Terdakwa Korupsi Baju Koko Dituntut 1,8 Tahun

id terdakwa korupsi, baju koko, dituntut 18 tahun

Terdakwa Korupsi Baju Koko Dituntut 1,8 Tahun

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa korupsi pengadaan baju koko di Pemerintah Kabupaten Kampar, Firdaus, dengan hukuman satu tahun delapan bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Rabu.

Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Bangkinang menuntut terdakwa lainnya, Aril Jasda dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara.

"Terdakwa Firdaus terbukti melanggar Pasal Subsider, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 ttg perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan satu tahun delapan bulan kurungan penjara serta denda Rp50 juta," kata JPU Eko Supramurbada.

Sementara itu, Aril Jasda juga didakwa telah melanggar pasal yang sama namun kurungan penjara yang diterima olehnya lebih rendah.

Sebelumnya, pada sidang perdana JPU mendakwa kedua terdakwa dengan pasal primer yakni Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 99 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Namun, JPU Eko berpendapat bahwa salah satu unsur dalam pasal primer tersebut tidak terbukti sehingga keduanya dituntut dengan pasal subsider.

"Keduanya dikenakan pasal subsider karena salah satu unsur pada pasal primer yakni memperkaya diri sendiri tidak terbukti. Kedua terdakwa telah mengembalikan uang hasil korupsi mereka kepada negara," katanya.

Kasus dugaan korupsi ini berawal setelah penyidik Kejati Riau mulai menyelidiki proyek pengadaan baju koko di Kabupaten Kampar yang menelan anggaran sebesar Rp2,4 miliar yang didanai dari APBD Kampar tahun anggaran 2012. Setiap camat mendapat alokasi yang berbeda-beda, rata-rata berkisar Rp80 juta hingga Rp200 juta.

Kejaksaan menemukan kejanggalan karena penggunaan anggaran tersebut dipecah ke semua camat dengan cara Penujukan Langsung, diduga untuk menghindari mekanisme tender.

Selain itu, pengadaannya juga menuai masalah karena diduga terjadi penggelembungan harga baju koko dari nilai aslinya, dan jumlah yang diadakan tidak sesuai kontrak. Kejaksaan menaksir kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp800 juta.