Peparnas: Mimpi Anak Pengasong Jadi Yang Terbaik Di Dunia

id peparnas mimpi, anak pengasong, jadi yang, terbaik di dunia

Pekanbaru, 9/10 (ANTARA) - Puluhan orang mengerumun mengelilingi sesosok wanita muda berkursi roda. Rasa haru dan bangga bercampur menjadi satu "terpoles" dalam wujud yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Wanita muda berpenampilan sederhana bernama Widiasih itu berusaha untuk menjawab sejumlah pertanyaan orang-orang yang mengelilinginya.

"Seribu" pertanyaan ketika itu, membuat wanita ini sdikit gugup, namun tetap berusaha menjawabnya satu persatu.

"Pemecahan rekor Asia Tenggara ini, bukan yang pertama kalinya. Saya sudah beberapa kali melampaui rekor sekelas Asia tenggara," katanya dengan nada yang begitu pelan.

Widiasih, wanita berusia 17 tahun ini merupakan atlet difabel untuk cabang olahraga angkat berat asal Bali. Pada laga perdananya di Peparnas XIV 2012, wanita muda yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara ini turun dinomor putri kelas 44 kilogram.

Widiasih yang juga merupakan anak seorang pedagang asongan ini berhasil meraih medali emas sekaligus memecahkan rekor nasional bahkan melampaui rekor Asia Tenggara sebelumnya.

"Pencapaian saya ini berkat dukungan banyak pihak, terutama orang tua saya," kata Widiasih usai pengalungan medali di arena pertandingan pada Hotel Ratu Mayang Garden, Pekanbaru, Riau, Selasa.

Anak perempuan peramah yang masih duduk di bangku Kelas 3 Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan penampilan sederhana ini berhasil mengungguli dua atlet lainnya dengan pencapaian ekstra 90 kg yang sekaligus memecahkan rekor nasional paralimpik sebelumnya, 60 kg, serta Asia Tenggara Paralimpik, 80,5 kg.

Widiasih mengalahkan dua atlet lainnya dimana salah satunya juga merupakan atlet asal Bali, yakni Triasih.

Triasih menduduki posisi kedua atau meraih medali perak dengan catatan beban 58 kg.

Pada posisi ketiga atau peraih medali perunggu, ditempati oleh atlet asal Riau atas nama Sugiarti dengan total beban 45 kg.

"Intinya, harus ada semangat juang yang tinggi untuk merangsang dalm mengukir prestasi. Jadi, tidak ada yang tidak mungkin untuk semua manusia mendapatkan yang terbaik. Asalkan diberikan kesempatan," katanya.

Wisiasih mengakui, keseharian selalu hidup dalam keluarga yang sederhana, dimana kedua orang tuanya hanya bekerja sebagai pedagang asongan.

Namun hidup pas-pasan bagi anak perempuan satu ini tidak menjadi penghalang baginya dalam meraih mimpi di cabang olahraga angkat berat.

"Cukuplah fisik saya yang kekurangan, jangan sampai juga harus tidak berprestasi," katanya.

Sambil terus berjalan dengan kursi roda kesayangannya, gadis ini berusaha untuk tetap menjawab pertanyaan sejumlah wartawan yang terus membuntutinya.

Wajahnya yang begitu bersemangat, tiba-tiba berubah menjadi murung dengan begitu 'kelabu' ketika seorang wartawan menanyainya tentang masa lalu nan' kelam, penyebab kelumpuhan pada dua kakinya.

Mengenang Duka

"Kalau ditanya soal itu, sebenarnya cukup berat untuk saya. Namun saya akan mencoba untuk menyampaikan kenangan duka itu. Itu pun berdasarkan cerita orang tua saya, karena saya tidak begitu mengingatnya," kata dia.

Sebenarnya, demikian Widiarsih, "saya dilahirkan secara normal dan sehat". Namun ketika berumur empat tahun, lanjutnya, tiba-tiba wanita sang inspirator ini mengalami sakit dengan temperatur tubuh cukup panas.

