Menanti Keputusan Pemerintah Tetapkan Istitha ah Kesehatan Haji

id menanti keputusan, pemerintah tetapkan, istitha ah, kesehatan haji

Menanti Keputusan Pemerintah Tetapkan Istitha ah Kesehatan Haji



Dari sisi rohani, memahami manasik haji/umrah. Berakal sehat (tidak mengidap penyakit gangguan jiwa) dan memiliki kesiapan mental untuk ibadah haji/umrah dengan perjalanan yang jauh.

Dari sudut ekonomi; mampu membayar biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Memiliki biaya hidup untuk keluarga yang ditinggalkannya.

Lantas, apakah semua itu terpenuhi bagi setiap individu tatkala menunaikan ibadah haji. Jika ditelisik, diperoleh jawaban bahwa istitoah dari sudut kesehatan jauh dari harapan.

Fakta menunjukkan bahwa anggota jemaah haji Indonesia yang wafat kebanyakan berusia lanjut dan memiliki latar belakang penyakit tertentu seperti cuci darah, jantung, stroke dan penyakit lainnya yang jika tak ada tenaga pendampingan tak kuasa untuk melakukan seluruh rangkaian ibadah haji. Kebanyakan yang wafat adalah tergolong risti.

Belum sepakat

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengakui bahwa pelaksanaan ibadah haji banyak melibatkan fisik. Maka dari itu, syarat dan istitha ah dari sisi kesehatan harus mendapat perhatian. Sayangnya, istitha ah kesehatan sampai saat ini belum memiliki rumusan yang menjadi kesepakatan semua pihak.

Fakta di lapangan, sebelum anggota jemaah haji berangkat ke Tanah Suci diharuskan melewati tiga tahapan pemeriksaan kesehatan, yaitu: pemeriksaan di puskesmas, rumah sakit, dan di embarkasi.

Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan itu, calon anggota jamaah haji banyak dijumpai masuk dalam kategori berisiko tinggi (risti). Data tahun 2014, tercatat anggota jamaah risti sebanyak 83.730 orang (54,7 persen), lebih banyak dibandingkan tahun 2013 sebanyak 82.406 orang (48,8 persen).

Tahun ini terjadi peningkatan jamaah risiko tinggi (risti). Tahun lalu, jamaah risti berjumlah 53 persen dari seluruh jamaah haji Indonesia. Kini jumlah jamaah risti mencapai 62 persen. Faktor risiko tersebut lantas ditoleransi.

Tatkala proyek perluasan Masjidil Haram berlangsung sejak 2013, kuota haji Indonesia, termasuk beberapa negara lainnya dipotong 20 persen. Jadi, sejak 2013-2015, Indonesia hanya mendapat kuota 168.800 anggota Jemaah haji dari sebelumnya 210.000 orang.

Pada 2016, Indonesia mendapat tambahan kuota 20.000 orang. Tentu saja penambahan kuota haji tersebut harus dibarengi peningkatan kualitas layanan lebih baik lagi. Khususnya dari sisi kesehatan, pemondokan, katering dan transportasi.

Kelompok jamaah haji Indonesia memang tidak berada dalam kondisi 100 persen sehat. Didiagnosis anggota jamaah haji risti terbagi dalam dua kategori, yaitu: risti umur lebih dari 60 tahun tetapi sehat dan risti sakit. Meskipun masih terdapat data jamaah haji yang menderita risti, bahkan beberapa kemudian meninggal saat menjalankan ibadah haji karena kesehatannya kurang baik, jamaah haji tetap diperbolehkan berangkat menunaikan ibadah haji.

Anggota jamaah haji yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menunaikan ibadah haji adalah apabila status kesehatan termasuk kategori tunda, yaitu mengidap salah satu atau lebih penyakit menular tertentu pada saat pemeriksaan di embarkasi, dan tidak memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan.

Pada mudzakarah Perhajian Nasional 2015 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, soal Ititha ah dalam tinjauan kesehatan menjadi perhatian serius.

