Pekanbaru, (antarariau.com) - Pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp274,4 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk subsidi energi. Sekitar Rp198,3 triliun dari anggaran tersebut dialokasikan untuk subsidi BBM pada 2013. Siapa yang diuntungkan atas program subsidi BBM ini?
Pandangan Pengamat ekonomi dari Universitas Riau Ediyanus Herman Halim menganggap subsidi BBM itu hanya memakmurkan kalangan menengah keatas. Itu artinya, yang kaya bertambah kaya raya, dan yang miskin seperti kalangan petani semakin 'terinjak-injak'. Seandainya dana sebesar itu untuk petani!!!
Subsidi bahan bakar minyak sudah saatnya dihapuskan dan lebih tepat dialihkan untuk mensejahterakan para petani lokal yang selama ini seakan terasingkan, demikian Ediyanus, Kamis.
"Selama ini, kebijakan pemerintah untuk tetap mempertahankan subsidi BBM hanya berpihak pada kalangan menengah ke atas saja," katanya.
Dia menambahkan secara tidak langsung, artinya kalangan menengah kebawah termasuk petani menjadi terasingkan.
Dia menilai, kebijakan subsidi BBM merupakan suatu bentuk politisasi pihak-pihak tertentu untuk menghalangi negara ini secepatnya maju dan berkembang.
Untuk diketahui, demikian Ediyanus, sebanyak 70 persen mobil-mobil pribadi di negara ini berada di Ibukota Jakarta dimana sebanyak 50 persen diantaranya masih berbahan bakar premium.
Atau hanya sekitar 20 persennya saja yang menggunakan bahan bakar pertamax atau pertamax plus, katanya.
"Itu artinya, 50 persen kendaraan atau mobil pribadi itu masih menikmati BBM bersubsidi dari pemerintah. Tidak dapat dibayangkan berapa besar manfaat subsidi yang pada akhirnya terus saja dinikmati kalangan kaya raya, sementara yang miskin tetap saja 'menjerit'," katanya.
Pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp274,4 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk subsidi energi. Sekitar Rp198,3 triliun dari anggaran tersebut dialokasikan untuk subsidi BBM pada 2013.
"Jika anggaran sebesar itu dialokasikan untuk memakmurkan petani, maka hanya dalam beberapa tahun, negara ini akan terbebas dari ketergantungan hasil pertanian asing," kata Ediyanus.
Subsidi terhadap petani menurut dia merupakan hal yang krusial sehingga harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sebelum lahan pertanian di negara ini semakin menciut hingga ketergantungan asing semakin tinggi.
Untuk difahami, demikian Ediyanus, kedaulatan negara yang mendasar sangat dipengaruhi oleh produksi pangan strategis.
Jika hal ini tidak menjadi perhatian khusus, kata dia, maka pihak asing akan mudah 'merontokkan' kedaulatan rakyat di negeri ini.
"Hasilnya, korupsi dan nepotisme terus 'mewabah' dan menjadi pemandangan yang tidak lagi dianggap 'ekstrem'. Kondisi demikian harus segera diwaspadai," katanya.