Dengan kondisi tak sehat dikala umurnya masih bawah lima tahun itu, Widiasih mengaku kemudian di bawa oleh orang tuanya berobat ke salah seorang bidan.

"Saya kemudian di suntik dan diberi obat penurun panas. Tidak tahu kenapa, kemudian saya tidak lagi bisa berjalan seperti biasanya. Saya cuma ingat itu," katanya.

Wanita tangguh ini mengaku sempat mengalami situasi yang berat, terlebih ketika beranjak memasuki umur bocah atau sekitar tujuh tahun.

"Waktu mau masuk sekolah dasar, saya masih ingat. Begitu malunya saya. Tapi orang tua tetap memberi semangat dan dorongan," katanya.

Dorongan semangat yang begitu besar dari pihak keluarga, kemudian membuat gadis ini terus menentang kegalauannya.

Ia pun terus bersekolah meski dengan kondisi fisik yang tidak normal. "Bahkan setiap hari orang tua saya terus mengantarkan saya pergi ke sekolah," katanya.

Beberapa tahun pun berlalu dengan begitu berat, hingga akhirnya Widiasih melupakan segala kegalauannya itu dengan terus berjuang.

"Saya akhirnya memilih untuk tetap sekolah dengan kondisi apa adanya. Karena orang tua selalu mengingatkan, kalau di bumi ini memang tidak ada yang sempurna," katanya.

Awal Prestasi

Kamudian, berawal dari hobi sang kakak yang suka dengan olahraga angkat berat, Widiarsih pun mencoba untuk menempuh jalan baru yang positif.

"Awalnya, kalau tidak salah di tahun 2005, saya ikut-ikutan dengan kakak saya untuk angkat berat. lama-lama ketagihan," katanya.

Setelah beberapa tahun berlatih, demikian Widiasih, pemerintah daerah melalui Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Bali kemudian melirik hingga menyertakannya untuk mengikuti iven Asean Paralympic Games (APG) di tahun 2008, Thailand.

"Ketika itu (di APG Thailand), saya langsung berhasil meraih medali perunggu untuk Indonesia. Menurut saya ini menjadi awal yang baik," katanya.

Pengukiran prestasi wanita berparas ayu ini pun tidak terputus sampai di APG Thailand. Dirinya juga kembali disertakan pada iven Popcarnas (sekelas Peparnas Riau) di Kalimantan Timur kembali dengan bendera Bali.

Kala itu, Widiasih langsung berhasil memecahkan rekor nasional di nomor putri tuna daksa kelas 40 kilogram.

Selanjutnya, Widiasih juga mengulang prestasinya dengan meraih medali perak di APG Malaysia tahun 2009 dan Paralympic Asia Games di China dan berhasil menduduki posisi empat Asia.

Rentetan prestasi tersebut diakuinya menjadi motivasi tersendiri untuk mendorong dirinya agar menjadi yang terbaik.

Hal itu dibuktikannya dengan peraihan medali emas sekaligus pemecahan rekor di kelas 40 kilogram pada Asean Paralympic di Solo tahun 2011.

"Kemudian, saya berhasil merebut medali perak atau juara dua pada kelas 40 kilogram putri klasifikasi tuna daksa pada Malaysia Open di awal tahun 2012 lalu. Dan yang terakhir (sebelum Peparnas Riau) di Paralympic London saya berada di posisi lima dunia," katanya.

Sederetan prestasi itu tidak lantas membuat wanita anak pasangan I Gede Gambar dan Niluh Dingin ini puas. Widiasih memiliki mimpi untuk menjadi yang terbaik di dunia untuk cabang olahraga angkat berat.

"Saya akan berusaha keras untuk menjadi yang terbaik di dunia. Kesempatan itu akan saya coba ukir pada Paralympic Brasil tahun 2016," katanya.