Pekanbaru, (Antara) - LSM Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau atau Jikalhari meminta Kementerian Kehutanan untuk tidak mendiamkan penggunaan kayu ramin di salah satu perusahaan penghasil bubur kertas dan kertas grup Asia Pulp and Paper.
"Sebab, penebangan kayu ramin terjadi tahun 2012 yang digunakan oleh PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) milik Sinar Mas Group atau APP. Kami minta Kemenhut untuk mengusut masalah ini," ujar Koordinator Jikalahari Muslim Rasyid di Pekanbaru, Senin.
Menurutnya, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri kertas dan berkedudukan di Riau tersebut telah menyalahi aturan berdasarkan fakta dan temuan yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia.
Greenomics Indonesia sebelumnya menyatakan, penebangan kayu ramin yang dilakukan tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti dan kasus perusahaan Sinar Mas Group itu seperti hendak "dipetieskan".
Ramin merupakan jenis kayu dilindungi dan masuk kategori rentan dalam daftar merah IUCN serta Apendix II didaftar CITES yang diartikan perdagangan secara komersil sangat ketat, serta pemanfaatannya harus mendapatkan izin dari Kemenhut.
Namun anehnya, hingga kini belum ditindaklanjuti Kemenhut selaku pemengang kuasa. "Ini aneh. Sudah hampir dua tahun, tapi belum ada juga kejelasan dari Kemenhut," katanya.
"Seharusnya, Kemenhut memberi respon terhadap pelangaran pengunaan kayu ramin. Sekaligus menyikapi, bahwa ternyata perusahaan kertas PT Indah Kiat Pulp and Paper masih menggunakan kayu ramin. Kalau bisa, tahun ini juga diungkap," pinta aktivis lingkungan.
Akhir tahun 2013, WWF menuding Kemenhut sengaja "memetieskan" penggunaan kayu ramin salah satu perusahaan penghasil bubur kertas dan kertas di Provinsi Riau yakni PT Indah Kiat Pulp and Paper milik Sinar Mas Group.
"Kami mendorong agar Kementerian Kehutanan dapat menuntaskan proses investigasi ini dan mengenakan sanksi tegas kepada perusahaan manapun yang terbukti melanggar," kata Direktur Konservasi WWF Indonesia, Nazir Foead.
Permintaan tersebut disampakan WWF atas laporan yang disampaikan Greenomics dan dirilis 10 Desember 2013. Kemenhut diminta mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang terbukti menebang serta menerima kayu ramin secara illegal.
Dalam kajian Greenomics terungkap dua perusahaan pemegang izin hutan tanaman industri PT Rimba Hutani Mas dan PT Kalimantan Subur Permai, dimana keduanya pemasok APP yang menebang tanpa izin serta menjual kayu ramin ke IKPP pada tahun 2012.