Pekanbaru (ANTARA) - Jelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2021, Blok Rokanyang ada di Riau kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Hal ini dicapai setelah masa hak kelola PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Blok Rokan berakhir dan tidak diperpanjang Pemerintah Indonesia pada 8 Agustus lalu.
Usai Pemerintah Indonesia menerima hak kelola dari CPI,Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menugaskan PT Pertamina (Persero) berproduksi minyak di blok atau Wilayah Kerja (WK) Rokan mulai 9 Agustus 2021 hingga 20 tahun ke depan.
Pertamina menindaklanjutinya dengan memerintahkan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang merupakan anak usahanya untuk mengelola WK Rokan.
Setelah Pertamina memperoleh penugasan dari Kementerian ESDM, perusahaan ini menghadap Presiden Joko Widododi Istana Merdeka untuk meminta arahan tentang pengelolaan WK Rokan.
Pertamina saat itu diwakili Principal Expert Upstream PHR, Budianto Renyut mengemukakan bahwa Presiden Jokowi meminta Pertamina bisa meningkatkan produksi minyak di WK Rokan.
"Kami mendapat arahan dan harapan dari Pak Presiden bahwa kami semuanya menjaga dan memastikan produksi bisa ditingkatkan untuk ke depannya untuk WK Rokan," katanya di Istana Merdeka Jakarta pada beberapa waktu yang lalu.
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menargetkan lifting (sulur) minyak sebesar satu juta barrel of oil per Day/BOPD (barel minyak per hari) pada 2030. Dari angka ini, dipatok pencapaian sebesar 705.000 BOPD sampai akhir 2021.
Dengan penetapan target itu, perusahaan-perusahaan minyak di Tanah Air sudah mencapai produksi minyak sebesar 93,6 persen atau 660.000 BOPD hingga Agustus lalu.
Penetapan target lifting minyak 2021 termuat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) pada tahun yang sama. Angka ini sama dengan target lifting minyak yang dipatok dalam APBN 2020.
Tahun lalu,lifting minyak bisa dicapai sebesar 707.000 BOPD atau melebihi target lifting minyak dalam APBN sebesar 705.000 BOPD.
Berdasarkan penetapan target lifting minyak dalam APBN 2021, Pertamina mematok produksi minyak kepada PHR sebesar 165.000 BPOD sampai akhir 2021. Hal ini telah diraihnya sebesar 160.500 sampai akhir Juli 2021.
Target ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian CPI jelang akhir mengelola WK Rokan sebesar 150.000 BOPD. Namun, CPI pernah mencapai produksi minyak sebesar 300.000-400.000 BOPD dari Lapangan Minas dan Lapangan Duri.
Dari beberapa wilayah kerja yang dikelola CPI di Riau, juga pernah meraih produksi minyak sebesar satu juta BOPD pada 1973.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan total produksi minyak yang dicapai CPI sebanyak 11,69 miliar lebih barel sepanjang 1951-2021.
Prestasi produksi minyak yang diperoleh CPI belum bisa diraih PHR lantaran perusahaan ini mengelola lapangan-lapangan minyak yang sudah tua (mature field) di WK Rokan. Jadi, PHR mengalami penurunan produksi minyak yang dinilai sebagai sesuatu yang alamiah.
"Wajar penurunan ini oleh PHR, karena lapangan ini diproduksi sudah lebih dari 90 tahun, di awal-awal produksi minyak memang meningkat, tapi lama-lama produksi airnya yang bertambah," kata Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Riau (UNRI), Dr. (Eng) Muslim, ST MT di Pekanbaru, Rabu.
Dengan begitu,PHR hanya bisa menahan laju penurunan produksi minyak di WK Rokan sebanding penurunan rata-rata WK lain di Indonesia sekitar 10 persen-12 persen per tahun. Hal ini bisa dilakukan dengan penerapan teknologi,
Lapisan minyak baru
Sesuai data SKK Migas, WK Rokan diperkirakan masih memiliki potensi cadangan minyak sebesar 1,5-2 miliar barel.
Jumlah ini lebih rendah dibandingkan perkiraan Muslim yang menyebutkan potensi cadangan minyak di Lapangan Duri masih mencapai sebesar 2,5 miliar barel. Jumlah tersebut adalah 50 persen dari total cadangan minyak sebesar 5 miliar barel minyak.
Namun, semua perusahaan minyak termasuk PHR tidak bisa mengambil semua cadangan minyak di WK Rokan."Dengan teknologi terkini apapun saat ini yang tertinggal hanya bisa 20 persen-30 persen," tuturnya.
Seiring itu,PHR tetap bertekad memenuhi target produksi minyak dari Pertamina di WK Rokan dengan pengeboran 161 sumur minyak baru pada 2021 dan ditambah 500 sumur baru pada 2022.
Untuk meningkatkan produksi minyak di WK Rokan oleh PHR, ujar Muslim, disarankan mengebor lapisan minyak baru. Karena, lapisan ini masih mengandung jumlah cadangan minyak yang besar dan belum diambil sama sekali minyaknya.
