Pekanbaru, (Antarariau.com) - Penyelenggaraan event olahraga "Islamic Solidarity Games (ISG)" III nasibnya kini tidak jelas, terkatung-katung bagai biduk patah kemudi.
Kondisinya, tidak jauh berbeda ketika eksekutor Kejaksaan Agung yang juga terkatung-katung dalam upaya mengeksekusi mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Susno Duadji.
Tarik ulur mengenai kapan dan dimana ISG akan diselenggaralan pun terjadi begitu alot. Antara pemerintah daerah dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sampai saat ini masih 'bersitegang'.
Kondisi 'panas' ini, sama halnya ketika aparat kepolisian Polda Jawa Barat yang terus berusaha melindungi sang jenderal Susno dari kejaran pihak eksekutor yang terus berupaya pro-aktif.
ISG memang awalnya direncanakan dilaksanakan di Ibu Kota Provinsi Riau, Pekanbaru, diperkuat dengan keputusan presiden (keppres). Namun akibat berbagai hal, Menpora akhirnya memutuskan untuk memunculkan opsi pemindahan pelaksanaan event olah raga internasional itu ke Jakarta.
Susno pun sempat demikian, dengan opsi untuk menghindari dugaan kriminalisasi oleh pihak penegak hukum, jenderal ini sempat 'disimpan' di Markas Polda Jawa Barat sebelum akhirnya benar-benar menghilang untuk beberapa waktu.
Dari tempat persembunyiannya, Jenderal Susno yang telah dinyatakan sebagai buronan (DPO) kemudian 'berkicau', menyerang dengan ragam tudingan miring untuk Kejagung yang berupaya terus memburunya.
Salah satu "kicau" Susno, menganggap upaya eksekusi yang dilakukan pihak eksekutor merupakan eksekusi liar yang tidak berlandaskan hukum.
Terpidana 3,5 tahun dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan kasus dana pengamanan pemilihan kepala daerah (pilkada) Jawa Barat 2008 tersebut menganggap eksekusi itu sebagai hal yang ilegal karena semua putusan perkara terhadap dirinya batal demi hukum.
Dia menganggap, upaya pelarian yang dilakukannya bukanlah sebuah perlawanan hukum, melainkan perlawanan terhadap kezaliman.
Kondisinya sama ketika opsi pemindahan ISG dari Pekanbaru, Riau, ke Jakarta yang dicuatkan oleh Menpora, Roy Suryo.
Menpora beralasan pemindahan pelaksanaan ISG direncanakan karena sejumlah arena pertandingan di Riau yang belum siap digunakan.
Selain itu, juga karena pelaksanaan Pilkada Riau yang dinilai berdekatan dengan ISG serta menumpuknya hutang Pemda Riau terhadap kontraktor pengerja proyek Stadion Utama yang kini proses pengerjaannya masih terbengkalai.
Rencana pelaksanaan pesta olahraga negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) itu telah tiga kali mengalami perubahan. Awalnya ISG III akan berlangsung 6-17 Juni 2013, kemudian bergeser ke Oktober 2013 karena mundurnya waktu pencairan dana. Terakhir, Menpora Roy Suryo memutuskan event olahraga internasional itu dilaksanakan pada 22 September-1 Oktober 2013.
Roy Suryo menjelaskan, keputusan pemindahan lokasi tuan rumah ISG III ke Jakarta merupakan hasil rapat antara Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Komite Olimpiade Indonesia, Komite Olahraga Nasional Indonesia, Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), dan Pemerintah Provinsi Riau, Senin (22/4), di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Senayan, Jakarta.
Gubernur Berang Seperti Susno
Keputusan pemerintah yang berencana memindahkan tempat penyelenggaraan ISG 2013 itu membuat Gubernur Riau, H.M Rusli Zainal berang.
