Perusahaan Wajib Sejahterakan Warga Sekitar Hutan

id perusahaan wajib, sejahterakan warga, sekitar hutan

Pekanbaru, 14/10 (ANTARA) - Wakil Gubernur Riau Mambang Mit menyatakan keberadaan perusahaan industri kehutanan dan kelapa sawit diminta untuk berkomitmen nyata dalam meningkatkan kesejahteraan warga tempatan yang telah lama tinggal di sekitar hutan tempat perusahaan beroperasi.

"Keberadaan perusahaan yang mengelola hutan menjadi perkebunan akasia dan kelapa sawit harus bisa meningkatkan kesejahteraan dan tidak mengabaikan masyarakat tempatan," kata Mambang usai membuka "The Forest Dialogue", di Pekanbaru, Kamis.

Acara tersebut merupakan pertemuan antara warga dengan pelaku bisnis, pemerintah dan LSM lingkungan, untuk membahas konflik agraria yang hingga kini terus terjadi akibat keberadaan perusahaan yang mengelola hutan untuk kebun sawit dan hutan tanaman industri.

Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh delegasi dari Brazil, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan Filipina.

Menurut Mambang, dialog para pemangku kepentingan itu sangat penting untuk menghasilkan satu kesepakatan yang menguntungkan pebisnis dan warga tempatan.

Ia juga meminta keberadaan hak ulayat juga harus diperhatikan oleh perusahaan, karena hal itu juga diakui dalam Undang-Undang Pokok Agraria.

Karena itu, ia meminta agar permasalahan yang terjadi antara pemodal dan warga tempatan segera dapat diselesaikan melalui jalan dialog.

Pihaknya berjanji Pemprov Riau akan siap menjadi penengah konflik untuk menjamin iklim investasi daerah.

Direktur Eksekutif LSM Lingkungan "Scale Up" Ahmad Zazali mengatakan, konflik agraria di Riau terus meningkat dari tahun ke tahun.

Luas lahan yang diperebutkan dalam konflik pada 2009 mencapai 345.619 hektare. Luasan konflik agraria itu naik dari tahun 2007 yang mencapai 111.745 hektare, dan 2008 yang mencapai 200.586 hektare.

Dari total luas konflik 2009 tersebut, seluas 170. 049 hektare merupakan konflik lama yang hingga kini belum selesai. Sedangkan, sisanya adalah konflik baru yang muncul di tahun 2009.

"Dalam dialog ini diharapkan ada kesepakatan yang bisa diterima perusahaan dan masyarakat untuk menyudahi konflik karena warga diposisikan sejajar dengan perusahaan," ujarnya.