Ekspor Diiringi Kestabilan Harga Capai Kemandirian Pangan

id ekspor, diiringi kestabilan, harga capai, kemandirian pangan

 Ekspor Diiringi Kestabilan Harga Capai Kemandirian Pangan

Jakarta, (Antarariau.com) - Makanan yang selalu menjadi kebutuhan pokok manusia dan mahkluk hidup lainnya di mana pun dan pada zaman kapan pun, akan selalu menjadi perhatian yang disorot selama dunia ini masih berputar.

Namun pada akhir tahun 2017, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengeluarkan pernyataan bahwa kendati ada pasokan kuat makanan global, kemarau lokal, banjir dan konflik yang berkepanjangan telah meningkatkan dan mengabaikan kondisi rawan pangan.

Edisi baru laporan FAO mengenai situasi tersebut, Crop Prospect and Food, mengungkapkan sebanyak 37 negara, 29 di antaranya berada di Afrika, memerlukan bantuan pangan dari luar.

Meski ada kecenderungan negatif di sejumlah wilayah lokal, laporan tersebut menyatakan bahwa, secara keseluruhan, produksi pangan global mengalami "booming" atau mengalami peningkatan pesat.

Di Indonesia sendiri, Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa peningkatan ekspor komoditas pertanian seperti beras menunjukkan kualitas produksi sektor pertanian nasional dan menunjukkan kemampuan Republik Indonesia dalam memberi makan rakyatnya.

Dalam acara kuliah umum di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, 30 November, Mentan menyatakan bahwa ekspor ke berbagai negara juga menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih bisa memberikan makan bagi warganya tanpa harus melakukan impor.

Kuliah umum bertajuk "Peran Pendidikan Vokasi Pertanian Dalam Mendukung Percepatan Regenerasi Petani Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045" disampaikan di depan mahasiswa baru dari Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian.

Dalam acara tersebut, Mentan menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo menyampaikan rasa bahagianya akan kinerja sektor pertanian di dalam negeri.

Menurut Amran, Presiden Jokowi juga menyatakan rasa terima kasihnya karena sejumlah komoditas seperti jagung telah mencapai tahap swasembada pangan.

Kemudian, lanjut Mentan, pihaknya juga mengatakan akan memulai peningkatan ekspor ke sejumlah negara seperti yang telah dilakukan dengan mengekspor beras antara lain ke Papua Nugini, Sri Lanka, dan Malaysia.

Sebagaimana diwartakan, Indonesia tengah mengincar peluang ekspor beras ke Malaysia sebanyak 150.000 ton per tahun atau sebesar 20 persen dari total impor yang diharapkan bisa dimulai tahun 2018.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, di Jakarta, Kamis (23/11), mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Dato Sri Mohamad Najib, di Kuching, Malaysia pada Rabu (22/11) menyatakan keinginannya supaya Indonesia bisa mengisi hingga sebanyak 20 persen dari total impor Malaysia.

Enggartiasto mengatakan bahwa rencana tersebut diharapkan bisa mulai berjalan pada 2018, yakni dengan proyeksi dari Menteri Pertanian Amran Sulaiman, tahun depan produksi beras Indonesia akan mengantongi surplus.

Sebelumnya, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi menyatakan, program panen pangan yang digalakkan di kawasan perbatasan Indonesia bakal memudahkan peningkatan ekspor ke sejumlah negara tetangga, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani nusantara.

Dalam seminar di Pontianak, Kalbar, 18 Oktober, Agung ingin para produsen pangan melihat komoditas bahan makanan apa saja yang bisa dihasilkan guna menyediakan kebutuhan pangan negara tetangga.

Jaga stok

Sementara itu, Direktur Pengawasan Kemitraan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Dedy Sani Ardi di Jakarta, Kamis (7/12), menyatakan perlunya perbaikan dalam tiga hal yang signifikan dalam menjaga stok pangan yakni data, distribusi dan meminimalisasi potensi praktik tidak sehat di kalangan dunia usaha.

Dedy menuturkan perbaikan data diperlukan agar ketersediaan data sumber pasokan pangan bisa terekam jelas, dan pihaknya juga sudah berkoordinasi intensif dengan Badan Pusat Statistik (BPS) soal sumber pasokan pangan, sehingga jangan sampai data ini tidak tersedia dengan baik.

Ia juga mengatakan perbaikan lainnya yang dilakukan adalah sisi jalur distribusi. KPPU bersama BPS sudah memetakan jalur distribusi 11 komoditas bahan pokok strategis.

