Pengamat: Jangan Ada SP3 Kasus Pencabulan Anak

id pengamat jangan ada sp3 kasus pencabulan anak

 Pengamat: Jangan Ada SP3 Kasus Pencabulan Anak

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pengamat kebijakan publik menyatakan mendesak kepolisian untuk meninjau kembali kasus pencabulan anak di bawah umur, yang penyidikannya dihentikan lewat Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) karena menilai kasus kejahatan seksual merupakan pidana murni yang tidak boleh dihentikan begitu saja.

"Jangan ada SP3 kasus pencabulan karena ini adalah pidana murni. Mabes Polri harus mengambil sikap, membuka kembali kasus SP3 hingga ke tingkat daerah," kata Pengamat Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Kamis.

Sofyano mengaku mendapat banyak laporan dari masyarakat mengenai lemahnya penindakan hukum kepolisian terhadap penanganan kasus pencabulan anak di bawah umur.

Khusus di Riau, jajaran Polda Riau sejak awal tahun 2014 mencatat ada 104 anak di bawah umur menjadi korban pelecehan seksual.

Dalam kasus pencabulan anak tersebut ada 40 kasus dalam proses penyidikan, 20 kasus dalam penyelidikan, berkas kasus lengkap (P21) ada 35, namun ada tujuh kasus dihentikan atau SP3.

Menurut dia, alasan SP3 kasus pencabulan karena ada perdamaian antara pihak korban dan pelaku tidak bisa menjadi justifikasi polisi untuk menghentikan penyidikan.

"Kedua pihak boleh berdamai, tapi kasus pidana harus jalan terus ke pengadilan," katanya.

Selain itu, alasan lain yang banyak terjadi untuk menghentikan SP3 adalah karena pelaku mengakui kesalahan dan bertanggungjawab dengan cara menikahi korban. Sofyano menegaskan hal tersebut juga tidak bisa dibenarkan sebagai alasan polisi untuk SP3 kasus pencabulan anak.

"Itu kan modus lama, pelaku menikahi korban untuk lari dari jerat hukum dan kemudian diceraikan lagi. Derita yang didapatkan korban semakin besar," katanya.

"Apapun bentuk perdamaian pelaku dan korban, seharusnya tidak ada kewenangan polisi untuk menghentikan kasus pencabulan anak. Biarkan itu sampai ke pengadilan dan biarkan jadi pertimbangan hakim," lanjut Sofyano.

Ia menambahkan, pihaknya juga mendapat laporan lambannya kepolisian di Riau menindaklanjuti laporan kasus pencabulan anak. Menurut dia, salah satu kasus menimpa seorang anak berusia 12 tahun yang diperkosa seorang pria berusia 25 tahun di sebuah ruko kosong di Jalan Lingkar Kasang Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantansingingi, Riau.

Menurut dia, peristiwa tersebut terjadi pada 2 Mei lalu dan sehari setelahnya korban melapor ke Polres Kuansing dengan Nomor Laporan STPL/70/V/2014/SPKT/Res Kuansing.

"Namun, sampai sekarang tidak ada tindak lanjut dari kepolisian setempat. Ada yang salah dengan polisi dalam menanggapi kasus pencabulan anak yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari penegak hukum," katanya.

Ia mengatakan, seharusnya kepolisian bisa menjadi contoh terdepan untuk menyosialisasikan kepada masyarakat untuk jangan pernah berdamai dengan pelaku kejahatan seksual terutama pencabulan terhadap anak di bawah umur.