Bashar Al-Assad kian dikucilkan

id bashar al-assad, kian dikucilkan

Bashar Al-Assad kian dikucilkan

Jakarta (ANTARARIAU News) - Meskipun seruan beredar guna menentang campur tangan asing dalam krisis di Suriah, sanksi dan boikot yang meningkat oleh masyarakat internasional ditambah penskoran oleh Liga Arab menambah kuat pengucilan terhadap Presiden Bashar al-Assad.

Sementara itu, ekonomi negara Arab tersebut makin terjepit dan pemerintah Bashar secara bertahap kehilangan sumber dukungan.

Bashar menghadapi pengucilan keras yang berpangkal dari aksi kerasnya terhadap protes selama delapan bulan, yang jelas kian tak terkendali.

Serangan oleh tentara pembelot juga bertambah serinng, dan pemimpin dunia mempertimbangkan kemungkinan bagi rejim Suriah tanpa kehadiran Bashar.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Catherine Ashton, telah menyampaikan desakan bagi campur tangan militer, seperti yang dilakukan NATO di Libya, tapi banyak pihak menyatakan pilihan tersebut tak ada dalam agenda saat ini. Sementara itu pada Senin (14/11) Jordania mendesak Bashar agar meletakkan jabatan.

Negara Eropa dan Amerika Serikat telah mengupayakan sanksi ekonomi, dengan tujuan mendorong rakyat Suriah agar mengambil sikap lebih keras terhadap pemerintah sejak awal peristiwa di Suriah.

Lalu negara Arab mengikuti jejak mereka dalam upaya untuk lebih mengucilkan pemerintah Suriah dan melumpuhkan ekonomi negeri tersebut. Liga Arab pada Sabtu (12/11) menskors Suriah dari badan regional itu dan menjatuhkan sanksi atas Suriah, yang mungkin menghentikan import produk non-minyak, sebab, katanya, Suriah gagal mengakhiri penindasan berdarah atas pemrotes.

Liga Arab pun melancarkan pukulan paling akhir pada Rabu (16/11), dengan memberlakukan skosrs terhadap Damaskus dan mengancam akan memberlakukan sanksi lebih lanjut jika pemerintah Bashar terus melanggar rencana perdamaian yang diperantarai Arab. Badan regional tersebut kian memperlihatkan bahwa organisasi itu mulai kehilangan kesabaran pada kegagalan Presiden Bashar untuk mengakhiri delapan bulan penindasan terhadap pemrotes.

Jerman, Inggris dan Prancis terus mendesak dikeluarkannya resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang akan dengan keras mengutuk pelanggaran hak asasi manusia di Suriah. Ketiga negara Eropa tersebut memutuskan bergerak terus agar Sidang Majelis Umum mengeluarkan resolusi setelah Liga Arab menegaskan penskorannya.

"Kami harap itu akan memperlihatkan Al-Assad betapa terkucilnya dia," kata Duta Besar Jerman untuk PBB, Peter Wittig, mengenai resolusi yang direncanakan tersebut, sebagaimana dilaporkan media trans-nasional.

Sementara itu, tentara pembelot dilaporkan menyerang satu kompleks dinas intelijen, tindakan yang memperlihatkan betapa perlawanan rakyat terhadap kekuasaan Bashar sekarang sangat dekat dengan jurang konflik bersenjata.

Kejadian lain yang menambah kuat tekanan internasional atas Bashar agar mengakhiri penindasannya terhadap pemrotes ialah Prancis menarik duta besarnya dari Suriah. Menteri Luar Negeri Prancis, Alain Juppe, mengatakan bahwa pihak Paris sedang bekerjasama dengan Ligar Arab mengenai rancangan resolusi PBB.

Maroko mengikuti tindakan Prancis dan menyatakan telah menarik duta besarnya untuk Suriah setelah kedutaan negara itu di Damaskus diserang oleh para demonstran Suriah.

