Pekanbaru, (antarariau) - Gubernur Riau H.M Rusli Zainal mengatakan tidak memiliki harta kekayaan hingga triliunan rupiah seperti yang dikabarkan lembaga swadaya masyarakat sebelumnya.
"Tidak benar ada saham hingga tujuh triliunan di Vietnam yang kabarnya milik gubernur. Kabar ini tidak benar. Pernyataan ini diungkapkan Gubernur Riau di setiap acara," kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau Johar Firdaus per telepon, Rabu.
Sebelumnya dalam suatu acara di Ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru, Rusli juga mengatakan dirinya tidak pernah memiliki uang yang diinvestasikan pada saham perikanan di Vietnam seperti yang dikabarkan.
Sementara Indonesia Monitoring Development (IMD) Wilayah Riau sebelumnya sempat membeberkan adanya kepemilikan saham yang diindikasikan atas nama Gubernur Riau Rusli Zainal senilai Rp7 triliun di Vietnam.
Ketua Indonesia Monitoring Depelopment (IMD) Raja Adnan menjelaskan, bahwa pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah mencurigai aliran dana senilai Rp7 triliun yang dialokasikan ke unit usaha perikanan dan kelautan di Vietnam atas nama Rusli Zainal itu sudah sejak lama.
Namun pada kesempatan terpisah, pejabat di lembaga analisis transaksi keuangan tersebut membantah jika telah membeberkan kecurigaannya ke pihak-pihak di luar internal termasuk IMD.
"Saham Rp7 triliun itu ada. Tapi wajar hal ini tidak diakui oleh PPATK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena masih dalam penyelidikan," katanya.
Adnan juga mengindikasi, saham senilai triliunan rupiah itu ada kaitannya dengan berbagai kasus "illegal logging" atau penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di wilayah Provinsi Riau yang terjadi di sejak berpuluh tahun silam.
Pada kasus ini, demikian Adnan, pejabat tinggi pemerintah Provinsi Riau itu bekerjasama dengan para cukong yang memanfaatkan kebebasan dalam pembalakan di wilayah provinsi yang dikenal sebagai provinsi kaya minyak ini.
Para cukong yang dimaksud, kata dia, bisa itu berupa perusahaan dengan legalitas yang sah, maupun perusahaan yang sama sekali tidak memiliki legalitas alias ilegal.
Sebagai contoh, demikian Adnan, yakni perusahaan kayu PT Indah Kiat Pulp and Paper yang hanya memasok hasil produksinya sekitar 30 persen saja untuk dalam negeri, sementara selebihnya diekspor ke berbagai negara.
"Pada kesepakatan yang telah terjalin sejak lama itu, entah apa bahasanya, yang jelas para pemimpin daerah mendapatkan hasil atas keuntungan pembalakan hutan dan pengembangan lahan perkebunan dan ini semua tidak termasuk ke dalam pajak atau hasil negara atau daerah hingga negara dirugikan triliunan rupiah," katanya.
Pada kasus ini, kata dia, entah apa sebab dan kendalanya, KPK hanya menetapkan beberapa tersangka yang merupakan mantan bupati di Provinsi Riau.
Seperti mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Siak Arwin AS serta mantan Bupati Kampar Burhanuddin Husin. Ketiganya juga telah didakwa dan divonis hukuman tindak pidana korupsi.