"The Spirit of Riau", begitulah untaian kata yang terpatri di tiap pesawat jenis Fokker 50 dengan kapasitas 48 kursi penumpang dan merupakan armada pesawat Riau Airlines.
Untaian kata itu benar-benar membuat masyarakat Riau bangga karena memiliki satu-satunya perusahaan maskapai penerbangan nasional milik pemerintah daerah dan berstatus sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Sebab, sejak tahun 1990-an ada belasan nama perusahaan maskapai yang bangkrut seperti Sempati Air, Jatayu Airlines, Star Air, Indonesia Airline, Bouraq Airlines, Adam Air, Linus Air, serta Batavia Air.
Belum lagi maskapai yang mengusung nama daerah ikut rontok seperti Seulawah Air dan North Aceh Air milik Aceh, Serunting Sakti milik Sumatera Selatan, TOP Air milik Papua dan Celebes milik Sulawesi.
Awal tahun 2010, sejarah manis ditorehkan Riau Airlines yang disingkat dengan RAL karena mendapat pengakuan sekaligus dukungan yang diberikan secara langsung oleh pemerintah negeri jiran.
Perdana Menteri Malaysia Mohamad Najib bin Tun Abdul Razak memberikan pengakuan tersebut ketika meresmikan Lapangan Terbang Antarbangsa Malaka (MIA) pada 10 Ferbuari 2010 dan saat menerima miniatur pesawat RAL dari Direktur Utama RAL Teguh Triyanto.
Najib menyebut, maskapai itu dinilai telah mengambil peran penting dalam hubungan bilateral yang secara tidak langsung menghubungkan perekonomian Malaysia dan Indonesia.
"Dengan peresmian ini saya harap maskapai terus menggalakkan penerbangan termasuk punya swasta dari Indonesia seperti Riau Airlines, terbang tiap hari dengan rute Malaka-Pekanbaru," kata Najib.
Sejarah RAL
Maskapai RAL yang didirikan sebagai perusahaan komersial pada 14 Maret 2002, beroperasi perdana di tahun yang sama bulan Desember pada zaman Gubernur Riau Saleh Djasit.
Niat sang gubernur pada waktu itu, maskapai penerbangan tersebut diharapkan dapat melayani masyarakat di Pulau Sumatera dengan memposisikan diri sebagai "feeder" pada rute-rute pendek.
Penerus Saleh Djasit, Gubernur Riau dua periode Rusli Zainal merasa tertantang untuk melebarkan kepak sayap burung besi itu dalam mengarungi langit udara di Pulau Sumatera.
Rusli pun memasukkan suatu rekomendasi yang disetetujui dalam rapat koordinasi gubernur se-Sumatera pada 19-21 Desember 2009 dan disepakati peningkatan pengembangan Sumatera Airlines melalui operasional RAL.
"Penguatan bisa dilakukan melalui 'block seat' rute yang memiliki 'load factor' rendah, di samping penyertaan modal dari investor untuk pengembangan armada dan manajemen usaha," katanya waktu itu.
Berdasarkan laporan hingga Desember 2009 penyertaan modal RAL berjumlah Rp132,9 miliar lebih, dengan mayoritas pemegang saham Pemerintah Provinsi Riau dari total 20 pemegang saham pemerintah daerah di Sumatera.
Dewasa ini, untuk pembelian satu unit pesawat jenis baling-baling seperti ATR 72-500 yang memiliki kapasitas penumpang 70 kursi dihargai sekitar Rp200 miliar, sedangkan Boeing 737-900 dan Airbus 320 tentunya lebih mahal lagi.
Hentikan usaha
Maskapai penerbangan itu secara resmi menghentikan kegiatannya karena tidak adanya armada pesawat yang bisa dioperasikan, menyusul krisis keuangan yang membelit perusahaan dalam beberapa tahun terakhir.
Dua unit pesawat RAL jenis Fokker 50 yang disewa dari Aero Century-- perusahaan penyewaan pesawat asal Amerika Serikat--ditarik dan di-"grounded" pada 20 Agustus 2010.
Sedangkan satu unit pesawat jenis yang sama milik maskapai itu, tidak diizinkan terbang sejak awal September 2010. Sehingga jumlah pesawat RAL Fokker 50 yang terparkir di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta berjumlah tiga unit.
Ketiga pesawat itu harus menjalani inspeksi menyeluruh secara berkala oleh Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara (DSKU) Kementerian Perhubungan sebelum dinyatakan laik terbang.
Di tengah kondisi kesulitan finansial dari pemegang saham, tanggal 22 Februari 2011 Riau Airlines kembali terbang menggunakan pesawat jenis Boeing 737-500 pada rute domestik dan internasional.
Namun, kondisi tersebut hanya bertahan selama kurang dari tiga bulan, dan lantas melakukan mengurangi karyawan secara paksa akibat kesulitan keuangan yang semakin parah.
