Pekanbaru, (ANTARARIAU News) - Kalangan industri berharap konflik antara perusahaan industrik kehutanan dan sebagian warga di Pulau Padang bisa segera dicarikan solusi yang terbaik.
Ini agar tidak berlarut-larut karena telah mengganggu iklim investasi di Provinsi Riau, kata Direktur Eksekutif Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau, M Herwan, kepada ANTARA di Pekanbaru, Jumat.
"Secara langsung maupun tidak langsung, konflik di Pulau Padang Kepulauan Meranti, Riau, akan berdampak buruk terhadap iklim investasi di Riau," katanya.
Herwan mengatakan hal itu terkait aksi penolakan sebagian warga Pulau Padang yang menuding terjadi pancaplokan lahan oleh PT Rian Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Masalah tersebut kini menjadi perhatian nasional setelah terjadi aksi jahit mulut di depan gedung DPR RI di Jakarta sebagai bentuk protes beroperasinya RAPP di Pulau Padang.
Menurut Herwan, kalangan pebisnis sangat membutuhkan kepastian hukum untuk melakukan investasi di Riau. Faktor kepastian hukum tersebut juga harus ditunjukan oleh pemerintah dengan melakukan penegakan hukum yang berlaku agar tidak menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
"Kepastian hukum, ketegasan, dan penegakan hukum merupakan salah satu faktor daya tarik investasi di Riau yang harus selalu dijaga," katanya.
Karena itu, Kadin Riau sangat menyambut baik pembentukan tim mediasi oleh Kementerian Kehutanan untuk membantu penyelesaian konflik di Pulau Padang.
Selama proses mediasi berlangsung, kedua pihak yang berkonflik, yakni perusahaan dan warga diminta harus bisa menahan diri agar tak terprovokasi dan masing-masing saling melakukan introspeksi.
"Tim mediasi juga harus bekerja secara objektif dan independen," ujarnya.
Selain itu, ia juga meminta kalangan pebisnis terutama yang menjadi anggota Kadin untuk menaati peraturan hukum dan etika bisnis yang berlaku dalam melakukan usahanya.
Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan perusahaan melakukan kesalahan dalam prosedur penerbitan izin. Untuk itu, pengusaha juga harus secara legowo diakui untuk segera melakukan perbaikan.
"Ada aturan hukum dan etika bisnis yang harus dipatuhi kalangan pebisnis, yang apabila dilanggar akan berbalik merugikan mereka sendiri saat memasarkan produk ke luar negeri," ujar Herwan.
Secara terpisah, Asisten Manager Media Relation RAPP, Salomo Sitohang, mengatakan perusahaan menyambut baik pembentukan Tim Mediasi untuk menyelesaikan masalah di Pulau Padang.
Menurut dia, RAPP tetap terbuka untuk berkomunikasi sesuai komitmen perusahaan yang dituangkan dalam kesepakatan (MoU) antara perusahaan dan masyarakat Pulau Padang yang diwakili oleh kepala desa/lurah serta disaksikan Bupati dan Ketua DPRD Kepulauan Meranti pada 27 Oktober 2011.
"Dimana salah satu butir MOU tertuang komitmen perusahaan untuk berpartisipasi dalam memajukan kesejahteraan masyarakat Pulau Padang serta upaya mengoptimalkan untuk menerima masukan dan melakukan dialog hasil kesepakatan perusahaan dengan pihak Pemkab Kepulauan Meranti, kepala desa, tokoh masyarakat serta koperasi guna mempercepat kemajuan masyarakat di Pulau Padang," katanya.
Ia menjelaskan, sejatinya konsep hutan tanaman industri RAPP di Pulau adalah sebagai zona penyangga (buffer zone). Intinya berupa konsep cincin (ring) yang melindungi area inti kawasan lindung dari perambahan liar.
Alokasi operasi RAPP untuk tanaman pokok di Pulau Padang hanya 25,6 persen atau sekitar 27.375 hektare (ha) dari total luas Pulau Padang sekitar 110.000 ha.
Sedangkan, alokasi pemanfaatan lainnya di dari total luas Pulau Padang adalah untuk kawasan areal pemukiman dan budidaya masyarakat sekitar 43.295 ha, kawasan lindung gambut 25.500 ha, kawasan konservasi 4.102 ha, tanaman unggulan 4.121 ha, tanaman kehidupan 1.904 ha, infrastruktur 808 ha dan areal tidak produktif 2.895 ha.