Beberapa hal didiskusikan, antara lain, bagaimana batasan istitha ah dalam perspektif medis? Hasil rumusan dari muzakarah hingga kini belum menunjukkan titik terang. Padahal sengat dinantikan sebagai masukan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan terkait istitha ah bagi jamaah haji Indonesia.

Terkait dengan hal ini Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia Slamet Effendy Yusuf meminta pemerintah segera melakukan kajian bersama ulama dan tokoh ormas Islam. Mengkaji istitaah kesehatan haji penting.

Kajian ini diperlukan untuk meminimalkan jamaah haji yang meninggal saat berhaji.

"Pemerintah tahun ini memprioritaskan jamaah manula yang kebanyakan masuk kategori risti, maka wajar tahun ini banyak yang wafat," ujarnya.Jika melakukan kajian, kata Slamet, pemerintah bisa melarang jamaah risti berangkat karena alasan kemampuan kesehatan. Regulasi bisa diterapkan tahun depan sehingga bisa menekan angka kematian jamaah.

Kemenag, katanya, sebelumnya beberapa kali memfasilitasi pertemuan para ulama untuk membahas istithaíah, antara lain: pertama, tentang hukum perempuan yang ingin berhaji namun tidak disertai mahram, apakah termasuk istitha ah atau tidak. Kedua, hukum seseorang yang ingin pergi haji dengan biaya dari berutang dari bank, apakah termasuk istithaíah.

Makin kompleks

Persoalan haji ke depan makin kompleks, ditandai kian panjangnya antrian haji atau "waiting list". Menurut Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU), Abdul Djamil, rata-rata daftar tunggu mencapai 16 tahun. Di provinsi Sulawesi Selatan sampai 27 tahun. Persoalan lain, meningkatnya jumlah jamaah yang wafat seperti pada tahun lalu.

Karena itu, perlu dicari definisi istitha ah dari perspektif kesehatan.

"Jika definisi istitha ah, kemampuan dari perspektif maliah atau biaya perjalanan haji (saja), maka tidak bisa menjawab persoalan di Indonesia," kata Djamil.

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Fidiansjah menyebut bahwa tingginya angka kematian anggota Jemaah haji tidak lepas dari pemahaman tentang istitha ah kesehatan.

Fidiansjah menyebut pada musim haji kali ini, cuaca di Arab Saudi dalam kondisi ekstrim dengan cuaca panas mencapai 53 derajat celsius. "Jangankan orang sakit, orang sehat saja bisa ambruk dengan kondisi cuaca seperti itu," katanya.

Anggota Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mendesak pemerintah untuk menyiapkan regulasi mengenai isthithaah (kemampuan) jamaah haji di bidang kesehatan. DPR berpendapat regulasi ini diperlukan mengingat pada tahun ini 64,5 persen jamaah haji Indonesia tergolong lanjut usia (lansia) dan resiko tinggi (risti).

Pemerintah harus mencari regulasi yang baik sehingga jumlah jamaah risti dan lansia dapat berkurang. Regulasi ini dapat berupa pembatasan jamaah risti dan lansia atau ada hal lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Jika tidak ada juga regulasi yang membatasinya, merekrut tenaga atau petugas pemba dal haji lebih banyak lagi tak dapat dihindari lagi.

Hingga kini Kementerian Agama masih terus melakukan kajian tentang istitha ah dari prespektif kesehatan dengan dukungan para cendikiawan ulama. Pendapat atau fatwa dari para ulama sangat dinantikan dalam kaitan istitha ah kesehatan haji itu.

Sebab, jika terus dibiarkan atau pembiaran, tidak mustahil seseorang yang tak memenuhi syarat istitha ah dari sisi kesehatan akan terus ikut memperpanjang daftar antrian jemaah haji di seluruh Indonesia.

Dan, tentu ketika kelompok risti dan lansia itu menunaikan ibadah haji, ujung-ujungnya hanya mengantarkan mereka untuk dimakamkan di Tanah Suci.