Hadapi pailit
Masalah kesulitan finansial berujung didaftarkannya gugatan PT Bank Muamalat Indonesia ke pengadilan karena RAL dianggap tidak mampu membayar utang atas fasilitas kredit yang diberikan Rp80 miliar di luar bunga.
Tanggal 5 Juni 2012 sidang perkara pailit pun digelar di Pengadilan Niaga Medan, dan pengadilan mengabulkan permohonan yang diajukan Bank Muamalat pada 12 Juli di tahun yang sama.
Kemudian pada 23 Juli 2012 secara resmi maskapai itu mengajukan upaya hukum kasasi ke Makamah Agung. Status pailit yang disandang RAL berakhir melalui putusan hakim dengan homologasi.
"Dengan dikeluarkannya putusan hakim pemutus Pengadilan Niaga Medan pada Kamis (11/10), dengan homologasi, maka status pailit telah berakhir," kata kuasa hukum RAL, Irfan Ardiansyah.
Adalah PT Pengembangan Investasi Riau yang juga disebut Riau Invesment Corp (RIC) salah satu BUMD milik Riau sebagai investor baru yang berperan dalam menyelamatkan semua utang-piutang RAL.
Masalah hukum yang membelit Riau Airlines tidak terhenti sampai di situ. RAL harus gigit jari karena Mahkamah Agung (MA) tetap menyatakan maskapai itu dalam status pailit.
MA telah mengeluarkan putusan penolakan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga Medan pada 12 Juli 2012 dengan tetap memberlakukan putusan pailit tanggal 28 Januari 2013.
Sontak saja Direktur Utama RAL Teguh Triyanto mengaku kaget karena belum mengetahui putusannya. "Saya baru dengar. Biasanya surat seperti itu dikirim kepada kuasa hukum RAL. Saya akan mengeceknya," katanya.
Jajaran direksi maskapai kemudian mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA yang tetap menyatakan RAL dalam status pailit pada 26 Juli 2013.
Alasan PK diajukan karena didasari atas upaya dan semangat membangkitkan maskapai penerbangan tersebut, serta sekaligus menyerahkan memori terhadap putusan MA Nomor 662 K tanggal 28 Januari 2013.
"Kami telah menyusun rencana bisnis dan melakukan negosiasi dengan para pihak ketiga untuk membangkitkan maskapai yang menjadi kebanggan masyarakat Riau, sekaligus menjunjung marwah Melayu," ucap Teguh.
Kejanggalan kecil
Di tengah menunggu proses PK, Gubenur Riau Rusli Zainal yang masih mendekam di penjara karena tersangkut kasus korupsi, mengeluarkan surat keputusan pembentukan tim percepatan penyelamat RAL tanggal 17 September 2013.
Pengamat hukum bisnis dari Universitas Islam Riau (UIR) menilai surat keputusan yang dikeluarkan gubernur Riau tersebut dianggap tumpang tindih dengan tugas kuasa hukum.
"Secara hukum, 'overlapping' jadinya menyangkut undang-undang yang dipakai. Satu tentang pemerintahan daerah dan satu lagi tentang kepailitan. Tidak boleh seperti itu," ujar pengamat hukum bisnis UIR, Ardiansyah SH, MH.
Tim penyelamatan boleh dibentuk, tetapi dengan catatan kasus pailit maskapai penerbangan itu sudah selesai, dan tidak ada lagi masalah hukum yang menjerat serta semua aset RAL dapat terselamatkan.
"Surat itu terkesan menghabiskan anggaran atau dengan kata lain tim penyelamatan makan gaji buta. Pekerjaan yang mereka lakukan sudah dikerjakan pengacara, kenapa lagi harus dibentuk tim," katanya.
Kuasa hukum RAL Irfan Ardiyansyah SH mengemukakan, pihaknya bekerja sesuai surat kuasa dari direksi dan peraturan berlaku seperti UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Corporate lawyer" RAL tidak bekerja berdasarkan UU Pemerintah Daerah, sebab BUMD adalah berbentuk badan usaha yang keterlibatan pemerintah daerah sebatas besaran saham melalui kekayaan negara yang dipisah.
"Seharusnya Pemprov Riau mendukung program dan menjadi rencana direksi yang secara de facto hanya tinggal dua orang. Termasuk penyelesaian utang piutang bertahap dan rencana masuknya investor asing, agar ke depan maskapai penerbagan itu tidak lagi tergantung pada APBD Riau," katanya.
Maskapai yang mayoritas sahamnya dikuasai Pemerintah Provinsi Riau tidak hanya menghadapi persoalan hukum, tetapi utang yang dijanjikan pada putusan pailit di Pengadilan Niaga Medan pertama sudah jatuh tempo.
Kantor pusat maskapai yang terletak di Jalan Sudirman, Pekanbaru, terlihat begitu ramai kendaraan parkir karena kantor tersebut ditempati Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau dan PT Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Riau.
Riau Airlines hanya menempati satu ruangan pada lantai bawah di gedung berlantai dua yang merupakan milik Pemprov Riau, sambil menunggu kepastian hukum, karena sampai hari ini belum ada kabar mengenai proses PK RAL.