Sekjen PBB Kutuk Pembunuhan Prajurit Pemelihara Perdamaian di DRC

id sekjen pbb, kutuk pembunuhan, prajurit pemelihara, perdamaian di drc

Sekjen PBB Kutuk Pembunuhan Prajurit Pemelihara Perdamaian di DRC

PBB, New York (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Ahad (27/10), mengutuk pembunuhan seorang prajurit pemelihara perdamaian selama bentrokan baru antara pasukan pemerintah dan gerilyawan di bagian timur Republik Demokratik Kongo (DRC).

"Sekretaris Jenderal mengutuk dengan sekeras-kerasnya pembunuhan seorang prajurit Tanzania yang ditembaki oleh gerakan M23 di DRC Timur," demikian isi satu pernyataan yang dikeluarkan di Markas PBB oleh juru bicara Ban, lapor Xinhua.

Menurut pernyataan tersebut, serangan itu terjadi saat Misi Stabilisasi PBB di DRC (MONUSCO) mendukung tindakan oleh Angkatan Bersenjata Kongo (FARDC) untuk melindungi warga sipil di poros Kiwanja-Rutshuru, 25 kilometer di sebelah utara Goma, Ibu Kota Provinsi Kivu Utara.

Di dalam pernyataan tersebut, pemimpin PBB itu menyampaikan belasungkawa dan simpati kepada keluarga korban dan Pemerintah Republik Persatuan Tanzania.

PBB tetap terikat komitmen untuk melakukan "semua tindakan yang perlu" sejalan dengan resolusi Dewan Keamanan untuk melindungi warga sipil di DRC Timur, kata pernyataan tersebut, demikian laporan Xinhua.

Setelah satu bulan keadaan tenang, pertempuran antara FARDC dan M23 berkecamuk pada Jumat pagi (25/10) di Provinsi Kivu Utara.

Pertempuran itu baru berlanjut satu pekan setelah terhentinya pembicaraan Kampala, Uganda, antara Pemerintah DRC dan gerilyawan M23 untuk menemukan penyelesaian yang langgeng bagi krisis di bagian timur negeri tersebut.

Pada April 2012, M23 --gerakan yang baru dibentuk-- melancarkan perlawanan di wilayah bergolak DRC Timur dan merebut Goma pada November, sebelum mundur di bawah tekanan negara regional untuk memfasilitasi pembicaraan perdamaian.

Dalam satu tahun belakangan, bentrokan kadangkal telah berlanjut di seluruh DRC Timur.

Pembicaraan perdamaian, yang diperantarai oleh Uganda, antara pemerintah dan gerilyawan telah berulangkali macet sejak Desember tahun lalu.