Anda tahu, bahwa Idul Fitri adalah Wisuda Ketaqwaan

id anda tahu, bahwa idul, fitri adalah, wisuda ketaqwaan

Anda tahu, bahwa Idul Fitri adalah Wisuda Ketaqwaan

Seorang isteri tertunduk di hadapan sang suami, mencium ujung jemari dengan setulus hati. Memohon maaf atas segala tindak tanduk perbuatan semasa hidup bersama, semasa mengikat jalinan keluarga setahun sebelumnya.

Linangan air mata berlahan membasahi kedua pipinya yang lembut. Disapu dengan hangatnya belaian jemari sang suami tak kalah tulus.

Kecupan pipi kanan dan kiri, menambah kemesraan keduanya untuk tetap mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Di sisi lain, beberapa anak manusia berbaris rapi. Secara bergilir, juga mencium jeramari sang ayah bunda. Tiada hal yang lebih indah dibandingkan dengan rasa kasih dan sayang orang tua terhadap anak-anaknya.

Dengan tatapan mata bercampur linangan air mata, sang ayah bunda memberi keikhlasan maaf atas segala dosa yang digoreskan anak-anaknya yang nakal.

Tradisi saling maaf dan memaafkan merupakan tradisi umat Islam yang rutin dilaksanakan pada perayaan Idul Fitri. Sebuah hari kemenangan usai melawan hawa nafsu pada sebulan Ramadhan.

" Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Laa ilaaha illallahu Allahu akbar"

Gema takbir itu berkumandang di malam takbir. Terus bergulir hingga puncak kemenangan Idul Fitri 1433 Hijriyah yang jatuh pada Minggu lalu.

Jutaan umat Islam berbondong mendatangi sejumlah lokasi tempat penyelenggaraan Shalat Id, sebuah ritual wajib bagi seluruh umat manusia beragama Islam.

Saling memaafkan satu dan lainnya, cucu Adam dan Hawa begitu ceria, meski menampangkan wajah sedih untuk kemenangan dihari yang fitri.

Serba Baru

Banyak persepsi orang dalam memaknai momentum Idul Fitri. Selain ajang maaf dan memaafkan, sebagian kaum Muslimin juga banyak yang menyambut Lebaran dengan sesuatu yang serba baru.

"Segala halnya harus baru, mulai dari yang terluar hingga terdalam, pakaian hingga jiwa. Itulah Idul Fitri," kata pakar agama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wilayah Riau, Mahdini .

Sebaiknya, demikian Mahdini, Idul Fitri dijadikan momentum untuk berubah, bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT.

Namun, katanya, ada juga yang memaknai Idul Fitri sebagai momentum bermaafan. Setiap orang yang ia pernah rasa berbuat salah, maka mintakan maaf, begitu pula dengan orang yang memohon maaf padanya, langsung ia maafkan.

Ada pula orang yang memaknai Idul Fitri sebagai kemenangan. Kemenangan dalam melawan hawa nafsu setelah sebulan lamanya berhasil melatih diri untuk dapat mengendalikan hawa nafsu.

Sebagian umat, demikian Mahdini, ada juga yang memaknai Idul Fitri sebagai momentum untuk bermuhasabah, dikarenakan sudah meninggalkan bulan Ramadhan yang mulia, dan pengharapan akan pertemuan kembali di Ramadhan selanjutnya.

"Sebenarnya, tidak itu saja. Kita juga bisa melihat Idul Fitri dari sisi lain dari yang selama ini terlihat dari kehidupan sosial masyarakat. Idul Fitri, sesuai arti harfiahnya adalah kembali kepada fitrah. Kembali kepada fitrah sebenarnya tidak sebatas seperti bayi yang lahir yang putih dan (insya Allah) semua dosa diampuni," katanya.

Kembali kepada fitrah, kata Mahdini, adalah kembali kepada pola kehidupan sosial yang seharusnya sesuai bimbingan Allah SWT.

"Kita dapat melihat bahwa sebenarnya bulan Ramadhan adalah bulan pendidikan. Saat itu kita ditempa untuk menjadi karakter taqwa. Sebulan penuh seharusnya sudah cukup untuk membiasakan diri seseorang untuk mengubah karakternya. Dan kita bisa melihat bagaimana seharusnya pola kehidupan sosial yang ideal ada di kala Ramadhan," katanya.

Saat Ramadhan, katanya, seluruh umat muslim dilatih untuk tidak bermalasan.

"Pagi-pagi benar kita sudah bangun untuk sarapan. Kemudian beribadah dan berdzikir pagi hari sebelum melaksanakan aktivitas bekerja di siang hingga sore hari," katanya.

Kemudian, lanjutnya, di waktu Maghrib, kembali umat diminta untuk kembali berdzikir sembari makan (berbuka). Malam hari, saatnya untuk maksimalisasi ibadah. Menyedikitkan tidur, menahan dari hawa nafsu seperti marah, menggunjing, berdusta, dan lain sebagainya.

Kemudian, Ramadhan juga mengajar umat untuk senantisasa berbagi antarsesama. Salah satunya, kata dia, yakni diakhir bulan itu, semua umat Islam diwajibkan berzakat, dan semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya.

"Itulah yang dimaksud dengan kehidupan fitri kita. Seharusnya pola hidup sosial manusia adalah yang seperti kita lakukan saat Ramadhan. Meskipun memang tidak mesti sama. Dan hari raya idul fitri adalah momentum 'wisuda' dan kita, para pesertanya mendapat gelar 'sarjana taqwa'," katanya.