Kampar, Riau (ANTARARIAU News) - Sejumlah tokoh masyarakat dan para pemangku adat ('ninik mamak') di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, menyesalkan kondisi bangunan 'Mahligai Bungsu' sebagai salah satu simbol Melayu Kampar, kini tidak terawat.
"Bagaimana kita ingin menjadikan Provinsi Riau, termasuk Kabupaten Kampar sebagai Pusat Kebudayaan Melayu di dunia, jika merawat salah satu aset penting tidak profesional," tandas Ny Farhan, (37), salah satu tokoh adat setempat, Rabu.
Padahal, menurutnya, bangunan ini merupakan juga satu-satunya gedung megah andalan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
"Satu bangunan indah saja susah diurus, bagaimana mengurus yang banyak," kecamnya lagi.
Ia lalu menunjuk beberapa ornamen khas Melayu Kampar dan sejumlah konstruksi bangunan yang pecah-pecah, bocor akibat rembesan air, serta benar-benar tak terawat.
"Bagian-bagian dalam gedung terlihat pecah-pecah dan bocor karena rembesan air. Juga banyak ornamen khas daerah begitu kusam," tuturnya.
Sementara itu, plafon-plafonnya banyak yang retak, malah di beberapa sudut terlihat munculnya lobang menganga akibat dimakan rembesan air serta faktor usia.
"Lebih menyedihkan lagi, dua unit WC di dalam gedung itu tidak berfungsi, dan dipenuhi sarang laba-laba, serta menebar bau amis menyengat," katanya.
Ketika ANTARA meminta tanggapan Kepala Bappeda Kampar, Nurahmi, mengenai hal ini, ia hanya mengatakan, soal pemeliharaan 'Gedung Mahligai Bungsu' merupakan tanggungjawab Bagian Ciptra Karya pada Dinas Pekerjaan Umum (PU.
"Itu kewenangan Cipta Karya," katanya singkat.
Namun, ketika Kepala Cipta Karya Kampar, Basri Rasyid, dihubungi ANTARA, semua nomor kontaknya tidak aktif.