Rabat mengumumkan tindakan itu pada Rabu (16/11), beberapa jam setelah pihaknya menjadi tuan rumah pertemuan menteri luar negeri Liga Arab yang memberi waktu tiga hari kepada pemimpin Suriah Bashar al-Assad untuk menyetujui diakhirinya aksi penumpasan oleh pemerintah terhadap pengunjuk rasa dan mengizinkan masuknya tim pengamat.

Namun, Rusia dan China telah mendukung Damaskus di tengah keprihatinan bahwa kejatuhan Bashar akan menjadi pukulan keras terhadap kepentingan mereka di Timur Tengah.

Pada Oktober, kedua negara itu memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengancam sanksi terhadap Suriah kalau negara Arab itu tak mengakhiri penindasannya. Tapi pada Kamis (17/11), juru bicara Kementerian Luar Negeri China Liu Weimin tampaknya menunjukkan China mungkin mendukung resolusi PBB pada masa depan.

Namun, hal itu tergantung pula atas apakah sanksi akan membantu menyelesaikan ketegangan di Suriah dan memfasilitasi diselesaikannya pertikaian melalui dialog politik, kata Liu Weimin.

Masih pada Kamis, para pejabat Rusia dan Uni Eropa dilaporkan mengadakan pembicaraan mengenai Suriah dan masalah lain di Moskow. Menurut PBB, penindasan pemerintah Bashar telah menewaskan lebih dari 3.500 orang sejak pemberontakan dimulai pada Maret.

Liga Arab sendiri --yang biasanya menghindari tindakan terhadap anggotanya-- memutuskan dalam pertemuan di Maroko untuk meminta para ahlinya agar merancang saran tentang sanksi ekonomi atas Suriah. Sebelumnya keputusan Liga Arab untuk menskors Libya dan seruan bagi zona larangan terbang lah yang membantu membujuk Dewan Keamanan PBB untuk mensahkan serangan udara NATO guna melindungi warga sipil di negara Afrika Utara tersebut.

Keputusan Liga Arab pada Rabu membawa rencana yang diumumkan pada akhir pekan lalu lebih dekat ke penerapan. Dalam pertemuan mereka di Rabat, Marokok, menteri luar negeri Arab juga memberi Damaskus waktu tiga hari untuk melaksanakan peta jalan yang disepakati pada November guna mengakhiri pertumpahan darah dan mengizinkan pengamat masuk ke Suriah. Namun mereka tak mengatakan apa yang akan terjadi kalau Suriah gagal mematuhi keputusan tersebut.

Ketika ditanya wartawan apakah ultimatum itu adalah upaya dilomasi terakhir, Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Hamad bin Jasim ath-Thani mengatakan, "Kami tak ingin berbicara tentang upaya terakhir sebab saya tak mau ini terdengar seperti peringatan."

Liga Arab tak sampai menyeru Bashar agar mundur atau mengusulkan campur-tangan militer ala-Libya. Tapi penskorannya atas Suriah adalah pukulan terhadap satu negara yang partainya yang berkuasa, Baath, menempatkan nasionalisme Arab di pusat kepercayaannya.

Tak siakan kesempatan

Uni Eropa secara cepat merangkul tindakan Liga Arab dan memperluas sanksinya atas petinggi militer Suriah, terutama mereka yang memiliki kaitan dengan Divisi Keempat di bawah pimpinan Maher al-Assad, saudara presiden Suriah. Divisi itu memiliki wewenang besar di militer.

Tindakan Uni Eropa menambah jumlah pejabat Suriah yang telah dikenai sanksi oleh organisasi regional tersebut sejak meletusnya kerusuhan di Suriah jadi 78. Uni Eropa juga telah membekukan pengucuran pinjaman Bank Penanaman Modal Eropa dan menghalangi pemerintah Suriah menerima uang kontak berdasarkan berbagai proyek pinjaman saat ini.

Pada 2009, Bank Penanaman Modal Eropa menyetujui pinjaman sebesar 275 juta euro buat sektor listrik Suriah dan 50 juta euro guna meningkatkan prasarana perkotaannya.

Uni Eropa sudah memperketat sanksi atas Suriah pada Oktober dengan menambahkan Bank Komersial Suriah ke dalam daftar penerima sanksi.

