Berkenalan dengan Komik Indonesia Lewat Shonen Fight

id berkenalan dengan, komik indonesia, lewat shonen fight

Berkenalan dengan Komik Indonesia Lewat Shonen Fight

Jakarta (Antarariau.com)- Shonen Fight, sebuah majalah komik lokal hadir mengisi dunia komik Indonesia dengan komikus-komikus Indonesia. Shonen Fight edisi pertama terdiri dari 10 judul komik pada Juni 2015.

Di usianya yang belum setahun, Shonen Fight mencoba mencari peluang ditengah lesunya industri media dan tingginya animo masyarakat terhadap komik. GoHitz berbincang dengan Rizky R. Mosmart selaku CEO dari Shonen Fight mengenai komik dan suka-duka berada dalam industri ini.

Jadi Shonen Fight itu apa?

Shonen Fight (SF) itu majalah komik Indonesia. Kalau orang sepintas melihat, pasti banyak yang bertanya apa hubungan SF dengan Shonen Jams atau Shonen Star. Jawabannya adalah tidak ada hubungan sama sekali. Itu hanya gimmick marketing saja.

Pasar komik masih dipegang oleh pasar komik Jepang dan itu yang mau kita fokuskan. Kalau kita mengikuti protes dari temen-temen komik yang bilang kalau komik Indonesia harus mengikuti kaidah seperti ini itu, nanti siapa yang membeli karena pasar terbiasa dengan format komik Jepang. Menurut kami juga, komik itu bukan sekadar seni tetapi hiburan yang bisa dijual dan dikembangkan.

Tapi ada kemungkinan tidak untuk mengadopsi protes tersebut yaitu komik dengan gaya Indonesia seperti Petruk Gareng atau Ramayana?

Kalau sekarang sih sudah beyond that. Kita sudah tidak terlalu mikirin gaya tetapi lebih fokus dikontennya dan itu yang kita coba kedepankan di SF. Makanya kita berharap sekali konten dan kualitas komik ini terjaga.

Bagaimana awal terbentuk SF?

Tadinya Masyarakat Komik Indonesia (MKI) tadinya bikin kelas manga professional. Kita undang editor dari Jepang yaitu Yoshihiko Wakanabe. Dia itu editor komik dan juga pengajar komik di Jepang.

Dari hasil itu kita kepikiran kenapa kita ga bikin majalah komik saja biar sekalian dan kerjasama yang ada dilanjutkan. Karena sudah kenal dan pernah lakukan head hunting terhadap komikus yang potensial, ketika kita sodorkan ide ini, ia menyambut gembira idea ini. Jadi SF dibentuk oleh para creator bukan pebisnis dengan modal besar.

Bagaimana proses seleksi komikus yang ada di SF?

Kita cari komikus yang sudah terkenal tetapi juga kita mencari bibit-bibit baru. Pengumpulan komikusnya dari Oktober 2014, fix untuk teamnya December 2014. January hingga Juni 2015 itu produksi.

Mukhlis Nur dan Mage, adalah dua komikus yang sebelumnya telah meraih penghargaan di bidang komik tingkat internasional. Mimi N, Cessa dan Maulana Faris merupakan komikus yang cukup produktif dan telah menerbitkan beberapa karya lewat penerbit, online, maupun independen.

Ada juga Azisa Noor dan Kharisma Jati, yang bisa dikatakan sebagai komikus-komikus terbaik Indonesia, dengan gaya penceritaan dan gaya gambar yang unik dan sangat dikenal oleh pembacanya. Shonen Fight juga melejitkan tiga komikus "Rising Star” yang pertama kalinya menerbitkan komik mereka secara profesional, yaitu Duet Dewanto-Izfah, dan Bebek terbang (nama pena dari Sinta Damayanti).

Respons apa yang didapat pertama kali muncul?

Kehebohan seperti akan ada perusahaan Jepang yang akan buka disini karena judul kita Shonen Fight dan sampul depan kita gayanya Jepang banget. Tapi kita 100% adalah perusahaan lokal. Kalau dari distributor sih bilang penjualan kita bagus disaat kondisi pasar seperti ini. Penjualan dan prospeknya ada. Tetapi ya tetap masih berjuang.

Apa konsep yang salah tentang komik?

Komik itu bisnis senang-senang saja. Padahal prospeknya sangat besar. Dalam media, komik itu dianggap media starting point karena komik merupakan media yang paling murah.

Komik Indonesia dianggap tidak ada padahal banyak komik Indonesia. Masih banyak yang kaget bahwa ada komik Indonesia dan mereka masih beranggapan komik Indonesia harus seperti Gundala.

Komik Indonesia harus dengan gaya Indonesia. Menurut saya ini salah, ini sudah ga penting lagi sama halnya dengan embel-embel karya anak bangsa. Menurut saya kalau gaya gambarnya Jepang tetapi setting dan cerita lokal ya itu masuk ke lokal. Berbeda jika gaya gambar Jepang dengan setting dan cerita Jepang ya baru itu bukan lokal.

Kalau kita sebagai kreator memang modal nekat dan ingin memeriahkan komik Indonesia yang memang masih jarang. Dan karena SF ini sekarang tambah banyak komik Indonesia dan Gramedia dibeberapa toko mau membuat rak khusus komik Indonesia.

Komik Indonesia sudah seperti apa sih?

Terbagi dua yaitu komik majalah yang memang dibeli atau komik yang diterbitkan gratisan di internet seperti webtoon. Dua-duanya dicari hanya yang belum kita mengerti bagaimana pembaca kita menghargai komikus.

Sekarang ada lima pemain besar majalah komik yaitu Re:ON, SF, Kosmik, Woof Wook di bawah Mizan, dan KMI Roket yang merupakan bagian Gramedia dan beberapa pemain indie seperti Gorengan, Kopimik, dan Penerbit Kosong. Dari sini, total peredaran komik yang beredar yang kemungkinan peredarannya adalah 100ribu perbulan. Ini masih sedikit berbanding dengan penduduk Jakarta atau bahkan Indonesia. Prospeknya masih sangat terbuka.

Rencana ke depan?

Terbit dengan konsisten, mengembangkan aneka produk turunan maupun lintas media, seperti merchandise, toys & figure (mainan), hingga komik lepas dan animasi, yang semuanya berhulu kepada karya-karya di Majalah Shonen Fight.

Sumber: Gohitz