Riau perlu waspadai dua risiko untuk jaga inflasi tahun 2022

Pekanbaru (ANTARA) - Bank Indonesia Kantor Wilayah Riau mengatakan daerah tersebut perlu mewaspadai dua risiko agar inflasi setempat tetap terkendali pada tahun 2022, dengan mematok target inflasi tahun ini hanya berkisar 3 plus-minus 1 persen.

"Hal ini lantaran Riau bukan daerah produsen, dan masih sangat menggantungkan kebutuhan pokok masyarakat pada provinsi tetangga," kata Deputi Kepala Perwakilan M Cahyaningtyas di Pekanbaru, Rabu.

Dia mengatakan, adapun dua risiko yang perlu diwaspadai yakni masih tingginya ketergantungan Riau terhadap pasokan komoditas pangan dari daerah lain. Kedua, berbagai komoditas yang terdampak penyesuaian cukai rokok, pengenaan cukai plastik, dan pengenaan cukai minuman berperisa.

“Oleh karena itu, koordinasi tim pengendali inflasi daerah (TPID) harus terus diperkuat agar inflasi Riau pada tahun 2022 berada pada sasaran 3 plus-minus 1 persen," katanya.

Dijelaskannya, berdasarkan data inflasi Badan Pusat Statistik, tingkat inflasi bulanan di Provinsi Riau tercatat sebesar 0,05 persen, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,38 persen.

Dengan perkembangan tersebut, realisasi inflasi tahunan Riau pada tahun 2021 tercatat cukup rendah, yaitu sebesar 1,54 persen (year on year).

Data mencatat pada bulan Desember 2021, sejumlah komoditas mengalami kenaikan harga pada level terkendali. Tarif kontrak rumah berandil paling besar dalam pembentukan inflasi pada bulan laporan sebesar 0,04 persen.

"Hal tersebut didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat pada sektor properti, sebagaimana tercermin dari Survey Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia. SHPR Bank Indonesia menunjukkan bahwa harga properti di Kota Pekanbaru pada triwulan IV 2021 diprediksi tumbuh 2,53 persen (year on year) tertinggi di Sumatera," katanya.

Dijelaskan pula, beberapa komoditas bahan makanan seperti bawang merah dan cabai rawit terpantau mengalami kenaikan harga, seiring dengan meningkatnya permintaan pada periode libur Natal dan Tahun Baru. Adapun kenaikan harga pada telur ayam ras dan ayam hidup dipicu oleh kenaikan harga pakan ternak, khususnya jagung. Sementara itu, inflasi pada akhir tahun tertahan oleh deflasi pada komoditas cabai merah dengan andil sebesar -0.33 persen.

Berlimpahnya pasokan yang bersumber dari sentra produksi di sentra produksi di wilayah Sumatera, membuat harga cabai merah menurun. Beberapa komoditas bahan makanan lainnya yang terpantau turut mengalami deflasi, yaitu tomat, udang basah, wortel, dan cabai hijau.

"Penurunan harga komoditas cabai keriting pada Desember 2021 mendorong relatif rendahnya inflasi tahun 2021. Pasokan cabai relatif mencukupi kebutuhan masyarakat Riau sepanjang tahun," kata Cahyaningtyas.

Sementara itu, di Riau, konsumsi cabai keriting dalam keseharian sangat besar, sehingga kestabilan harga cabai keriting berperan menahan laju inflasi tahunan. Selain cabai, pasokan komoditas utama konsumsi lain seperti beras dan daging sapi cukup memadai. Hal tersebut mendorong pergerakan harga bahan pangan di Riau relatif stabil sepanjang tahun 2021.

Rendahnya inflasi Riau pada tahun 2021 tidak terlepas dari sinergi TPID se-Provinsi Riau. Salah satunya melalui inisiasi Kerjasama Antar Daerah (KAD) untuk menjaga kontinuitas pasokan. Sepanjang tahun 2021,

TPID se-Provinsi Riau berhasil menginisiasi 5 KAD dengan daerah sentra produksi, antara lain Sumatera Utara untuk komoditas cabai merah, Sumatera Barat untuk komoditas beras, dan DKI Jakarta untuk komoditas daging sapi.