Selatpanjang (ANTARA) - Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Drs Irwan MSi terus memperkenalkan secara nasional besarnya potensi sagu yang dimiliki daerahnya dengan melakukan presentasi ke pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Jakarta, Rabu (21/10).
"Kami ingin sampaikan bahwa petani sagu di Meranti sedang merasakan dampak dari pandemi COVID-19. Padahal sagu memiliki potensi ekonomi yang sangat besar," ungkapnya di depan Sekjen HKTI Mayjen (Purn) Bambang Budi Waluyo dah beberapa sejumlah pengurus lainnya.
Menurut dia, sagu bisa menjadi pangan seperti beras mengingat produksinya lebih stabil karena bisa dipanen sepanjang tahun. Di lain pihak, ketergantungan pada beras impor yang semakin meningkat.
"Lahan padi kita semakin berkurang dan panennya pada waktu tertentu dan banyak kendala seperti gagal panen dan hama. Namun, sagu lebih konstan karena bisa dipanen sepanjang tahun dan bisa ditanam kapan pun," paparnya.
Irwan berharap HKTI juga ikut membina petani sagu mengingat luas areal sagu di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, terutama di Papua. Jika dikelola dengan baik maka sagu tidak hanya dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional tetapi juga dapat mewujudkan kedaulatan pangan di Tanah Air.
"Saat ini perlu kerjasama semua pihak dalam hilirisasi dan pemasaran olahan sagu. Kami di Meranti memang sudah bisa ekspor namun justru konsumsi sagu dalam negeri masih rendah," tuturnya.
Efektifnya sagu bisa diolah menjadi sagu parut kering (sapuring) yang dapat dijadikan pakan ternak. Ini perlu dukungan bapak dan ibu di HKTI bagaimana instansi terkait dapat membantu pengembangan sagu ini dalam program kerjanya.
Sementara Sekjen HKTI Bambang Waluyo menuturkan bahwa masyarakat perlu kesadaran bahwa pangan itu bukan hanya beras tetapi ada sagu yang lebih sehat.
"Kita perlu menindaklanjuti apa yang disampaikan Bupati. Ketergantungan terhadap beras memang perlu solusi, dan ini solusi terbaik dari Kepulauan Meranti," ungkapnya.
Pendamping Petani Sagu Tengku Rivanda mengemukakan sapuring memiliki potensi besar bukan hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga lingkungan dan kesehatan masyarakat. Hasil kajiannya sapuring dapat menekan biaya pakan ternak sekitar 30 persen dari pakan sebelumnya.
"Bayangkan bila ada ribuan ternak umpamanya ayam pedaging atau ayam petelur. Kepulauan Meranti dekat dengan Singapura dan Batam, sementara Singapura mendatangkan telur saja dari Thailand, Filipina dan negara lainnya padahal Meranti lebih dekat. Bahkan Singapura mendatangkan bebek dari Irlandia. Begitu juga Batam, kebutuhan telur dipasok dari Blitar, padahal kebutuhannya ribuan butir per hari. Bayangkan jika itu dari peternak di Meranti," jelasnya.
Selain itu, kata Rivanda, sapuring akan mendorong warga untuk beternak baik itu unggas, kambing, sapi maupun babi karena hasil berdasar hasil ujicoba, semua ternak yang makan sapuring kondisinya baik dan tumbuh sehat.
"Kajian kami, sagu ini tinggi energinya dan itu sangat dibutuhkan hewan ternak," tambah dia.