Sedangkan untuk pelaku usaha, KPPU juga, sesuai dengan batas-batas kewenangan yang dimiliki lembaga tersebut, untuk dapat meminimalkan potensi praktik-praktik tidak sehat.

Deddy mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan kepada pelaku usaha bahwa negara tidak akan kalah dengan mafia pangan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto dalam sejumlah kesempatan menilai upaya untuk menjaga harga kebutuhan pangan yang dilakukan pemerintah sudah optimal karena laju inflasi relatif terjaga hingga akhir tahun.

Suhariyanto menjelaskan inflasi tahun kalender Januari-November 2017 tercatat sebesar 2,87 persen merupakan bukti pemerintah telah serius mendukung stabilisasi harga bahan makanan.

Selain itu, inflasi dari tahun ke tahun (year on year) hingga pada November 2017 juga tercatat sebesar 3,3 persen, termasuk yang terendah dalam tiga tahun terakhir.

Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengingatkan pentingnya mengatasi permasalahan data statistik pangan, karena persoalan ketidakakuratan data dinilai berpotensi dapat mempengaruhi tingkat harga pangan di Tanah Air.

Kepala Penelitian CIPS Hizkia Respatiadi berpendapat, ketidakakuratan data pangan sudah sering disuarakan sebagai salah satu penyebab permasalahan penanganan pangan.

Menurut Hizkia, hal itu bisa disebabkan beberapa hal seperti parameter pengambilan sampling yang sudah "out of date", ketidakcermatan enumerator dan jawaban narasumber.

Selain itu, ujar dia, panjangnya distribusi data dari tingkat desa hingga ke pusat juga berpotensi menimbulkan ketidakakuratan.

Data pangan yang tidak akurat, lanjutnya, mengakibatkan salah satunya penentuan kebijakan yang tidak efektif guna memenuhi kebutuhan pangan rakyat.

Untuk itu, ia menegaskan agar perbaikan data pangan memang mendesak dilakukan, serta untuk solusi jangka pendek guna memastikan pasokan komoditas pangan adalah dengan memanfaatkan perdagangan internasional.

Cuaca ekstrem

Hizkia juga mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah harus dapat mengantisipasi dampak dari musim hujan dan gejala cuaca ekstrem agar dapat mencegah kenaikan harga pangan.

Dia mengingatkan bahwa musim hujan yang melanda beberapa wilayah di Indonesia memang membuat petani sulit memanen hasil tanamannya, dan bisa berdampak pada naiknya harga komoditas yang ada di pasar.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Senin (4/12), mengatakan, stabilitas harga pangan, terutama menjelang akhir tahun, harus terus dijaga sehingga laju inflasi tidak meningkat karena saat ini juga sudah mulai memasuki musim hujan.

Menkeu berpendapat, berbagai program untuk menjaga stabilitas harga pangan itu harus dijaga antara lain dengan mengantisipasi banyaknya gejala cuaca ekstrem yang dinilai juga dapat menimbulkan gangguan baik dari sisi transportasi maupun logistik, sehingga juga bisa mempengaruhi sisi pasokannya.

Menkeu mengharapkan, kendati sedang menghadapi musim hujan, jumlah stok bahan pangan serta konektivitas untuk distribusi bahan pangan itu sendiri juga terjaga sehingga inflasi dapat dikelola dengan baik.

Pemerintah juga telah memastikan penyaluran bantuan pangan non tunai (BPNT) tahun 2018 lebih baik dari pelaksanaan pada 2017.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani di Jakarta, Rabu (6/12), mengemukakan, sejumlah langkah efektif yang diambil pemerintah untuk itu antara lain dengan memastikan bahwa data keluarga penerima manfaat sudah tepat sasaran, memastikan E-Warong sudah berjalan efektif dan perlunya sosialisasi serta edukasi sebagai upaya literasi produk perbankan kepada keluarga penerima manfaat.

Dalam rapat koordinasi antarkementerian tentang BPNT di kantor Kemenko PMK, dilakukan evaluasi bantuan pangan non tunai yang diberikan kepada 1,2 juta keluarga penerima manfaat di 44 kota pada 2017.

Dengan adanya evaluasi yang menyeluruh, maka pelaksanaannya pada tahun 2018 juga bakal lebih baik dalam memastikan ketersediaan pangan terutama untuk seluruh kalangan.

Bila telah memadai, maka langkah penguatan ekspor sektor pertanian, yang tentu saja diiringi berbagai langkah guna memastikan kestabilan harga pangan domestik, juga akan membuat visi kemandirian pangan nasional tercapai.