Dia menilai hal itu mengisyaratkan bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo tidak menghargai usaha Riau untuk mempersiapkan ISG 2013 selama ini hingga membuat keputusan sepihak
Pembatalan sepihak itu, demikian Rusli, merugikan panitia daerah dalam hal pertanggungjawaban karena sejak empat bulan lalu, panitia daerah sudah merekrut lebih dari 4.000 liaison officer (LO). Selain itu, panitia daerah ISG 2013 juga telah menyiapkan sebanyak 825 penerjemah bahasa Inggris, Arab, dan Prancis.
Belum lagi perbaikan berbagai arena-arena yang sudah memakan anggaran daerah dengan jumlah tidak sedikit.
Para legislator di DPRD Riau juga telah menyetujui untuk mengalokasikan Rp45 miliar guna keperluan persiapan ISG 2013, termasuk untuk perbaikan arena dan pelaksanaan di hari penyelenggaraan.
"Harusnya Menpora memberikan solusi. Kami sedang melakukan persiapan lahir batin selama tiga tahun, tapi semuanya seperti tidak ada dihargai sama sekali oleh Menpora," kata Rusli.
Ketegangan antara Menpora dengan Gubernur Riau berlangsung cukup lama, sebelum akhirnya menghasilkan dilakukannya rapat koordinasi yang diikuti oleh beberapa kementerian, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan panitia nasional penyelenggaraan ISG.
Layaknya upaya eksekusi Susno, yang pada akhirnya antara pihak Kejagung dengan patinggi Polri menggelar pertemuan untuk memutuskan sesuatu yang memang cukup berat untuk diputuskan.
"Eksekusi" ISG Seperti Susno
"Eksekusi" ISG juga demikian, berjalan alot se-alot rencana eksekusi sang Jenderal (purn) Susno Duadji.
Bahkan rapat koordinasi yang dilaksanakan baru-baru ini, belum berhasil mengambil keputusan konkret terkait rencana pemindahan tempat penyelenggaraan ISG dari Pekanbaru, Riau ke Jakarta.
"Kami semua di sini sepakat ISG ditunda. Namun untuk lokasi pelaksanaannya baru akan diputuskan setelah kami meninjau langsung ke Riau di mana ISG seharusnya dilaksanakan," kata Menkokesra, Agung Laksono usai rapat koordinasi, Rabu (8/5).
Tarik ulur pelaksanaakn ISG masih berlangsung, kondisi ini sekaligus menjadi harapan bagi Daerah Provinsi Riau untuk tetap menjadi tuan rumah event berkelas internasional itu.
Namun Menpora tidak menginginkan, pelaksanaan ISG nantinya justru akan berakhir di 'tangan' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti halnya Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII/2012.
Berbeda dengan kasus korupsi Susno Duadji yang benar-benar telah merugikan negara hingga secara tidak langsung juga merugikan rakyat. Dimana si tersangka yang telah berstatus terpidana, memang sudah layaknya di eksekusi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Soal ada kepentingan atau tidak, kasus sang jenderal sepantasnya diselesaikan sebagai bentuk dukungan atas penegakan hukum anti-korupsi.
Namun ISG, pantaskah dieksekusi sebagai wujud antisipasi terjadinya tindak pidana korupsi?
Sesuatu yang belum terjadi menurut ahli memang tidak sepantasnya harus ditakuti. Namun kasus korupsi proyek-proyek Pekan Olahraga Nasional (PON), agaknya menjadi bukti yang harus diperhitungkan agar hal sama tidak 'merayap' pada penyelenggaraan ISG.
Terlebih, event olahraga ini akan diikuti oleh sebanyak 57 negara-negara dari berbagai belahan dunia.
Jika harus diumpamakan, ISG di Riau bagai biduk pecah nahkoda mati dan terkatung-katung bagai biduk patah kemudi. Sepantas pacak mencerca biduk orang, biduk sendiri tak terkayuh.
Namun ISG harus diselamatkan demi martabat bangsa...!!!