Melukis langit biru di Bumi Lancang Kuning

id pertamina, program langit biru,pertamax, program langit biru riau

Melukis langit biru di Bumi Lancang Kuning

Salah seorang Ojol manfaatkan Program Langit Biru (PLB) di SPBU Pekanbaru,.(ANTARA/Vera Lusiana)

Motor lebih awet dan tidak gampang rusak, seharusnya kalau mampu lebih bagus pakai pertamax tetapi pertalite juga sudah bagus,
Pekanbaru (ANTARA) - Siang itu, langit di Riau tampak biru tanpa awan. Udara bersih dengan semilir angin membuat lelaki setengah baya asal Pekanbaru yang mengenakan kaos oblong mengantuk di dalam angkot tuanya dalam sebuah antrean saat membeli Bahan Bakar Minyak (BBM).

Yosep Sigalingging (54) yang berprofesi sebagai sopir angkot jurusan Labuh Baru itu mengaku, belakangan tidak perlu antre panjang untuk mendapatkan BBM di semua SPBU Pekanbaru semenjak adanya Program Langit Biru (PLB) dari Pertamina.

Ia beralih menggunakan pertalite dari sebelumnya premium, karena harganya sama dan awet buat mesin tuanya. Dalam 1 liter,angkotnya mampu menempuh jarak 9 kilo meter, mesin juga lebih halus tidak menggelitik saat dipacu kencang.

"Saya diuntungkan oleh Program Langit Biru karena biaya BBM yang sudah dipatok tiap hari seharga Rp50.000 untuk premium, dapat dibelikan pertalitedengan jumlah liter yang sama. Ini sangat hemat untuk oplet saya yang bermesin dengan karburator," kata Yosep Sigalingging di Pekanbaru, belum lama ini.

Hal yang sama dikatakan Kartika. Tiga tahun sudah ia menggunakan Pertalite untuk motor yang dibelinya saat pertama kali bekerja sebagai tukang ojegonline (ojol).

Ia memilih pertalite karena jenis motor keluaran terbaru miliknya harus menggunakan BBM jenis Research Octane Number (RON) tinggi.

"Syukur sekarang ada PLB. Saya terbantu untuk biaya BBM lebih irit, motor lebih awet dan tidak gampang rusak, seharusnya kalau mampu lebih bagus pakai pertamax tetapi pertalite juga sudah bagus," kata perempuan berusia 45 tahun ini.

Sementara itu, Wali Kota Pekanbaru Firdaus MT menyambut baik dilaksanakannya PLB di wilayah yang terkenal dengan sebutan Kota Madani ini karena membantu meringankan beban masyarakat di masa pandemi COVID-19 yang menghempaskan semua sektor ekonomi, termasuk para ojol.

"Apa lagi bagi pekerja ojol dan sopir angkutan umum, ini sangat meringankan. Mereka bisa mendapatkan BBM seharga premium dengan kualitas mumpuni bagi mesin kendaraannya," kata Wali Kota.

Wali kota juga berharap, melaluiPLB yang berkelanjutan, keselamatan masyarakat ikut diperhatikan demi keberlangsungan lingkungan jangka panjang.

Premium dikurangi

Premium atau yang akrab dikenal dengan sebutan bensin, awalnya merupakan BBM untuk kendaraan bermotor yang paling populer di Indonesia.

Sebelum tahun 2014, Premium dipasarkan oleh Pertamina dengan harga relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Namun, sejak berlakunya Perpres Nomor 191 Tahun 2014, premium berstatus sebagai bahan bakar khusus penugasan yang hanya dijual di wilayah tertentu dengan harga ditetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tanpa menggunakan subsidi.

"Seiring waktu penggunaan BBM yang ramah lingkungan menjadi target Indonesia, maka pemerintah mendorong masyarakat segera beralih ke merek yang ramah lingkungan salah satunya pertalite yang terjangkaubagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

Dibenarkan oleh Kepala Laboratorium Pengujian Bahan Unri Warman Fatra, penggunaan pertalite untuk kendaraan dengan rasio kompresi yang sesuai memang sangat baik bagi perawatan mesin, termasuk kendaraan generasi sebelumnya yang masih menggunakan karburator untuk menyuplai bensin dan udara.

Berdasarkan angka RON, secara teori penggunaan pertalite lebih efisien dibandingkan premium untuk rasio kompresi mesin yang sesuai. Ketidaksesuaian dengan rasio kompresi mesin dapat menimbulkan detonasi alias menggelitik saat mesin bekerja.

"Detonasi pada mesin ini menandakan bahwa pembakaran yang terjadi dalam ruang silinder mesin tidak berlangsung dengan sempurna. Efek jangka panjang bisa menyebabkan keausan pada komponen mesin dan membuat kerusakan dini pada beberapa komponen, tentu saja biaya perbaikan akan menjadi mahal," kata Warman.

Warman Fatramenyebut hasil studi yang dilakukan Society of Automotive Engineers (SAE) semakin tinggi angka oktan bensin, akan dapat mengurangi konsumsi bahan bakar antara 4 persen hingga 30 persen.

Artinya, jika dikombinasikan dengan sedikit modifikasi pada mesin, maka penggunaan angka oktan yang lebih tinggi dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 20 juta ton per tahun dari kendaraan berbahanbakar bensin.

