Seorang ibu senantiasa berdoa. Berharap kelak, sang anak dapat memilih jalan yang tepat. "Tuhan, berikan kemudahan bagi buah hatiku dalam menempuh kehidupannya. Jangan biarkan 'duri' menghambat perjalanannya ketika ia beranjak dewasa".
Namun apakah Tuhan menjawab...? Sang pencipta hanya diam tanpa memberikan sinyal; atau aba-aba, apalagi menunjukkan jalan hidup umatnya.
Allah yang merupakan Tuhan (bagi umat muslim), keberadaannya sudah pasti ada namun siapapun tidak mampu untuk melihatnya.
Keberadaannya (Tuhan) hanya bisa diyakini dengan logika yang cukup sederhana. Jika orang yang tidak beragama menganggap bumi dan alam semesta terbentuk dari ketidaksengajaan peristiwa di masa lampau dari zat-zat di luar angkasa, maka mereka pasti akan percaya jika setumpukan sampah secara tidak sengaja mampu membentuk (dengan sendirinya) sebuah mobil Ferrari dengan harga miliaran rupiah.
Oleh sebab itu, manusia beragama mempercayai alam semesta merupakan sebuah ciptaan sang maha kuasa, karena harus dibuat untuk bisa menimbulkan suatu keadaan seperti sekarang ini.
Namun bukan keadaan yang menyalah. Bukan pula sebuah keadaan yang menyengsarakan. Dan bukan pula suatu keadaan yang membuat jalan kehidupan manusia itu menjadi buntu tanpa arah.
Kisah tentang keberadaan Tuhan senantiasa mewarnai kehidupan manusia. Jejak perjalanan hampa, membawa "setetes" berkah, bahkan hina untuk kaum yang berbalas budi maupun durhaka terhadapnya.
Sekali lagi, Tuhan tidak berkata-kata. Ia hanya diam namun bukan berarti tidak memantau setiap gerak-gerik kehidupan manusia yang semakin "mambabi buta".
Berikut adalah kisah tentang keberadaan Tuhan yang murka terhadap sekelompok umatnya. Sekali lagi, kisah ini hanya pembenaran bagi mereka yang percaya atas keberadaannya (Tuhan).
Mafia Narkoba
Beberapa hari lalu, tersiar kabar menggemparkan tentang keganasan para mafia narkoba. Bagai koboy, kawanan mafia yang berjumlah delapan orang melakukan upaya percobaan pembunuhan terhadap seorang anggota Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pekanbaru atas nama Briptu Joko.
Yang lebih mencengangkan, kelompok mafia barang haram itu ternyata didalangi oknum aparat penegak hukum. Tiga diantaranya anggota polisi dan empat lainnya merupakan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD). Seorang lainnya diklaim sebagai otak dari lingkaran 'setan' peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang.
Apakah atas kebesaran Tuhan, Brigadir Satu (Briptu) Joko, anggota polisi yang bertugas di Polresta Pekanbaru itu bisa selamat dari maut setelah dianiaya secara sadis oleh rekan- rekannya sesama polisi dan anggota TNI...?
Anggota polisi berusia 28 tahun yang konon kabarnya mengetahui jaringan peredaran narkoba di wilayah Riau itu ditemukan warga dalam kondisi pingsan dengan tubuh penuh tusukan dan sayatan senjata tajam di teras sebuah Masjid di Kubang Raya, Siak Hulu, Selasa (13/11) dini hari.
Menurut ceritanya, kisah penganiayaan sadis yang dialami Briptu Joko berawal ketika dirinya diminta oleh seorang temannya sesama anggota polisi untuk datang ke sebuah tempat di Jalan Kartama, Marpoyan Damai, Pekanbaru.
Tanpa berfirasat buruk, polisi muda ini pun memenuhi panggilan dan permintaan temannya itu. Begitu nahas, sesampainya di lokasi pertemuan, pria yang telah berkeluarga dan memiliki seorang anak ini justru mendapat perlakuan yang demikian sadis.
Seorang temannya itu ternyata menantinya dengan sekelompok orang lainnya dari kesatuan yang sama (Polri) maupun TNI.
Briptu Joko pun disekap serta menjalani traphy penganiayaan yang begitu sadis dari sejumlah orang yang terakhir dikabarkan sebagai gembong narkoba.
Mafia yang berlindung dibalik juba aparat ini menganiaya Briptu Joko dengan cara memukulkan benda tumpul ke arah tubuh korban serta menusukan benda tajam di kebagian kaki dan lengannya.
Lebih sadis lagi, para pelaku memaksa korbannya untuk menenggak air sabu-sabu berharap Briptu Joko tewas dengan cara 'over' dosis atau kelebihan mengkonsumsi narkoba.
Menerima perlakuan yang sedemikian parah, Briptu Joko hanya bisa pasrah sembari menanti pertolongan dari Tuhan. Yang ketika itu, hanya diam dan menyaksikan keberutalan sebagian umatnya yang durhaka.
Usai menerima tindak penganiayaan sedemikian parah, dan dengan merasa puas, kawanan penjahat pengena juba pengayom masyarakat itu hendak mengeksekusi Joko ditengah malam buta.
Dalam kondisi tubuh yang penuh bekas luka penganiayaan, korban yang diangkut para pelaku dengan mobil Mitsubishi Grandis warna hitam dengan nomor polisi BM 423 IN itu kemudian kembali dibawa kesuatu tempat yang sepi bak' tanpa penghuni.
