Indragiri Hulu (ANTARA) - Sebelum dapat bertani kelapa sawit dengan nyaman dan menghasilkan seperti sekarang, para petani swadaya di Desa Air Putih, Lubuk Batu Jaya, Indragiri Hulu (Inhu), telah melewati berbagai hal dalam perjalanannya.
Diceritakan Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Anugerah, Sutoyo, pada 2014 para petani kelapa sawit di desanya tak dapat bekerja dengan baik lantaran NGO pegiat lingkungan sibuk menyatroni dunia perkebunan, baik perusahaan mau pekebun. Saat itu pengelolaan sawit dikatakan identik dengan deforestasi.
Hal itu kemudian berdampak pada sulitnya para petani sawit menjual hasil kebunnya. Sebab perusahaan-perusahaan yang ada saat itu bahkan tak berani membeli TBS dari para petani swadaya.
Tak menyerah, Sutoyo dan rekannya kemudian mencari cara bagaimana hasil panen dapat terjual. Saat itu lah manajamen Asian Agri hadir memberikan solusi agar para petani melakukan tracking lahan sehingga lahan tersebut memang benar diperuntukkan untuk sektor perkebunan.
"Saat itu kami mengurus surat tanda budidaya ke Dinas perkebunan, Alhamdulillah 68 hektare tanah dengan satu kelompok tani pada saat itu diterima," sebutnya saat kunjungan Apical, Asian Agri dan Kao ke desanya, Selasa (9/5).
Seiring berjalannya waktu, dengan bantuan Asian agri memfasilitasi, pihaknya menyadari ternyata ada perbedaan saat petani menjual kelapa sawit secara perorangan.
"Akhirnya kami mengurus akta notaris yang kemudian memunculkan semangat pekebun untuk mengikuti apa yang sudah dilakukan Asosiasi Anugerah," lanjutnya.
Kini asosiasi petani swadaya di Inhu ini telah beranggotakan 302 pekebun dengan 19 kelompok tani. Bahkan 238 petani dengan 576 hektare lahannya pada Februari 2023 lalu telah lolos audit Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
"Ini semua berkat jerih payah dan arahan serta dukungan Asian agri. Setelah kami petani swadaya terombang-ambing NGO, kami bermimpi bagaimana mendapatkan sertifikasi RSPO. Maka dengan gigihnya bimbingan manajemen Asian Agri, kami berhasil meraih sertifikasi," tutur Sutoyo.
Diakui Sutoyo dengan semakin majunya jaman, pihaknya tak ingin menjadi petani swadaya yang tertinggal. Ia berharap minimal dapat setara dengan petani plasma yang merupakan induk semangnya.
Upaya ini membawa harapan agar petani swadaya menjadi lebih sejahtera dan mengerti bagaimana mengurus kebun sawit yang baik dan benar serta berkelanjutan.
"Kami tak ingin menjadi petani swadaya yang tertinggal dan tak lagi takut dengan tuduhan NGO," kata Sutoyo.
Kini Apical, Asian Agri dan Kao berkolaborasi meningkatkan kehidupan dan memberdayakan petani untuk menjadi peserta aktif dalam perkebunan berkelanjutan melalui program SMILE.
Director of Sustainability Apical, Bremen Yong dalam kesempatannya mengaku bangga dengan dampak positif program SMILE terhadap kehidupan para petani dan komunitas tempat mereka tinggal.
"Kami berjuang untuk masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan dengan memberi para petani alat untuk memberdayakan dan mendorong mereka mempraktikkan praktik perkebunan yang bertanggung jawab," pungkasnya.
Berita Lainnya
Cegah stunting, Apical Dumai berikan makanan tambahan ke ibu hamil
29 November 2024 11:54 WIB
Apical GreenFest di Unri, Edukasi generasi muda tentang kelapa sawit berkelanjutan
25 November 2024 15:45 WIB
Apical perbaiki turap parit di Dumai untuk mencegah banjir
23 November 2024 10:16 WIB
Apical jalankan program budi daya kambing pada kelompok tani di Dumai
28 October 2024 9:50 WIB
Polda Riau dan Apical Dumai sinergi pengamanan objek vital nasional
23 October 2024 14:25 WIB
RGE Founder's Day, Berikut rangkaian aksi Apical Dumai untuk masyarakat dan iklim
14 September 2024 9:04 WIB
Apical Group berbagi hewan kurban, begini tanggapan Pemda
21 June 2024 18:57 WIB
Apical Dumai berbagi ribuan susu ke murid SD dan TK
14 June 2024 15:40 WIB