Lapas Perempuan Pekanbaru "kewalahan" saat 28 napi positif COVID-19
Pekanbaru (ANTARA) - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Klas IIA Pekanbaru, Riau, "kewalahan" akibat 28 warga binaan atau narapidana di terkonfirmasi positif COVID-19 dan menjalani isolasi mandiri dengan segala keterbatasan fasilitas.
“Kami sangat mengharapkan ada bantuan, terutama untuk uji swab (usap) seluruh warga binaan karena ini sudah menyebar ke mana-mana. Kalau ada swab massal, ada harapan kami mungkin bisa menyelesaikan semua ini,” kata Kepala Keamanan Lapas Perempuan Pekanbaru Ema Tarigan, kepada ANTARA di Pekanbaru, Kamis.
Lapas Perempuan menjadi klaster penyebaran COVID-19 di Pekanbaru yang cukup besar, berawal dari seorang pegawai Lapas yang terkonfirmasi dan menularkan virus ke warga binaan di sana.
Ema mengatakan ada tiga pegawai Lapas yang terkonfirmasi positif, dan kini menjalani pengobatan secara isolasi mandiri di rumah.
Sejak kemunculan kasus awal tersebut, Lapas Pekanbaru segera melakukan uji usap mandiri secara acak ke warga binaan dan ternyata juga ditemukan narapidana yang positif COVID-19.
“Kemungkinan tertular dari pegawai kami karena tugasnya memang bagian keamanan, sehingga ada kontak dengan warga binaan,” ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya sudah dua kali uji swab secara mandiri, sedangkan uji usap dari dinas kesehatan baru sekali, dan itu pun tidak seluruh warga binaan yang diperiksa.
Total baru 80 narapidana yang menjalani uji usap, sedangkan jumlah keseluruhan mereka di fasilitas tersebut ada 319 orang.
“Kami sangat berharap dinas kesehatan melakukan uji swab massal di sini supaya mata rantai COVID-19 bisa ketahuan. Kalau seperti sekarang ini kami merasa tidak ada kepastian,” katanya.
Sebagai antisipasi terhadap klaster COVID-19, ia mengatakan 28 narapidana yang positif dipisahkan di lima ruang isolasi terpisah dari warga binaan lainnya. Kemudian, seluruh petugas wajib mengenakan alat pelindung diri saat bekerja mulai dari baju hazmat dan masker. Selain itu, narapidana yang ada gejala demam dan hilang indra penciumannya, juga sudah dipisahkan, meski belum menjalani uji usap.
“Dengan segala keterbatasan kita sekarang ini, karena ruang isolasi masih bersama-sama dan juga tenaga perawat kita cuma ada dua orang. Untuk baju hazmat kita juga kekurangan, terpaksa kita pribadi membeli sendiri,” katanya.
Perawat Lapas Perempuan Pekanbaru, Ina Kurniasih, menambahkan 28 narapidana yang terkonfirmasi COVID-19 ditempatkan di lima sel khusus untuk isolasi mandiri. Setiap sel bisa dihuni enam hingga sembilan orang, terdiri dari sel khusus untuk pasien dengan gejala, orang tanpa gejala (OTG) dan pasien yang pernah ada gejala, namun sudah pulih.
“Setiap hari kita melakukan pengecekan suhu badan dan tensi kepada mereka,” katanya.
Ia mengatakan, pihak Lapas juga sudah menyurati Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru untuk meminta agar pasien COVID-19 di tempat itu dipindahkan ke fasilitas isolasi mandiri yang disediakan pemerintah daerah. Namun, hingga kini belum ada jawaban. ***2***
“Kami sangat mengharapkan ada bantuan, terutama untuk uji swab (usap) seluruh warga binaan karena ini sudah menyebar ke mana-mana. Kalau ada swab massal, ada harapan kami mungkin bisa menyelesaikan semua ini,” kata Kepala Keamanan Lapas Perempuan Pekanbaru Ema Tarigan, kepada ANTARA di Pekanbaru, Kamis.
Lapas Perempuan menjadi klaster penyebaran COVID-19 di Pekanbaru yang cukup besar, berawal dari seorang pegawai Lapas yang terkonfirmasi dan menularkan virus ke warga binaan di sana.
Ema mengatakan ada tiga pegawai Lapas yang terkonfirmasi positif, dan kini menjalani pengobatan secara isolasi mandiri di rumah.
Sejak kemunculan kasus awal tersebut, Lapas Pekanbaru segera melakukan uji usap mandiri secara acak ke warga binaan dan ternyata juga ditemukan narapidana yang positif COVID-19.
“Kemungkinan tertular dari pegawai kami karena tugasnya memang bagian keamanan, sehingga ada kontak dengan warga binaan,” ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya sudah dua kali uji swab secara mandiri, sedangkan uji usap dari dinas kesehatan baru sekali, dan itu pun tidak seluruh warga binaan yang diperiksa.
Total baru 80 narapidana yang menjalani uji usap, sedangkan jumlah keseluruhan mereka di fasilitas tersebut ada 319 orang.
“Kami sangat berharap dinas kesehatan melakukan uji swab massal di sini supaya mata rantai COVID-19 bisa ketahuan. Kalau seperti sekarang ini kami merasa tidak ada kepastian,” katanya.
Sebagai antisipasi terhadap klaster COVID-19, ia mengatakan 28 narapidana yang positif dipisahkan di lima ruang isolasi terpisah dari warga binaan lainnya. Kemudian, seluruh petugas wajib mengenakan alat pelindung diri saat bekerja mulai dari baju hazmat dan masker. Selain itu, narapidana yang ada gejala demam dan hilang indra penciumannya, juga sudah dipisahkan, meski belum menjalani uji usap.
“Dengan segala keterbatasan kita sekarang ini, karena ruang isolasi masih bersama-sama dan juga tenaga perawat kita cuma ada dua orang. Untuk baju hazmat kita juga kekurangan, terpaksa kita pribadi membeli sendiri,” katanya.
Perawat Lapas Perempuan Pekanbaru, Ina Kurniasih, menambahkan 28 narapidana yang terkonfirmasi COVID-19 ditempatkan di lima sel khusus untuk isolasi mandiri. Setiap sel bisa dihuni enam hingga sembilan orang, terdiri dari sel khusus untuk pasien dengan gejala, orang tanpa gejala (OTG) dan pasien yang pernah ada gejala, namun sudah pulih.
“Setiap hari kita melakukan pengecekan suhu badan dan tensi kepada mereka,” katanya.
Ia mengatakan, pihak Lapas juga sudah menyurati Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru untuk meminta agar pasien COVID-19 di tempat itu dipindahkan ke fasilitas isolasi mandiri yang disediakan pemerintah daerah. Namun, hingga kini belum ada jawaban. ***2***