Penegak hukum diharapkan ungkap pelaku lain dugaan kasus korupsi CPO akibatkan langkanya minyak goreng

id Kota Malang, Akademisi UB,Pengamat Hukum,Kasus Minyak Goreng,Mafia Minyak Goreng

Penegak hukum diharapkan ungkap pelaku lain dugaan kasus korupsi CPO akibatkan langkanya  minyak goreng

Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto. (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)

Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Akademisi Universitas Brawijaya mengharapkan para penegak hukum bisa mengungkap para pelaku lain yang terlibat kasus dugaan korupsi CPOyang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri beberapa waktu lalu.

Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto kepada ANTARA di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat, mengatakandalam permasalahan minyak goreng yang berdampak terhadap perekonomian nasional itu ditengarai bukan hanya disebabkan oleh sejumlah pelaku yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Apakah memang benar masalah sebesar ini, yang bisa mempengaruhi perekonomian masyarakat, hanya disebabkan oleh empat orang, satu dirjen dan tiga pengusaha," kata Aan.

Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan pemberian fasilitas izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng pada Januari 2021 hingga Maret 2022 yang menyebabkan kelangkaan komoditas itu.

Keempat orang tersangka itu adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley MA (SMA).

Kemudian, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT) dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Picare Togar Sitanggang (PT).

Aan menjelaskandengan jumlah produksi minyak goreng dalam negeri yang cukup besar maka persoalan distribusi komoditas tersebut tidak sederhana dan bisa dengan mudah terganggu akibat permainan yang dilakukan oleh empat orang tersebut.

"Tidak mungkin semasif itu dampaknya, kemudian hanya karena beberapa orang saja," katanya.

Terlebih, lanjutnya, saat ini minyak goreng di pasar sudah tersedia dan tidak terjadi kelangkaan. Hal itu berbeda dengan kondisi pada saat pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan satu harga Rp14.000 untuk seluruh produk minyak goreng.

"Buktinya, sekarang minyak goreng sudah melimpah. Berarti ada tangan-tangan yang bisa memegang komoditas tersebut dan bisa dikeluarkan pada saat mereka berkeinginan," ujarnya.

Ia menambahkan dengan adanya kondisi tersebut maka sesungguhnya permasalahan terkait kelangkaan minyak goreng di Indonesia beberapa waktu lalu tidak hanya bisa dilihat dari permasalahan ekspor, namun juga tata kelola di dalam negeri.

"Jangan sampai kasus ini hanya sebagai kasus yang menutupi masalah sebenarnya dari tata kelola minyak goreng. Ada masalah yang lebih besar, dari hanya sekadar problem ekspor minyak goreng, yakni tata kelola di dalam negeri," katanya.

Dalam perkara tersebut, tiga tersangka dari pihak swasta melakukan komunikasi intens dengan tersangka IWW. Hasil komunikasi tersebutadalah untuk mendapatkan persetujuan ekspor tiga perusahaan itu.

Padahal, tiga perusahaan itu bukan merupakan perusahaan yang berhak untuk mendapatkan persetujuan ekspor. Hal itu karenatiga perusahaan itu telah mendistribusikan CPO tidak sesuai dengan harga penjualan di dalam negeri.