"Dari fakta tersebut, efisiensi bahan bakar sebesar 4 persen hingga 30 persen akibat penggunaan RON yang lebih tinggi, akan menurunkan 4 persen hingga 30 persen emisi gas buang yang terlepas ke lingkungan," katanya.

Program Langit Biru

Mengutip laman Pertamina.com,Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Putut Andriatno menyebut, PLB merupakan upaya edukasi melalui promosi Pertamina terkait pertalitedengan menawarkan harga khusus bagi masyarakat pengguna roda dua, roda tiga, angkot, dan taksi berpelat nomor kuning.

"Penerimaan masyarakat terhadap PLB sangat luar biasa ditunjukkan dengan adanya kesadaran masyarakat yang meningkat dalam penggunaan Pertalite," katanya.

Seperti halnya di Pekanbaru dan Dumai yang sudah puluhan tahun nyaman dengan premium kemudian mencoba beralih lewat PLB sejak Maret tahun ini.

Wali kota Pekanbaru Firdaus MT menerima audiensi PT.Pertamina (persero) yang diwakili oleh Wira Pratama selaku sales Area Manager Retail Riau, Pekanbaru (Senin 1/3). (ANTARA/HO/Humas Pekanbaru)


Diakui Manager SPBU 142826125 Pekanbaru Wendy, sejak adanya PLB masyarakat banyak yang berminat membeli pertalite. Bahkan,SPBU diuntungkan karena masyarakat akan mencari mana saja yang memajang promosi PLB.

"Keuntungan sejak ada PLB bagi SPBU pasti ada karena konsumen pasti mencari informasi mana saja yang tersedia program tersebut. Sejak ada PLB, penjualan pertalitemencapai 5.000 hingga 6.000 liter per hari," katanya.

Kelebihan lainnya, stok selalu ada dan tidak pernah kosong sehingga konsumen bisa mendapatkan kapan saja tanpa harus antre panjang.

"SPBU juga merasa terbantu dengan program promopertalite serta menepis rumor bahwa pertalite kurang responsif," katanya.

Sukses di Riau

Sebagai penghasil Minyak dan Gas (Migas) terbesar di Indonesia, Riau boleh dibilang sukses menjalankan Program Langit Biru. Data Pertamina MOR I mencatat, sebelum ada PLB penggunaan premium mencapai pangsa pasar 57 persen.

Namun sejak PLB dimulai pertengahan Maret hingga Oktober 2021 pada dua kota yakni Dumai dan Pekanbaru, sebuah capaian yang luar biasa terjadi pertalitemampu menggusur pemakaian Premium hampir 90 persen.

Unit Manager Communication Relation and CSR Pertamina MOR I Taufikurachman menjelaskan lewat PLB, pertalite mulai dijual seharga premium di dua kota di Riau yakni Dumai dan Pekanbaru.

Pertalite dipasarkan dengan diskon hingga Rp1.200 per liter, menjadi setara premium atau turun dari harga normal Rp7.650 per liter menjadi Rp6.450 per liter.

"Dari 38 SPBU operasional di Kota Pekanbaru yang menjual Premium, sebanyak 21 SPBU mengikuti program langit biru dan sisanya 17 lainnya tidak ikut serta dikarenakan ada pertimbangan tersendiri," kata Taufikurachman.

Hasilnya menakjubkan, dua kota yang berlakukan PLB kini pemakaian pertalitenya mencapai 92 persen dari awalnya yang cuma 42 persen.

"Setelah PLB pangsa pasar gasolin di Pekanbaru berbalik arah dari awalnya pemakaian premium sebesar 42 persen turun menjadi 0,3 persen. Sebaliknya mendorong naiknya pemakaian pertaliteyang awalnya 53 persen menjadi 92 persen. Sedangkan pertamax hanya naik sedikit jadi 2,6 persen dan pertamaxturbo naik 4,5 persen," jelasnya.

Demikian juga dengan Dumaiyang awalnya pemakaian premium sebesar 38 persen berkurang menjadi 1 persen sejak ada PLB. Di sisi lain, pemakaian pertalite naik dari 55 persen menjadi 92 persen, lalu diikuti konsumsi pertamax dari 2 persen menjadi 3 persen, dan pertamaxturbo dari 5 persen menjadi 4 persen.

Dulu, komposisi tertinggi penggunaan premium di Sumatera dipegang Riau yang mencapai 57 persen, Kepri 40 persen, Aceh 24 persen, Sumut 22 persen dan Sumbar 1 persen. Sejak PLB Riau memecahkan rekor menjadi terendah pengguna Premium dengan capaian 0 persen, dan tertinggi Kepri 22 persen, lalu diikuti Sumut 7 persen, Aceh 2 persen dan Sumbar 0 persen.

Akhirnya, kerja keras semua elemen masyarakat, Pemerintah Daerah dan Pertamina termasuk media masa, untuk menyukseskan PLB di Riau tidak sia-sia. Pergeseran pola konsumsi premium yang sudah puluhan tahun memberikan kenyamanan ternyata bisa digantikan oleh pertalite dalam hitungan bulan. Semoga capaian ini berkelanjutan menuju emisi Euro IV yang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ditunda dari April 2021 menjadi bulan April 2022.