Mengira korban telah meninggal dunia, para pelaku melemparkan tubuh Briptu Joko ke sebuah kolam di kawasan rawa-rawa bersemak.
Bahkan untuk memastikan lagi bahwa korban benar-benar telah menemui ajalnya, pelaku melepaskan sejumlah tembakan ke arah kolam.
Namun Tuhan berkehendak lain, Briptu Joko ternyata masih diberikan kesempatan hidup. Kisah tragis Briptu Joko alhasil membuka tabir tentang jaringan mafia nakoba yang kerap "mengerayang" di "Bumi Melayu Lancang Kuning".
Pelaku Ditangkap
Kapolresta Pekanbaru Kombes (Pol) Adang Ginanjar, mengatakan sebanyak delapan orang pelaku telah ditangkap. Mereka adalah tiga oknum anggota polisi masing-masing bernisial IR dan SP serta P. Sementara satu lagi warga sipil berinisial JN, yang diduga sebagai bandar narkoba atau otak pelaku atas percobaan pembunuhan terhadap Briptu Joko.
Kombes Adang Ginanjar mengatakan, JN merupakan bandar narkoba dan sudah masuk dalam daftar orang yang diincar institusinya.
"Saat hendak ditangkap di suatu tempat, ia berusaha melarikan diri. Terpaksa kami lumpuhkan dengan tembakan. Sementara untuk para pelaku dari anggota TNI, diserahkan penanganannya kepada POM (Polisi Militer)," katanya.
Kapolresta Pekanbaru Kombes Adang Ginanjar menyatakan, para pelaku bisa dijerat pasal berlapis. Mulai dari Pasal 353, Pasal 338, dan Pasal 333, KUHAP, tentang penganiayaan dengan perencanaan untuk menghilangkan nyawa orang lain dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
Belum diketahui pasti motif para pelaku hendak menghabisi nyawa Briptu Joko. Tapi diduga para pelaku terkait dengan jaringan pengedar narkoba. Hal itu dikuatkan dengan keberadaan seorang pelaku, yakni JN, yang merupakan bandar narkoba.
Dari hasil pemeriksaan awal terhadap ketiga pelaku yang ditangkap, mereka diketahui positif menggunakan narkoba jenis sabu-sabu. Sehingga, para pelaku diduga telah mengkonsumsi sabu-sabu sebelum melakukan penganiayaan.
"Selain positif menggunakan narkoba, kami juga menemukan barang bukti berupa bong atau alat hisap sabu," katanya.
Terkait hal itu, kata Adang, tidak tertutup kemungkinan penyelidikan kasus ini tidak hanya mengenai kasus penganiayaan semata, tapi juga dikembangkan pada kasus peredaran narkoba.
Hukum Tuhan
Lagi-lagi, Tuhan tidak berkata-kata, membisik atau memberi sinyal kepada umatnya. Kesibukan negara terkait pemberantasan narkoba yang masih dianggap tabuh, tidak diimbangi dengan penegasan hukum.
Mau bukti...! Meirika Franola alias Ola, wanita paruh baya berusia 42 tahun terpidana kasus narkoba yang merupakan gembong narkoba sebelumnya telah divonis mati oleh pengadilan.
Namun hukum manusia justru memberikan keringan. Ola bahkan mendapatkan grasi atau keringanan hukuman dengan alasan yang tak jelas. ratu narkoba ini "didulap" untuk kembali mempertahankan hidupnya yang durhaka.
"Hukum mati para pengedar narkoba...." Teriakan itu hanya semboyan yang kerap menjadi perdebatan diantara kalangan elite tanpa realisasi yang jelas.
Namun Tuhan tidak. Kehendaknya untuk memberikan hukuman terhadap umatnya terkadang tanpa disadari. Bisa memalui bencana, atau bahkan kemurkaan melalui sumber penyakit mematikan.
Pernah 'anda' mendengar HIV/AIDS...? Sebuah penyakit mematikan ini telah "menggerangi" tubuh para aktor munafik yang terlibat jaringan peredaran narkoaba.
Pembuktiannya terkuak pada kasus penganiayaan Briptu Joko. Para tersangka, selain terbukti mengkonsumsi narkoba ternyata seorang diantaranya positif mengidap "Human immunodeficiency virus infection / acquired immunodeficiency syndrome" (HIV/AIDS).
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) AKP Arif Fajar Satria mengatakan, hal itu diketahui saat pihaknya melakukan tes urine dan cek darah terhadap para pelaku.
Selama ini, katanya, seorang pelaku tidak mengetahui kalau dirinya mengidap virus tersebut. "Dia tahu kalau terkena HIV saat dilakukan pemeriksaan. Ternyata dia (seorang tersangka) positif mengidap AIDS," katanya.
Itu menjadi bukti, bahwa hukum Tuhan berlaku bagi umatnya yang serakah, munafik dan selalu berbicara "tidak" ketika hendak manfsirkan jalan hidup yang sehat.
Hukum Tuhan, sama-halnya dengan hukum alam, sebuah karma yang kerap mendera para umatnya yang selalu berbuat durhaka. Durhaka terhadap orang tua, alam dan linkungan serta sesama umat manusia.
Atau mungkin AIDS juga merupakan sebuah penyakit murka darinya..? ***1*** (T.KR-FZR)