Pada September, organisasi itu mengembargo import minyak mentah dari Suriah dan melarang perusahaan Uni Eropa menanam modal di sektor industri minyak negara Arab tersebut.

Pada Selasa (15/11), Turki menambah berat beban Damaskus dengan membatalkan rencana eksplorasi minyak di Suriah dan mengancam akan memutuskan pasokan listrik setelah serangkaian serangan oleh pendukung Bashar terhadap misi diplomatiknya di Damaskus.

Menteri Energi Turki, Taner Yildiz, mengumumkan Turki telah membekukan rencana bagi perusahaan minyaknya, TPAO, bergabung dalam mengksplorasi minyak dengan perusahaan minyak pemerintah Suriah di enam sumur.

Yildiz juga mengancam bahwa Turki dapat meninjau kembali pasokan listrik buat negara yang dirongrong masalah itu jika ketegangan meningkat.

Liga Arab juga diperkirakan akan membekukan keanggotaan Suriah di Greater Arab Free Trade Area, yang diumumkan pada 2005 dalam kerangka Dewan Ekonomi dan Sosial Liga Arab guna memudahkan dan mengatur perdagangan transit di kalangan negara Arab.

Suriah memproduksi sebanyak 350.000 barel per hari sebelum kerusuhan, sebanyak sepertiganya dieksport. Namun, kerusuhan di seluruh negeri itu menggoyahkan kepercayaan penanam modal dan setidaknya mengakibatkan kemandegan jangka pendek pada iklim penanaman modal di negeri tersebut.

Kegiatan ekonomi di Suriah dilaporkan mulai melambat. Pembelian barang konsumen telah merosot separuh dan banyak hotel kosong. Pariwisata, yang dipandagn sebagai sumber utama devisa Suriah, berada pada tingkat paling rendah dan kegiatan usaha menukik tajam.

Meskipun demikian, para pejabat pemerintah masih berusaha meyakinkan rakyat Suriah bahwa semuanya terkendali dan negara itu cukup kuat untuk menghadapi tantangan, tak peduli berapa pun besarnya.

Namun, kenyataan di lapangan diberitakan berbeda; pound Suriah sekarang diperdagangkan dengan nilai 54 per dolar AS di pasar gelap, naik dari delapan dolar AS saat krisis meletus.

Sementara itu seruan bagi penggulingan Bashar menjadi pukulan keras terhadap keluarga al-Assad, yang telah memerintah Suriah selama empat dasawarsa. Dan setiap perubahan kepemimpinan dapat mengubah persekutuan paling bertahan di Timur Tengah dan di luar wilayah tersebut.

Hubungan Suriah dengan Iran termasuk di antara hubungan paling penting di Timur Tengah, sebab itu memberi pemerintah Iran tempat berpijak di perbatasan Israel dan menjadi saluran bagi gerilyawan Syiah Lebanon Hizbullah --yang didukung Teheran-- serta HAMAS di Jalur Gaza.

Tapi, situasi di Suriah dilaporkan bertambah panas. Pada Rabu (16/11), tentara pembelot menyerang satu bangunan yang menampung pasukan keamanan di dekat barak tentara di daerah Wadi ad-Deif di ujung kota Maarat an-Numaan, 290 kilometer di sebelah utara ibu kota Suriah, Damaskus.

Akibat kejadian tersebut Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov memperingatkan kedua pihak agar menghentikan bentrokan.

Sehari kemudian tentara Suriah diberitakan membom dua desa di bagian utara negeri tersebut, dalam peningkatan aksi militer guna memadamkan protes dan perlawanan bersenjata.

Aksi saling serang pun berlangsung; pada Kamis, tentara yang memberontak juga menyerang beberapa kantor partai yang berkuasa di Suriah, Baath.

Menteri Luar Negeri Rusia tak bisa menyimpan kekhawatiran dan menyatakan: "Jika oposisi menggunakan metode semacam itu, maka itu akan mengarah kepada ... perang saudara berskala besar."