"Pembukaan sumur minyak baru yang ada diyakini hanya sumur sisipan yang berisi banyak air saja, sehingga produksi minyak semakin turun," katanya.
SKK Migas mengungkapkan produksi minyak di WK Rokan oleh PHR akan ditingkatkan dengan teknologi chemical enhanced oil recovery (CEOR).
Namun, itu masih menunggu persetujuan rencana kerja pengembangan dan anggaran atau plan of development (POD), yang ditargetkan persetujuannya pada Desember 2021.
Penerapan CEOR di WK Rokan akan diujicobakan dahulu, ucap Direktur Utama PT Elnusa Ali Mundakir, sebelum penerapannya. Kebijakan ini sama dengan yang berlangsung di Lapangan Tanjung, Kalimantan Selatan.
"Mudah-mudahan pengalaman yang sudah dilakukan ini bisa membantu terus Pertamina melakukan CEOR, di WK milik Pertamina EP, Pertamina Hulu Energi ataupun yang baru diserahterimakan yaitu PT Pertamina Hulu Rokan," tuturnya.
Implementasi teknologi CEOR juga mesti memperhatikan kondisi lapangan minyak di WK Rokan seperti jenis minyak ringan.
Begitu pula jenis kimia yang dapat dipakainya bagi pengeboran ini di sana, contohnya China memakai injeksi kimia polimer untuk eksplorasi minyak.
Saat ini, Pertamina masih menjajaki pembicaraan dengan Oronite yang memegang formula CEOR sekaligus anak usaha Chevron Corporation.
"Kami melihat kami bisa buka dengan perusahaan-perusahaan lain yang memang berminat juga untuk aproof of concept chemicalEOR di Rokan ini, karena menarik sekali," kata Dirut PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati.
Injeksi uap dan air
Apalagi selama 10 tahun CPI memproduksi minyak di WK Rokan dengan teknologi steam flood (injeksi uap) dari EOR yang didahului uji coba pada 1975. Keputusan tersebut membuatnya bisa mencapai produksi minyak di Lapangan Duri sebesar 300.000 barel per hari pada 1993.
Dengan begitu,PHR telah menetapkan pemakaian teknologi EOR steam flood di Lapangan Duri Area 14 dan Lapangan Kulim. Khusus Lapangan Minas dipakai teknologi EOR water flood (injeksi air) oleh Pertamina.
"Teknologi ini terbukti berhasil meningkatkan kinerja produksi Lapangan Duri lima kali lebih baik dibandingkan teknologi konvensional," kata Dirut PT PHR Jaffee Suardin.
Sementara, menurut Muslim, peningkatan produksi minyak di WK Rokan oleh PHR juga bisa menggunakan injeksi gas EOR seperti karbondioksida. Namun, di Indonesia mengalami keterbatasan infrastruktur tersebut.
Apalagi, sumber gas yang ada ditaksir tidak mampu memenuhi kebutuhan penerapan teknologi injeksi gas EOR.
"Penggunaan teknologi EOR bisa meningkatkan produksi minyak di WK Rokan sebesar 180.000 sampai 200.000 barel minyak per hari sebagai sesuatu yang luar biasa," ujarnya.
Kehilangan produksi
Pada sisi lain upaya peningkatan produksi minyak di WK Rokan dipadukan Pertamina antara penggunaan teknologi EOR dengan pengoperasian Integrated Optimization Decision Support Center (IODSC).
Fasilitas ini guna mengurangi potensi kehilangan produksi sampai sekitar 40 persen, optimalisasi kemampuan fasilitas produksi, dan peningkatan efisiensi operasional.
Berbagai pencapaian tadi didukung perolehan sekitar 4.000-5.000 data aktivitas sumur dan peralatan di lapangan minyak per hari.
"Data tadi juga dipakai menyusun prioritas pekerjaan kritikal, perawatan sumur, dan peralatan guna mobilisasi logistik pendukung operasi migas berjalan lebih sistematis dan efisien. Selain itu guna memantau pergerakan kendaraan operasional perusahaan," kata Jaffee.
Teknologi lain yang dipakai Pertamina untuk meningkatkan produksi minyak di WK Rokan adalah artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Hal ini mampu mengatur jadwal work over (perawatan ulang) sumur secara otomatis, sehingga pergerakan rig dapat terencana lebih optimal dan efisien.
Peran lainnya dari AI adalah mengidentifikasi kinerja pompa yang sudah tidak optimal, menganalisa dan mengukur aliran minyak agar produksi optimal. Tidak ketinggalan untuk memantau kondisi tekanan fluida di dalam sumur minyak secara jarak jauh.
Pertamina memiliki sumber daya manusia (SDM) untuk produksi minyak di WK Rokan sekitar 2.700 pegawai tetap dan 22.000 lebih pegawai mitra kerja. Dari angka ini terdiri dari masing-masing sekitar 65 persen dan 85 persen adalah warga lokal Riau.
Untuk memenuhi berbagai kebutuhan pengelolaan WK Rokan juga telah disiapkan investasi oleh Pertamina sebesar 70 miliar dolar AS atau setara Rp1.008 triliun untuk 20 tahun ke depan.