhimpun sebanyak Rp1.100.000/ hari. Jika selama enam hari saja akan bisa mencapai Rp6,6 juta.
Tapi, sejak setahun program ini digerakkan,anggota Polresta Pekanbaru justru menyumbang lebih dari itu, mulai dari Rp5.000/orang hingga Rp10.000/orang, sehingga sumbangan tersebut juga bisa membiayai kegiatan bedah rumah warga.
Berdasarkandata by name by address dari BKKBN, Polresta Pekanbaru juga mengerahkan sebanyak 83 Babinkamtibmasmelakukan penyuluhan bagi keluarga berisiko tengkes.
Riau optimistis
Koordinator Program Manager Satgas Stunting Perwakilan BKKBN Provinsi Riau,Fachrurozin, mengatakan berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 prevalensi stunting di Provinsi Riau sebesar 17,0 persen, turun dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 22,3 persen.
Atas dasar itu, Riau optimistis dapat menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024. Riau menargetkan bisa menurunkan angka stuntingsebesar 2,5 persen pada tahun 2023, dan mencapai angka 14 persen tahun 2024.
Provinsi Riau telah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka kekerdilan pada anak, satu di antaranya membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang diketuai oleh Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting disebabkan oleh banyak faktor, seperti ekonomi keluarga dan penyakit atau infeksi yang berkali-kali. Selain itu, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan masalah non kesehatan, aspek perilaku terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktik pemberian makan pada balita.
Stunting bisa dicegah dengan memberikan nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan, menerapkan pola hidup sehat, membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, tidak buang air besar sembarangan serta melakukan imunisasi.
Dengan membekali pengetahuan yang memadai kepada remaja sebagai cikal bakal keluarga masa depan, dibarengi dengan sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak, maka Provinsi Riau optimistis akan dapat menekan angka stuntingdari 17,0 perensaat ini menjadi 14 persen pada 2024.
Berita Lainnya
Riau berupaya percepat penanganan stunting
23 June 2021 17:10 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB
Jalani Pemeriksaan Di Imigrasi Pekanbaru, TKA Ilegal Mengaku Stres
18 January 2017 16:55 WIB
Pelajar Sekolah Di Inhil Banyak Yang "Ngelem"
13 January 2017 6:15 WIB