Jarak Maktab 14 tempat Hasmawati dan rombongannya mabit (bermalam) di Mina ke Jamarat memang cukup jauh, mencapai sekitar dua kilometer.
Oleh karena itu selepas Subuh, Kamis sekitar pukul 06.00 WAS mereka keluar dari tenda menuju Jamarat mengikuti langkah sang pemimpin rombongan.
Namun di tengah jalan, ia diminta bantuan oleh seorang nenek yang satu rombongannya, agar berhenti sejenak, karena perempuan berusia 70 tahun itu kelelahan.
"Sebelum jembatan tingkat (jalan layang), kami istirahat, karena ada nenek dalam rombongan kami kecapekan," ujarnya.
Jadilah Hasmawati bersama kakaknya Namma binti Muhammad Kasim pun istirahat, sambil duduk di pinggir jalan, sementara rombongan lainnya tetap melaju di depan.
Pada saat istirahat itulah, menurut Hasmawati, rombongan jamaah berkulit hitam dengan tubuh yang besar merangsek dari arah yang berlawanan.
"Kami terlempar dan terinjak-injak. Saya bisa bangkit, tapi kakak dan nenek itu terus terinjak dan tertindih jamaah lain," katanya dengan isak tangis yang tidak lagi terbendung.
Ia berusaha menolong kakak perempuannya yang masih bisa diraih tangannya. "Bangun kak, bangun, kata saya. Tapi kakak saya tidak mampu berdiri dan terinjak lagi," ujarnya dengan nada tersendat.
Sementara sang nenek, yang bernama Nadjemiah Samad Madjida, ia lihat sudah tidak bergerak.
Pada saat itulah, ada seorang jamaah laki-laki dari balik pagar Maktab yang terkunci di sisi kiri jalan yang menyuruh Hasmawati naik melompati pagar agar bisa masuk ke tenda Maktab negara lain itu.
Laki-laki yang tidak diketahu identitasnya itu menyorongkan kedua tangannya untuk dijadikan pijakan Hasmawati melompat pagar maktab di tengah jamaah yang masih berdesakan.
"Saya coba ikhlaskan kakak saya dan nenek itu, sambil menginjak kedua tangan jamaah laki-laki itu menaiki pagar maktab," katanya.
Lolos melewati pagar, tidak lantas membuat Ismawati aman. Ia mengaku tiba-tiba ia merasa tubunya tersetrum karena menginjak sesuatu.
"Tubuh saya bergetar, seperti tersentrum. Saya hanya berdoa, ya Allah tolong saya..tolong saya," ujarnya kembali berderai air mata mengingat perjuangannya untuk selamat dari musibah itu.
Berhasil lewat dari krisis tersebut ia dibantu jamaah dari Turki untuk berganti pakaian yang kotor akibat terinjak-injak, kemudian dengan sajian makanan dan minuman seadanya.
"Saya tidak tahu lagi nasib kakak saya dan nenek Nadjemiah sampai saat ini (Jumat 25/9). Saya berdoa semoga mereka selamat, dan setidaknya diketahui kondisinya," ujar Ismawati.
Dalam kondisi panik dan menyelamatkan diri dari desakan jamaah negara lain, entah apa yang mendorongnya untuk mengamankan "harta" nenek Nadjemiah yang dilihatnya tidak bergerak lagi.
"Saya sempat mengamankan cincin yang dibeli nenek Nadjemiah di Madinah, ketika ia sudah tidak bergerak lagi," kata Hasmawati sambil memperlihatkan cincin emas dengan motif khas arab saudi dengan ukiran kecil-kecil.
Hasmawati berharap kalau pun nenek Nadjemiah tidak kembali lagi, cincin itu bisa menjadi kenang-kenangan untuk keluarganya.
Data terakhir yang dirilis Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) 1436H/2015M sampai Senin (28/9), jumlah jamaah haji Indonesia yang menjadi korban peristiwa di Jalan 204 Mina itu mencapai 41 orang, tiga di antaranya berasal dari Kloter 10 Embarkasi Makasar (UPG 10).
Dan Nadjemiah Samad Madjida dengan nomor passpor B0693478 tercatat sebagai salah satu korban meninggal bersama dua nama lain dari kloter yang sama, yaitu Yahman Mistan Meslan, kloter UPG 10 nomor paspor B0693120 dan Sitti Lubabah Arsyad Ngolo, kloter UPG 10 nomor paspor B0693565. Sementara sang kakak Namma binti Muhammad Kasim masih belum ditemukan hingga berita ini turunkan.
Innalillahi wa innaillahi rojiun.. Semoga Allah menempatkan mereka yang meninggal dalam upaya menyempurnakan ibadah haji tersebut mendapatkan surga Allah. Aamiin.